NovelToon NovelToon
Kapten Merlin Sang Penakluk

Kapten Merlin Sang Penakluk

Status: sedang berlangsung
Genre:Action
Popularitas:421
Nilai: 5
Nama Author: aldi malin

seorang kapten polisi yang memberantas kejahatan

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon aldi malin, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

kesepakatan rahasia

Kantor Sektor Kepolisian Jakarta Pusat – Ruang Komandan

Tania menatap peta besar yang terbentang di dinding. Garis-garis merah, titik-titik markah, dan kode operasi tersebar di berbagai lokasi sekitar Jakarta. Laporan dari Interpol masuk hampir tiap jam. Tekanan makin tinggi. Sibayangan masih buron, dan semua mata kini tertuju pada tim Kapten Merlin — atau lebih tepatnya, Tania sebagai komandan pengganti.

Tania (serius, pada tim):

"Kita nggak bisa tunggu lama. Interpol mendesak. Persembunyian Sibayangan harus segera ditemukan sebelum korban berikutnya jatuh."

Analis Intel:

"Bu, jaringan komunikasi mereka sangat tertutup. Kami cuma bisa lacak satu sinyal mencurigakan... lokasi sekitar pelabuhan tua, tapi belum ada visual."

Tania berdiri, merapikan jaket hitamnya yang selalu ia pakai dalam misi penyamaran.

Tania:

"Aku akan turun langsung ke lapangan. Jangan beri tahu siapa pun kecuali unit dalam. Musuh kita bukan orang biasa. Dan kalau ini benar-benar Sibayangan... dia pasti sudah tahu kita mengintainya."

Wakil Komandan:

"Tapi Bu, anda komandan. Ini terlalu berisiko—"

Tania (memotong):

"Justru karena aku komandan. Aku yang paling ngerti pola mereka. Dan aku pernah satu misi dengan Aina. Aku tahu bagaimana mereka berpikir."

Ia menatap kaca jendela ruangannya. Di luar, lalu lintas Jakarta tetap seperti biasa—ramai, bising, seolah tak tahu bahwa bahaya besar sedang merayap diam-diam.

Tania (dalam hati):

"Aku janji, Na... aku akan jaga posisimu, dan lindungi keluargamu. Kali ini, si bayangan nggak akan bisa lolos lagi."

Tiga Hari Setelah Keputusan Tania Menyamar

Lokasi tak dikenal – Sebuah warung kopi kecil di pinggiran pelabuhan lama

Tidak ada yang mengenali wanita berjaket kulit itu. Rambutnya kini dipotong sebahu, wajahnya tertutup masker dan topi lusuh. Di tangannya ada buku catatan kecil, seolah dia hanya penulis atau wartawan keliling. Tapi di balik jaketnya, pistol kecil terselip rapi.

Itulah Tania.

Ia sengaja menghilang dari Sektor Jakarta Timur. Komputernya dibersihkan. Data pribadinya disamarkan. Bahkan jejak digitalnya diputus oleh tim rahasia yang dulu bekerja sama dengan Aina. Ia tahu, mata-mata Sibayangan bisa saja menyusup hingga ke ruang rapat pimpinan kepolisian.

Tania (dalam hati):

"Kalau mereka tahu aku masih komandan, informan kita bisa terbunuh duluan. Aku harus jadi orang lain sekarang."

Di warung itu, ia duduk dekat pelabuhan, mengamati kapal-kapal kecil yang hilir mudik. Seorang pria paruh baya menghampirinya, mengenakan seragam seperti penjaga pelabuhan.

Penjaga (pelan):

"Nama samaran, Bu?"

Tania:

"Laras."

Penjaga:

"Informan bilang, seseorang dari jaringan Sibayangan akan muncul malam ini. Di gudang nomor 17. Tapi hati-hati... mereka juga sedang cari seseorang."

Tania (menatap tajam):

"Aku tahu. Dan biar mereka tahu... kali ini, kita yang memburu."

