Bagaimana jadinya jika seorang muslimah bertemu dengan mafia yang memiliki banyak sisi gelap?
Ketika dua hati berbeda warna dan bertemu, maka akan terjadi bentrokan. Sama seperti iman suci wanita muslimah asal Indonesia dengan keburukan hati dari monster mafia asal Las Vegas. Pertemuannya dengan Nisa membawa ancaman ke dunia gelap Dom Torricelli.
Apakah warna putih bisa menutupi noda hitam? Atau noda hitam lah yang akan mengotori warna putih tersebut? Begitulah keadaan Nisa saat dia harus menjadi sandera Dom Torricelli atas kesaksiannya yang tidak sengaja melihat pembunuhan yang para monster mafia itu lakukan.
°~°~°~°~°~°~°~°~°~°~°~°~°~°~°~°
Mohon Dukungannya ✧◝(⁰▿⁰)◜✧
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Four, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
LiBaW — BAB 20
PAKSAAN DOM TORICELLI
Nisa mengusap wajahnya tatkala dia menyelesaikan sholat dan do'a nya. Wanita cantik berdarah Asia itu bangkit dari duduknya, saat dia berbalik, betapa terkejutnya Nisa melihat sebuah pakaian baru yang sudah tergeletak rapi di atas ranjang.
Jubah putih panjang beserta hijab dan cardigan berwarna hitam tipis nan panjang, semuanya masih baru. Tentu, semua itu dari baru saja diletakkan oleh Ellie atas perintah Dom.
“Alhamdulillah. Alhamdulillah... ” Meski tidak tersenyum, namun setidaknya Nisa sudah mengucap rasa syukur. Dia akhirnya bisa berganti pakaian baru.
Tok! Tok! Tok! Suara ketukan pintu seketika membuat Nisa segera membukanya dan melihat Ellie si kepala pelayan sudah berdiri di sana. “Tuan Dom sudah menunggu Anda, Nyonya.”
“Menunggu untuk apa?” tanya Nisa penasaran.
“Maaf, saya kurang tahu, Anda bisa tanyakan sendiri nanti.” Jawab Ellie yang memang tidak tahu kenapa Dom menyuruh Nisa untuk bersiap dan menemuinya.
Hendak masuk dan menutup pintu, Nisa kembali memanggil Ellie, lalu tersenyum tipis. “Terima kasih untuk pakaian nya!”
Tentu saja Ellie tersenyum mendengarnya. “Itu dari tuan Dom, saya hanya mengantarkan saja!” balas wanita tua tadi yang akhirnya melangkah pergi, meninggalkan Nisa yang terdiam usai mendengar pemberian tersebut dari Dom.
Pria yang baru saja masuk Islam dan menjadi suaminya itu.
...***...
“Tuan, sepertinya Gerard Sanz sudah menemukan lokasi ini. Pria itu benar-benar menginginkan nyonya Nisa.” Jelas Mike yang saat ini berdiri di dekat Dom yang tengah memandang ke luar jendela sambil meneguk beer.
Oh tentu, meski dia masuk Islam, pria itu belum sepenuhnya bersikap layaknya seorang muslim ataupun menjauhi larangan-larangan Allah. Dia bersyahadat dengan tujuannya tersendiri. Dasar pria aneh.
“Kalau begitu biarkan dia datang. Aku akan membawa Nisa pergi.” Ucap Dom sekali lagi ia meneguk minumannya.
Mike mengernyitkan keningnya penuh tanya. “Saya mengerti. Anda jangan khawatir, saya akan menjaga di sini.” Ucap Mike yang selalu mengerti akan jalan pikiran Dom.
Dom menatap lurus berkerut alis, dia sangat yakin ada sesuatu di dalam diri Nisa, sehingga pria bernama Gerard itu selalu mudah menemuinya. “Fuck him!” umpat Dom meneguk habis minumannya.
“Kita akan pergi ke mana lagi Tuan Dominic?”
Suara Nisa yang mengalun membuat Mike memberikan hormat kepada Dom lalu pergi memberikan ruang untuk kedua orang tadi. Sedangkan pria berkaos hitam bermata silver itu, meletakan gelasnya di atas meja dan berbalik menatap ke arah Nisa.
“Honeymoon! (Bulan madu)!” jawab Dom membuat Nisa berkerut alis.
Sekilas, pria itu memperhatikan Nisa yang saat ini mengenakan pakaian yang dia belikan. Betapa anggun dan cantiknya wanita itu seolah dia benar-benar seperti permen manis yang tertutup rapat.
Nisa hanya melirik sinis dengan napas naik turun yang menandakan bahwa dia menahan rasa kesalnya setiap kali harus berhadapan dengan Dom, suaminya sendiri.
“Ada yang ingin kau katakan?” tanya Dom dengan sengaja.
Nisa yang masih berpaling, kini dia kembali menatap ke Dom. “Nothing! (tidak ada)!” jawab Nisa dengan ketus lalu pergi menjauhinya.
Sementara Dom? Tentu saja pria itu hanya menyeringai kecil, melihat bagaimana reaksi dan sikap istrinya. Dia sendiri tidak menyangka akan menikah dengan wanita muslim.
.
.
.
Tak butuh waktu lama sebelum Gerard datang. Kini Dom dan Nisa sudah pergi, tentu hanya mereka berdua saja yang saat ini menaiki mobil dan melaju di gelapnya malam.
Sementara Mike dan anak buahnya yang lain, mungkin akan menyusul jika Dom yang memerintahkan. Namun saat ini, pria itu membawa Nisa pergi untuk mengetes saja, apakah benar tebakannya bahwa ada sesuatu di dalam tubuh Nisa.
