NovelToon NovelToon
Perjodohan Berdarah Menantu Misterius

Perjodohan Berdarah Menantu Misterius

Status: sedang berlangsung
Genre:Action / Romantis / Mafia / Percintaan Konglomerat / Identitas Tersembunyi / Dijodohkan Orang Tua
Popularitas:1.2k
Nilai: 5
Nama Author: Portgasdhaaa

Dulu, dia hanyalah seorang anak jalanan—terlunta di gang sempit, berselimut kardus, hidup tanpa nama dan harapan. Dunia mengajarinya untuk tidak berharap pada siapa pun, hingga suatu malam… seorang gadis kecil datang membawa roti hangat dan selimut. Bukan sekadar makanan, tapi secercah cahaya di tengah hidup yang nyaris padam.

Tahun-tahun berlalu. Anak itu tumbuh menjadi pria pendiam yang terbiasa menyimpan luka. Tanpa nama besar, tanpa warisan, tanpa tempat berpijak. Namun nasib membawanya ke tengah keluarga terpandang—Wijaya Corp—bukan sebagai karyawan, bukan sebagai tamu… tapi sebagai calon menantu.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Portgasdhaaa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Ancaman Datang!

Di lantai lima Wijaya Corp, suasana ruang pantri tak lagi seramai biasanya. Meja-meja makan karyawan tampak kosong setengah. Sebagian duduk membisu, yang lain pura-pura sibuk di depan laptop, meski tak satu pun fokus pada layar.

Desas-desus telah menjadi gelombang.

“Eh lo udah denger? Katanya... keluarga Wijaya ambil gelandangan buat dijadiin menantu.”

Suara itu pelan, tapi penuh api.

“Gila, gelandangan loh! Gimana bisa perusahaan sebesar ini dikaitin sama skandal kayak gitu?”

Aldi, staf pemasaran junior, hanya memegang gelas kopinya yang sudah dingin sejak tadi. Di depannya, Ria dari tim keuangan menatap layar ponsel—beranda Twitter-nya penuh berita viral. Salah satunya:

“Menantu Gelandangan, Saham Wijaya Anjlok—Netizen: Ini Perusahaan atau Reality Show?”

“Aku capek,” desis Ria, “tiap kali buka media sosial, yang ada cuma nama perusahaan kita jadi bahan ketawaan. Gimana nasib kita kedepannya?”

Salah satu karyawan senior dari bagian legal, Bu Nana, masuk membawa map. Ia berhenti sejenak, menatap mereka yang bergosip.

“Kalau kalian masih mau gaji bulan depan, berhenti nyebar rumor gak jelas,” katanya pelan.

“Tapi…” Ria membuka mulut, tapi tak melanjutkan.

Mereka semua tahu, kata-kata itu tak lebih dari penyangkalan. Bahkan beberapa rekan mereka di divisi logistik dan warehouse sudah mulai ditawari pindah oleh perusahaan pesaing malahan beberapa sudah pergi.

Aldi meneguk kopi dinginnya. Rasanya pahit. Tapi bukan itu yang membuatnya takut.

Ini bukan cuma soal saham. Bukan cuma gosip internet.

Ini terasa seperti kehancuran perlahan.

 

Rumah Sakit — Kamar Rawat Laras

Laras duduk termenung di pinggir ranjangnya. Siaran berita pagi menyala pelan dari TV kecil di sudut ruangan. Ia tak benar-benar memperhatikan, tapi kalimat-kalimat itu menancap ke dalam hati.

“...dalam dua hari terakhir, saham Wijaya Corp anjlok hampir 20 persen setelah kabar mengejutkan bahwa keluarga pengusaha itu mengambil menantu dari kalangan bawah. Media sosial heboh—dan tekanan dari keluarga Lim disebut sebagai salah satu faktor utama..."

Laras meremas ujung selimut.

Ia merasa mual—bukan karena sakit, tapi karena kenyataan yang perlahan merembes ke dalam pikirannya.

Semua ini… bermula karena kejadian itu.

Ia memejamkan mata, bayangan saat Arka berdiri di ambang pintu kembali hadir. Dingin, menyeramkan dan brutal. Tapi ia datang. Ia peduli.

Tangannya menyentuh perutnya sendiri.

“Arka…” bisiknya. “Apa yang sebenarnya sedang terjadi di luar sana?”

Pintu diketuk pelan.

Suster masuk membawakan makanan. Tapi Laras tak bergeming. Suster itu menatapnya sebentar, lalu berkata pelan,

“Berita hari ini... menyeramkan ya, Non. Tapi saya percaya... kebaikan pasti bertahan.”

Laras tersenyum tipis. Tapi hatinya gelisah.

Ia mulai sadar bahwa dunia ini terlalu kejam. Mereka yang memiliki kuasa selalu bisa berbuat sesuka hati. Bahkan jika itu salah dan tidak sesuai moral.

Laras menyandarkan tubuhnya ke sandaran ranjang, napasnya berat, pikirannya seperti benang kusut. Tapi saat pintu kamar diketuk dan terbuka perlahan, dua wajah yang sangat ia kenal muncul—Vivi dan Ayu.

