"Sejak kamu datang... aku tidak bisa tidur tanpa mencium bau tubuhmu."
Yuna, dokter 26 tahun yang belum pernah merasakan cinta, mendadak terlempar ke dunia asing bernama Beastia—tempat makhluk setengah binatang hidup.
Di sana, ia dianggap sebagai jiwa suci karena tak bisa berubah wujud, dan dijodohkan dengan Ravahn, kepala suku harimau yang dingin dan kejam.
Misinya sederhana: temukan cinta sejati, atau terjebak selamanya.
Tapi siapa sangka... pria buas itu justru kecanduan aroma tubuhnya.
Temukan semua jawabannya hanya disini 👇
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Azida21, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 20 :Jiwa Suci Dari Dunia Asing.
Ritual pencarian asal-usul pun dimulai. Yuna ditempatkan di tengah lapangan, sementara seorang pemandu ritual berjalan mengitari tubuhnya sambil memercikkan air menggunakan daun hijau segar. Suara mantra lirih terdengar, menggema di udara malam yang dingin.
“Ritualnya lama sekali… kaki aku pegal,” gumam Yuna dalam hati, mulai merasa bosan.
“Berikan tanganmu padaku,” suara tetua tiba-tiba terdengar tegas, membuat Yuna tersentak dari lamunannya.
Mata Yuna membesar. “Apa dia mau memotong tanganku?” pikirnya panik.
“Tenang saja, aku hanya perlu mengambil darahmu,” ucap tetua dengan nada menenangkan.
Dengan ragu Yuna mengulurkan tangannya. Tetua menggenggam jari telunjuknya, lalu mengambil pisau kecil yang sudah disiapkan. Ujung pisau itu menyayat tipis kulit Yuna.
“Aww…” ringis Yuna, menahan perih. Rasa sakitnya jelas berbeda dari suntikan jarum yang biasa ia kenal.
Setetes darah mengalir dan jatuh tepat di atas sebuah batu hitam misterius yang belum pernah Yuna lihat sebelumnya. Batu itu tampak tua, dengan ukiran aneh di permukaannya.
“Batu apa itu?” gumam Yuna sambil memegangi jarinya yang perih.
Begitu darah menyentuh permukaan, tetua kembali melantunkan mantra. Batu itu seketika memancarkan cahaya terang yang menembus langit malam. Semua orang menahan napas, menunggu tanda warna yang biasanya menunjukkan asal suku seseorang. Namun, tidak ada warna yang muncul selain putih menyilaukan.
Keributan kecil terdengar. Semua orang di sana saling pandang, bingung karena hal ini belum pernah terjadi di dunia Beastia.
“Tidak mungkin…” bisik tetua, wajahnya tampak cemas.
Yuna memperhatikan ekspresi aneh semua orang, membuat jantungnya berdebar tak tenang. “Apa ada sesuatu yang salah?” ia bergumam pelan.
“Apa arti warna putih?” tambahnya, menatap langit yang terus bersinar terang.
Tetua meliriknya tajam. Tatapan itu jauh dari ramah. “Katakan, dari mana asalmu?” tanyanya lantang, membuat seluruh perhatian tertuju pada Yuna.
“Ti… tidak tahu,” jawab Yuna gugup, suaranya nyaris bergetar.
“Ada apa, tetua?” Ravahn angkat bicara, nada suaranya penuh keingintahuan.
“Betina ini bukan dari dunia kita. Dia adalah jiwa yang suci,” jawab tetua dengan wajah serius.
Mata Yuna melebar kaget. Bagaimana tetua bisa tahu kalau ia memang bukan berasal dari dunia Beastia? Dalam hati ia bergumam“Wah… hebat sekali dia bisa tahu. Keren juga.”
“Lalu dari mana dia berasal?” Flora tak kuasa menahan rasa penasarannya.
“Aku tidak tahu pasti,” jawab tetua setelah terdiam sejenak. “Yang jelas, darahnya menunjukkan bahwa ia memiliki jiwa yang murni. Jiwa suci yang tidak berasal dari dunia kita.”