Langkah kaki Reno terasa semakin berat. Ia merasa seperti diawasi sejak meninggalkan toko perlengkapan komunikasi rahasia. Tapi bukan karena identitas Tania telah terbongkar—melainkan karena gerakan tim Kapten Merlin terlalu tenang akhir-akhir ini. Dan itu membuat musuh curiga.

Reno (dalam hati):

"Mereka belum tahu. Tapi mereka mengintai. Dan itu lebih berbahaya."

Ia mempercepat langkah, mencoba menjaga ritme agar tidak panik. Di kaca spion mobil yang terparkir, ia menangkap bayangan seseorang yang tetap menjaga jarak.

Reno mengirim pesan cepat lewat ponsel rahasianya:

> "Tim kita sedang dipantau. Belum terbongkar soal pengganti Kapten. Tapi mereka curiga ada pergerakan. Tetap tenang. Jangan tinggalkan jejak. -Reno"

---

Di sisi lain – Markas penyamaran Tania

Tania (yang sekarang menyamar dengan nama Laras), sedang mendengarkan rekaman interogasi Komandan Zen. Fokusnya terhenti saat pesan dari Reno masuk.

Tania membaca pesannya:

"Mereka mulai mengawasi. Tapi identitasmu belum terdeteksi. Kamu harus tetap menyamar sampai Aina kembali sepenuhnya."

Ia menutup laptopnya dan bergegas ke ruang rahasia.

Tania (berpikir):

"Selama mereka belum tahu, aku masih punya satu langkah di depan. Tapi aku harus bergerak cepat sebelum Si Bayangan menyatukan semua potongannya."

Malam di Jakarta menyimpan ribuan rahasia. Di antara cahaya lampu jalan yang temaram dan aroma aspal basah karena gerimis, seorang pria bertudung hitam berdiri di balik pohon besar tak jauh dari restoran seafood milik Dika.

Wajahnya tertutup masker kain lusuh. Matanya tajam mengamati. Ia adalah Frenki, salah satu tangan kanan Chen yang telah lama tidak muncul ke permukaan. Namun malam itu, bukan tugas yang membuatnya mengintai. Ada sesuatu yang mulai berubah dalam dirinya. Sebuah keraguan. Sebuah rasa bersalah yang mulai merayap.

Restoran itu tampak ramai siang tadi, tapi malam ini sunyi. Hanya lampu gantung di teras depan yang masih menyala. Frenki menunduk sejenak saat melihat sosok kecil keluar dari rumah sebelah—Laila, anak perempuan yang pernah ia lihat dalam sebuah foto. Entah kenapa, dadanya terasa sesak. Bukan karena anak itu, tapi karena masa lalunya sendiri.

Di rumah itu juga tinggal Kapten Merlin, wanita yang paling dicari oleh komplotan Chen. Frenki tahu betul, tempat itu sekarang jadi pusat pengawasan. Tapi ada sesuatu yang membuatnya tak bisa pergi. Sebuah perasaan ganjil… seperti ingin memastikan sesuatu. Atau seseorang.

Malam terasa hangat di kediaman Aina dan Dika. Tawa kecil Laila menggema di ruang tengah, ia baru saja selesai membantu Aina menghias baju bayi yang akan segera lahir. Aina duduk di kursi empuk dekat jendela, tangannya membelai perutnya yang semakin membesar.

“Ayah pasti senang lihat ini nanti, ya, Bunda?” kata Laila sambil menunjukkan baju kecil bertuliskan ‘My Hero Dad’.

Aina tersenyum hangat. “Pasti, Sayang. Ayahmu akan makin semangat pulang kalau lihat ini.”

Tiba-tiba... “PRANGG!”

Sebuah suara pecah membuat mereka terdiam. Aina reflek berdiri sambil memegang perutnya. Mereka menoleh ke arah suara itu—bingkai foto pernikahan Aina dan Dika yang tergantung di dinding ruang tamu, kini tergeletak di lantai, kacanya pecah berkeping-keping.

