Cinta bertepuk sebelah tangan sungguh menyakitkan hati Nadila Putri. Nyatanya Abdullah cinta pertamanya justru mencintai wanita lain yaitu Silfia Anwar.
Nadila pun memilih pergi meninggalkan mereka demi persahabatan.
Nadila memilih bekerja di UEA menjadi tkw, tetapi belum ada satu tahun kedua orang tuanya menyuruhnya pulang. Namun, tidak Nadila sangka ketika tiba di Indonesia justru dijodohkan dengan Abdullah.
Apakah Abdullah akan menerima Nadila? Lalu bagaimana nasib Silfia. Kita ikuti kisahnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Buna Seta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 20
Sesak dada Dila ketika ditanya masalah apa yang sedang ia hadapi. Curhat tentang rumah tangga kepada orang lain hal yang sensitif, tentu saja Dila tidak mau mengumbar perihal tersebut kepada orang lain. Terlebih lagi terhadap Tristan, pria yang baru dia kenal.
"Dila, kalau kamu ada masalah cerita, siapa tahu saya bisa membantu" Tristan mengorek isi hati Dila.
"Biasa Kak, masalah rumah tangga" Dila menarik napas sesak. Ia pernah mendengar pepatah, dicintai lebih baik daripada mencintai, ternyata benar adanya. Seandainya ia tidak mencintai Abdullah lebih dulu, mungkin saja ceritanya akan berbeda. Dila merasa Abdullah menjadi besar kepala karena ia cintai.
"Jadi benar, kamu sudah menikah?" Tristan kaget, ia tidak percaya wanita semuda Dila sudah menikah.
"Benar Kak, tapi kami dijodohkan."
"Kalian menikah karena dijodohkan, tidak saling mencintai, lalu bertengkar terus, begitu bukan?" Cecar Tristan.
"Sudahlah Kak, jangan dibahas" Dila tidak mau memikirkan masalahnya yang justru sakit kepalanya semakin bertambah.
"Besok kalau kamu sudah sembuh, saya harus mengantar kamu kemana?" Tristan belum tanya dimana rumah Dila.
"Rencananya saya mau mencari kontrakkan Kak, tapi kan sudah dua hari tidak masuk kerja" Dila menceritakan kegelisahannya, jika sampai dikeluarkan dari pekerjaan tentu tidak bisa membayar kontrakan.
"Masalah pekerjaan jangan khawatir Dila, saya pastikan kamu tidak akan dipecat. Tapi, apakah kamu sudah memikirkan dengan matang niat kamu untuk kontrak rumah" Tristan merasa tidak yakin jika suami Dila akan mengizinkan. Lagi pula Dila aneh sekali katanya punya suami, tapi ingin kontrak rumah sendiri.
"Suami membolehkan saya kontrak kok Kak, tapi mau kontrak dimana ya? Apa Kak Tristan ada gambaran?" Dila masih ingat kata-kata Abdullah, mereka menjadi suami istri hanya status, dan tidak melarang apapun yang akan Dila lakukan. Dila merasa tidak dibutuhkan di rumah Abdullah, lebih baik pisah rumah untuk menenangkan diri. Menjadi istri kedua pun tidak ada dalam kamus Dila, tentu saja ia memilih mundur. Namun, akan tinggal di mana itu yang membuatnya bingung. Pulang ke Bogor jelas tidak mungkin, Dila tidak ingin orang tuanya tahu jika ia sedang ada masalah dengan Abdullah.
Sementara Tristan menatap mata Dila mencari jawaban, setelah beberapa detik kemudian, menyimpulkan bahwa wanita itu sedang ada masalah berat dengan rumah tangganya.
"Kak..." Dila mengerutkan kening, karena Tristan bukan menjawab, justru menatapnya intens.
"Dila, dengan senang hati saya akan membantu kamu mencari kontrakkan, tapi alangkah baiknya kalian berbicara dari hati ke hati dengan suami kamu. Cepat menyelesaikan masalah akan lebih baik, daripada menunda-nunda yang nantinya akan menyakiti hati kamu sendiri" Tristan menasehati panjang lebar, kemarin ia menolong Dila tidak ada rasa was-was, karena ia pikir Dila masih lajang. Begitu tahu begini ceritanya, Tristan tidak mau dianggap pria yang merusak rumah tangga orang lain.