“Apa maksudnya jiwa suci?” Ravahn kembali bertanya.
“Jiwa suci adalah jiwa yang membawa perubahan. Di masa lalu, pernah ada seorang betina jiwa suci yang turun ke suku burung. Kedatangannya membawa keberuntungan besar hingga peradaban mereka berkembang pesat.”
Yuna menatap kosong, terkejut tapi sekaligus penasaran. “Berarti… aku bukan yang pertama? Jadi, memang ada manusia yang tersesat ke dunia ini sebelum aku?” pikirnya dalam hati.
Ia semakin teringat cerita tentang suku burung yang kaya dan maju. “Pantas saja mereka bisa mengenal mata uang lebih dulu dan membangun kota besar. Itu pasti karena ada manusia yang membawa ilmu pengetahuan dari dunia lain…”
“Lalu apa yang harus dilakukan dengan betina ini?” tanya seseorang dari kerumunan.
Tetua menarik napas panjang. “Satu-satunya jalan… dia harus dinikahkan dengan ketua suku.”
Keributan langsung pecah. Semua orang bersuara, termasuk Flora yang jelas-jelas tidak terima.
“Kenapa harus begitu?” seru Flora, wajahnya penuh keberatan.
“Karena jiwa suci adalah berkah. Jika gadis ini menikah dengan ketua suku, maka berkah itu akan menyatu dengan suku harimau. Desa ini akan makmur dan kuat,” jelas tetua dengan yakin.
“Tapi aku tidak mau menikah dengan siapa pun,” bantah Yuna pelan, suaranya gemetar.
“Kamu tidak bisa menolak,” balas tetua keras. “Jiwamu tidak memiliki suku, dan hanya ketua suku yang bisa menampungmu. Jika tidak menikah, kamu tidak akan punya tempat tinggal di dunia ini.”
“Tapi… aku tidak mau menikah dengan dia!” Yuna menunjuk Ravahn dengan spontan.
“Kamu tidak bisa memilih. Jiwa suci memang ditakdirkan untuk ketua suku. Peraturan sudah jelas, dan kamu harus patuh.”
Yuna menggerutu dalam hati. “Orang tua ini maksa sekali…”gerutunya kesal.
Saat suasana semakin tegang, Ravahn berdiri dari kursinya. Tatapannya dingin namun penuh wibawa.
“Mulai hari ini, Yuna adalah calon pasangan hidupku. Tidak ada yang boleh mengganggunya,” ucapnya lantang.
Kerumunan mendadak hening. Flora menggenggam erat gaunnya, wajahnya memerah karena amarah yang ditahan.
“Tidak akan kubiarkan gadis itu merebut tempatku…” bisiknya dengan nada penuh dendam.
****
“Jadi kamu tidak berasal dari dunia ini?” tanya Lira perlahan di perjalanan pulang setelah ritual selesai. Suaranya terdengar hati-hati, seolah takut menyakiti Yuna dengan pertanyaan itu.
Yuna menunduk sejenak sebelum mengangguk pelan.
“Lalu dari mana kamu berasal?” Lira kembali bertanya, matanya berbinar penuh rasa ingin tahu.
Yuna menarik napas panjang, seolah mencari kekuatan untuk jujur. “Kamu percaya kalau aku datang dari dunia lain?” tanyanya balik.
Lira tidak ragu sama sekali, ia mengangguk mantap.
“Kamu bisa seyakini itu?” Yuna menatapnya dengan heran.
“Karena tetua tidak mungkin membohongi kami, suku harimau,” jawab Lira dengan suara mantap.
Yuna tersenyum kecil, meski getir. “Dia memang tidak bohong. Aku berasal dari dunia manusia.”
Lira mengernyit bingung. “Manusia? Apa itu?”
“Manusia itu seperti aku. Manusia tidak bisa berubah menjadi binatang apa pun,” jelas Yuna, matanya menerawang ke depan.
“Kenapa tidak bisa?” Lira tampak semakin penasaran, kepalanya sedikit miring, alisnya bertaut.