Laila menjerit kecil, “Bunda! Itu foto bunda dan ayah!”

Aina menatap foto itu lekat-lekat. Ada rasa tidak enak yang merambat dari dada ke tengkuknya. Ia menarik napas dalam-dalam.

“Ini... bukan angin biasa,” gumam Aina, lebih kepada dirinya sendiri.

“Kenapa bisa jatuh padahal tadi aman banget?” tanya Laila, masih bingung.

Aina tak menjawab. Wajahnya menegang. Dalam hatinya, ia tahu... sesuatu sedang bergerak dalam bayang-bayang. Dan ini bukan sekadar kebetulan.

“Ya Allah… lindungi dia,” bisiknya lirih, menatap foto pernikahannya yang retak seperti firasat yang mencoba berbicara.

Dika baru saja memarkir motornya ketika pintu rumah terbuka cepat. Aina berdiri di ambang pintu, wajahnya tegang. Tanpa berkata apa-apa, ia langsung memeluk Dika erat—pelukannya tidak seperti biasanya, penuh kecemasan dan rasa takut yang tertahan.

“Jangan tinggalkan kami...” bisik Aina, suaranya serak menahan tangis.

Dika mengelus punggung istrinya pelan. “Ada apa, Sayang?”

Aina melepaskan pelukan perlahan, menatap mata suaminya. “Tadi foto pernikahan kita jatuh. Kacanya pecah. Aku takut itu pertanda buruk. Aku mohon... tunda dulu tugas ini sampai aku melahirkan. Aku butuh kamu di sini.”

Dika tersenyum lemah, lalu menyentuh pipi istrinya yang mulai basah. “Sayang, aku ngerti perasaan kamu. Tapi ini penting... Komplotan Chen dan si Bayangan bisa bergerak kapan saja. Tapi kamu tenang, Tania udah dapet informasi penting. Kita sudah selangkah lebih maju.”

Aina menunduk, memegangi perutnya. “Aku cuma takut... kejadian dulu terulang lagi.”

Dika mencium kening Aina dan menggenggam tangannya. “Aku janji... aku akan baik-baik saja. Aku akan pulang. Untuk kamu, untuk bayi kita, dan untuk Laila.”

Aina menarik napas dalam-dalam, mencoba menenangkan diri. Dalam hatinya, ia tahu, Dika tak mungkin sepenuhnya mundur. Tapi ia berharap... kali ini tak ada air mata yang jatuh karena kehilangan.

Saat kehangatan keluarga kecil itu menyelimuti ruang tamu, di luar sana, seorang pria bertopi hitam berdiri diam di balik pohon mangga tua yang tumbuh di samping pagar rumah.

Matanya tajam, menembus gelap malam. Di tangan kirinya, sebuah kamera kecil dengan lensa jarak jauh mengintip ke jendela rumah Dika. Sementara tangan kanannya menggenggam ponsel yang baru saja mengirim satu foto—gambar Dika dan Aina berpelukan.

“Target masih lengkap. Anak pun ada di dalam,” gumamnya pelan, nyaris tak terdengar. Ia mengenakan masker kain hitam dan hoodie yang menutupi sebagian wajahnya. Di sakunya, terdapat alat pelacak kecil.

Ia mundur perlahan, menyelinap ke dalam mobil yang diparkir di ujung gang. Mesin mobil menyala tanpa suara. Dalam kegelapan, mobil itu meluncur pergi... meninggalkan misteri siapa yang mengawasi, dan apa tujuannya.

1
aldi malin
terima kasih semoga ikutin episode berikutnya
Lalula09
Dahsyat, author kita hebat banget bikin cerita yang fresh!
うacacia╰︶
Aku sangat penasaran! Kapan Thor akan update lagi?
aldi malin: oke ...dintunggu ya
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!