“Kita akan ke mana?” tanya Nisa sedikit ketus namun juga merinding saat melihat keadaan jalanan yang sepi.
“Ke suatu tempat yang kotor. Kau akan menyukainya!” jawab Dom yang masih fokus ke depan.
Hingga selang beberapa menit menempuh perjalanan, kini mereka sampai di tempat kotor yang Dom maksudkan. Nisa melihat tidak adanya tempat kotor di sana. Hanya sebuah gudang kecil yang tertutup rapat, namun anehnya, seorang pria menghampiri Dom dan memberikan hormat seperti Mike dan anak buahnya yang lain.
“Sembunyikan mobilku dan pergi dari sini.” Pinta pria gagah itu kepada anak buahnya yang mengangguk.
Nisa masih berkerut alis melihat anak buah Dom Toricelli yang sangat menghormatinya, bahkan rela mengorbankan nyawa demi bosnya.
“Masuklah.” Pinta Dom yang kini menoleh ke Nisa dan menyuruhnya untuk masuk lebih dulu.
Sedikit ragu, namun wanita itu menurutinya dan segera masuk ke tempat tersebut. Tercengang saat melihat isi di dalamnya yang terlihat jelas tidak ada siapapun di sana, meski keadaan tempat itu sangat rapi bergaya vintage.
“Kenapa kita kemari? Aku yakin kau memiliki alasan lain.” Ucap Nisa menatap ke arah Dom yang baru saja duduk di sofa singel sambil bertopang pipi menatap tegas ke Nisa.
“Menunggu seseorang.” Jawab Dom.
“Allah... Allah... ” Lirih Nisa berpaling malas.
Wanita itu menatap tajam dan benar-benar ingin meluapkan emosinya. Hingga akhirnya Nisa memilih menjauh dan duduk di kursi lain yang dekat dengan meja panjang nan lebar, namun dia duduk menyamping sehingga Dom tidak sepenuhnya dapat melihat wajahnya.
Pria itu masih memandanginya tanpa henti dan itu membuat Nisa risih.
“Kenapa kau tidak kembali ke negara mu, jika di sini kau tidak aman?” tanya Dom dengan dingin.
“Kau tidak tahu yang namanya melindungi orang yang kita sayangi. Karena kau salah satu orang yang membuat orang lain tidak merasa aman.” Jawab Nisa yang hanya menoleh ke kanan.
Pria itu masih menatapnya dan mendengarkannya, dia tahu ucapan itu sangat menyindir. Jika Nisa wanita lain, maka Dom langsung membalasnya dengan nyawa. Namun dia tidak melakukannya kepada Nisa dan malah menikmati setiap perdebatan itu.
“Kau benar. Seseorang selalu menilai orang lain dari apa yang dia lihat, bukan dari balik layarnya.” Balas Dom yang beranjak dari duduknya, berjalan menghampiri Nisa yang juga ikut berdiri menatap penuh waspada ketika suaminya mendekati nya.
“Buka pakaian mu, semuanya.” Pinta Dom yang kini berdiri di depan Nisa.
“Apa? Untuk apa aku membuka pakaian ku, jangan coba-coba menyentuhku.” Tolak Nisa yang tak segan menunjuk ke arah Dom.
Seketika pria itu meraih pergelangan tangan Nisa yang sempat menunjuk nya tadi dan menariknya lebih dekat. “Aku suamimu, dan aku memiliki hak atas istriku. Apa itu salah?” tegas Dom langsung membuat Nisa terdiam tak bisa berkata-kata.
Ya! Dia seorang wanita yang berhijrah di jalan Allah, yang artinya dia tak mungkin melupakan kewajiban seorang istri. Namun dengan Dom???
Seperti menahan air mata dan amarahnya, Nisa hanya diam saat pria itu sendiri lah yang melepaskan hijab hingga jubah yang ia kenakan.
“I hate you. (Aku membencimu).” Ucap Nisa dengan suara gemetar.
“I know.” Balas Dom yang benar-benar melucuti nya dan hanya menyisakan bra juga CD. Tentu saja Nisa menutup mata saat dia merasakan tubuh polosnya yang kini dilihat langsung oleh Dom.
Entah apa yang pria itu lakukan? Namun saat ini Dom menggerakkan kedua tangan Nisa agar terlentang, lalu membelainya lembut dari ujung ke ujung. Membelai leher jenjangnya hingga ke tulang selangka.
Napas Nisa memburu, pria itu itu dapat melihat ketegangan di dalam tubuh Nisa saat ini. Tak sesekali Dom memperhatikan wajah Nisa yang nampak menahan sesuatu.
Pria itu menyentuh pinggang Nisa dan memutarnya hingga berdiri membelakanginya. Saat tangan Dom menyibak rambut panjang Nisa ke kiri, lalu ia kembali meraba punggung dan pundak polos Nisa.
“Santai saja.” Ujar Dom yang tiba-tiba menekan punggung Nisa sampai wanita itu tengkurap di atas meja dengan bibir terbuka menahan dirinya saat sentuhan Dom masih aktif di punggungnya, seolah pria itu tengah mencari sesuatu.
Tepat menyentuh di area tengkuk bawah, pria itu mengeluarkan pisau yang sejak tadi dia selipkan, lalu menggores kulit Nisa hingga berdarah dan mengeluarkan sebuah benda berbentuk oval nan pipih warna hitam.
Ya! sebuah cip!