"Saya tahu maksud Kak Tristan, sebagai wanita yang masih berstatus seorang istri tidak pantas pergi dari rumah. Tetapi andai saja Kakak tahu bagaimana sakitnya hati ini" Dila pun akhirnya menangis tergugu. Ia tahu jika jalan yang dia ambil ini salah, tapi setelah sah menjadi istri Abdullah, ia sudah berusaha melakukan kewajiban dengan baik, walaupun kerja kerasnya tidak pernah Abdullah hargai. Namun, Dila juga ingin hidup tenang. Jika ia tetap di rumah Abdullah selama proses perceraian selesai, bisa-bisa mati sia-sia. "Jalan saya ke depan masih panjang Kak, masih banyak yang saya pikirkan. Bapak saya sakit keras, butuh biaya untuk berobat, adik saya pun masih membutuhkan biaya sekolah" Dila menyusun air matanya yang tumpah ruah.
"Lalu apa yang akan kamu lakukan selanjutnya Dila?" Tristan pun akhirnya tersentuh hatinya mendengar kisah Dila.
"Setelah mendapatkan kost, saya akan ke Bogor, menjenguk bapak dan menemui mertua saya. Saya akan menceritakan semuanya kepada beliau," Dila yakin papa Ahmad dan mama Ghina akan berpihak kepadanya. Ahmad yang sudah memaksa hingga pernikahan yang menyakitkan ini terjadi, Dila juga akan minta mertuanya untuk bertanggung jawab agar ia bisa secepatnya bercerai dari Abdullah.
Tristan tidak mau tanya ini itu tentang rumah tangga Dila lagi, ia sekarang sudah tahu penyebab Dila stres tanpa harus mendengar cerita wanita itu panjang lebar.
Dengan dibantu supir, Tristan membuktikan ucapanya mencari kontrakkan yang tidak jauh dari kediaman nya. Tujuannya agar Tristan bisa setiap saat menjaga Dila.
"Kami tidak mendapatkan kontrakkan, tapi kost. Menurutmu bagaimana La?" Tristan memastikan kepada Dila lebih dulu sebelum membayar kost.
"Tidak apa-apa Kak."
Tidak ada masalah bagi Dila, yang penting bisa untuk beristirahat malam ketika pulang kerja. "Terima kasih ya, Kak, sudah membantu saya" Lanjut Dila, ia terharu akan kebaikan Tristan. Entah dengan apa ia kelak akan membalas. Pasalnya Tristan juga yang sudah bersedia melunasi biaya rumah sakit. Namun, Dila minta Tristan untuk mencatat semua biaya yang ia keluarkan. Jika sudah terima gaji nanti akan menyicil.
Tristan terkekeh mendengar kata-kata Dila yang akan menyicil. "Memangnya saya tukang kredit apa" pungkas Tristan lalu telepon supir agar menemui ibu kost.
Selama tiga hari dirawat, Dila sudah diizinkan pulang, dijemput dengan kendaraan milik Tristan. Tentu saja tidak pulang ke rumah Abdullah. Rumah besar lantai tiga tertutup pagar, itulah kost untuk Dila yang Tristan pilih. Mobil mewah itu pun masuk ke halaman disambut oleh pria setengah tua, tapi rambutnya sudah putih.
"Istrinya ya?" Tanya bapak itu tersenyum, ketika sedang menyerahkan kunci kepada Tristan.
Tristan melirik Dila hanya tersenyum.
"Bukan Pak" Dila menjawab cepat. Dila beralih dari si bapak, pandanganya mengedar ke seluruh halaman merasa takjub, karena banyak tanaman hias sangat terawat dan cocok untuk Dila yang memang menyukai tempat seperti itu.
"Semoga kamu betah" ucap Tristan, ketika Dila sudah masuk ke kamar lantai dua.
"Sekali lagi, saya terima kasih Kak."
"Sama-sama." pungkas Tristan lalu pergi dari kost dengan perasaan tenang.
Setelah beristirahat semalam di dalam kost, Dila hendak mengambil pakaian ke rumah Abdullah terlebih dahulu. Jika pagi-pagi begini biasanya Abdullah tidak ada di rumah. Dia malas bertemu pria yang hanya menjadikan dirinya tukang masak.
Ketika tiba di luar pagar kost, Tristan sudah menunggu karena dia yang akan mengantar.
"Bagaimana keadaan kamu?" Tanya Tristan ketika membuka pintu mobil untuk Dila. Ia melirik Dila tersenyum, karena wanita itu sudah tidak pucat seperti kemarin.
"Alhamdulillah... ini semua berkat Kakak" Dila dengan Tristan saling lirik di pinggir mobil. Mereka tidak tahu jika seseorang telah mengambil gambar mereka dengan kamera handphone.
...~Bersambung~...
semngattttt
Faiz, sementara ajak Dila ke rumah orang tuamu agar Dila menemukan kebahagiaan & kedamaian dirinya & keluarganya