“Karena dunia kita berbeda,” jawab Yuna sambil melirik singkat. “Di dunia ku, dukun bukanlah orang yang mengobati penyakit. Kami punya yang namanya dokter, atau kalau kalian menyebutnya, tabib. Aku sendiri seorang dokter di duniaku. Tapi entah bagaimana, aku malah terlempar ke dunia ini.” Nada suaranya melembut, tidak lagi menutupi apa pun.
Lira terdiam beberapa saat, matanya melebar. “Pantas saja kamu bisa mengobati kakakku,” ucapnya dengan nada kagum. Tidak ada pertanyaan lebih lanjut, seolah penjelasan Yuna sudah cukup meyakinkan.
Yuna tersenyum kaku, lalu teringat sesuatu. “Eh, iya. Di mana Nolan? Kenapa tidak pulang bersama kita?”
Pertanyaan itu membuat ekspresi Lira berubah muram. Ia menundukkan wajah, suaranya terdengar pelan. “Kakakku pergi menenangkan diri.”
Alis Yuna mengerut. “Menenangkan diri untuk apa?” tanyanya penuh heran.
Lira menggigit bibir bawahnya sebelum menjawab. “Kakakku menyukaimu. Dia ingin menjadikanmu pasangan setelah ritual selesai. Tapi ternyata kamu malah dijodohkan dengan ketua suku.” Suaranya terdengar sendu, matanya berkaca-kaca meski ia berusaha tetap tegar.
Yuna terdiam lama. Pikirannya berputar, mengingat kembali bagaimana Nolan menunjukkan perhatian sejak pertama kali menolongnya di hutan. Rasa bersalah merayap di hatinya.
“Dia pasti sangat sedih,” gumam Yuna lirih, sorot matanya ikut meredup.
Yuna menoleh pada Lira dengan ragu. “Apa perjodohan itu bisa dibatalkan?” tanyanya, kali ini suaranya penuh harap.
Lira menggeleng pelan, wajahnya menampakkan kesedihan. “Betina yang sudah diumumkan sebagai calon pasangan oleh orang lain tidak bisa dibatalkan.”
“Tapi aku kan tidak mau,” bantah Yuna, suaranya meninggi sedikit.
Lira menatapnya penuh iba. “Kalau kamu membatalkan perjodohan dengan ketua suku, mungkin kamu akan diusir dari suku.”
“Kenapa begitu? Aku kan masih bisa menjadi pasangan pejantan lain di suku harimau,” Yuna menatapnya tak percaya, nadanya penuh protes.
“Kalau betina sudah membatalkan perjodohan, maka betina itu tidak bisa mendapatkan pasangan dari suku yang sama,” jelas Lira dengan sabar. “Lagi pula, sekarang kamu sudah menjadi tunangan ketua suku. Tidak boleh asal membatalkan begitu saja.”
Yuna menegakkan tubuhnya, menatap Lira tidak terima. “Tapi aku belum bertunangan dengannya.”
“Kamu sudah menjadi tunangan sejak ketua suku mengumumkan di depan semua orang kalau kamu akan menjadi pasangan hidupnya,” balas Lira tanpa ragu.
Yuna terdiam. Pikirannya kusut. Ia menghela napas berat, lalu menatap tanah yang mereka lalui. “Rumit sekali hidup di dunia ini…” gumamnya lirih, akhirnya memilih berhenti bertanya.
Lira hanya menatapnya, ikut larut dalam kebisuan yang terasa berat di antara mereka. Malam itu, suara langkah kaki mereka menyatu dengan sunyi, sementara masing-masing sibuk dengan pikiran sendiri.
*
*
*
🙏✨ Maaf banget buat kalian yang sudah menunggu lama. Author lagi lumayan sibuk kerja, jadi kemarin belum sempat nulis. Sekarang akhirnya ada waktu senggang buat lanjut cerita lagi 🥰
Selamat membaca ya 💕 semoga kalian suka dan tetap betah ngikutin kisahnya 📖🌸