“LARAAAAASSS!” Vivi langsung menerjang masuk seolah kamar itu bukan ruang rawat tapi tempat reunian. Ia membawa kantong plastik penuh buah, roti, dan... sekotak tisu wajah.

“Vivi...” Laras nyaris tertawa kecil melihat temannya itu. Ayu mengikut di belakang, lebih tenang, membawa bunga kecil di tangannya.

“Maaf telat datang,” kata Ayu lembut sambil duduk di kursi samping. “Soalnya lagi banyak tugas dari Pak Harto.”

“Iya ih sumpah ya, dosen killer itu kayaknya udah gila deh. Kalo ngasih tugas gak ngotak.” Vivi mendengus kesal. “Enak kamu mah masih absen sakit!” Ia terus saja mengomel sembari meletakkan semua bawaan di meja kecil.

“Gila kamu ngagetin banget... sampai trending loh, tau gak!”

Laras tertawa kecil, tapi matanya sedikit berkaca-kaca.

“Thanks ya... Aku gak nyangka kalian bakal datang.”

“Ih, kamu gak tau aja... Aku udah nahan kangen berapa lama!” ucap Vivi sembari memeluk Laras pelan.

Ayu terkekeh kecil, lalu memegang tangan Laras. “Gimana perasaanmu sekarang?”

Laras terdiam sejenak. “Campur aduk... Jujur aja aku bingung. Semua ini... jadi ribet banget.”

“Ya jelas ribet,” potong Vivi cepat. “Gila aja, tiba-tiba berita di mana-mana. Netizen sekalinya ada yang viral tuh udah kayak zombie!”

Namun tiba-tiba Vivi menatap Laras dengan wajah serius.

“Sekarang beritahu kami, siapa ‘menantu gelandangan' itu? Super hero kamu itu loh...” Ia bertanya sembari bertolak pinggang.

“Dia cowok yang waktu itu kan yang waktu di parkiran?” Ayu ikut-ikutan menggoda.

Laras terdiam. Wajahnya sedikit merona. Tapi kemudian dia perlahan tersenyum.

“Rahasia, wleeee...”

“DASAR PELIT” Vivi berteriak kesal. “Liat aja, detektif Vivi bakal cari tau sendiri, Huh.”

Mereka pun tertawa bersama.

“Eh, tapi... Damian tuh ya,” Vivi melotot sambil menggertakkan gigi. “Kalau aja dia nongol sekarang di depan kita... sumpah ya, udah tak uleni mukanya jadi bakso! Tinggal direbus doang!”

Ayu sampai tersedak tawa.

“Vi, tolong ya... kamu bisa gak sih marah dengan cara normal?”

“Tapi serius!” Bantah Vivi dengan wajah yang masih kesal. “Aku gak nyangka ada orang sebejat itu!”

“Iya... Tapi apapun yang terjadi, kami akan selalu ada buat kamu kok Ras.” Ayu berusaha menghibur. Walau pun sebenarnya dia masih memiliki rasa bersalah atas apa yang menimpa Laras waktu itu.

Laras menahan air matanya. Ia merasa dadanya yang sesak sejak pagi... sedikit longgar.

Dunia luar boleh berubah jadi badai.

Tapi di dalam ruang ini, masih ada matahari yang setia menunggu.

_ _ _

Sementara itu, di sebuah ruangan gelap, jauh dari sorotan media…

Damian Lim duduk di kursi rodanya, hanya diterangi cahaya lampu meja. Satu kakinya dibalut, masih belum pulih sepenuhnya. Di hadapannya, seorang pria bertubuh kurus dengan wajah tak terlihat jelas karena topi dan masker hitam yang menutupi separuh wajahnya.

Damian melempar satu amplop tebal ke meja.

“Nama, lokasi, dan jadwalnya ada di situ,” katanya datar.

Pria bertopeng itu membuka amplop, membaca cepat, lalu mengangguk.

Damian menatapnya tajam.

“Aku akan membayar sisanya setelah pekerjaan kalian selesai. Jadi, pastikan kalian membawa dua orang itu hidup-hidup.”

“Baiklah, aku akan menjamin keberhasilan ini atas nama Burung Gagak.”

Pria itu tak bertanya lagi. Ia berdiri, lalu melangkah pergi.

Tinggal Damian yang tersenyum miring, wajahnya menyeringai meski penuh luka.

“Kalau mereka pikir ini sudah selesai… mereka belum pernah melihat neraka yang sesungguhnya.”

______

Di tiga tempat berbeda, dunia berputar dengan ritme yang sama: sunyi, tegang, dan tak pasti.

Entah di ruang pantri penuh gosip, ruang rawat penuh keraguan, atau ruang gelap penuh rencana jahat —

semuanya sedang menuju titik yang sama.

Titik di mana kebenaran dan kehancuran akan saling berhadapan. Dan tidak semua orang akan keluar tanpa luka.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!