Resta adalah seorang pemimpin sekaligus pemilik salah satu perusahaan percetakan terbesar di kota Jakarta. Memiliki seorang kekasih yang sangat posesif, membuat Resta harus mengganti sekretarisnya sesuai kriteria yang diinginkan sang kekasih. Tidak terlihat menarik, dan tidak berpenampilan menggoda, serta berpakaian serba longgar, itu adalah kriteria sekretaris yang diinginkan kekasihnya dalam mendampingi pekerjaan Resta.
Seorang gadis berpenampilan culun bernama Widi Naraya hadir, Resta menganggapnya cocok dan sesuai dengan kriteria yang diinginkan kekasihnya. Hari-hari yang mereka lalui berjalan dengan aman dan profesional, sebagai bos dan sekretaris. Sampai ada satu hal yang baru Resta ketahui tentang Aya, dan hal itu berhasil membuat Resta merasa terjebak.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon RizkiTa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Terlanjur basah
Untuk pertama kalinya, mereka berada di dalam satu mobil yang sama. Aya diam dan matanya fokus menatap jalanan sambil memeluk map di dadanya yang berisi berkas-berkas pekerjaan mereka. Rintik hujan mulai terlihat di balik kaca mobil, sudah tidak asing lagi jika di penghujung tahun seperti ini hujan mengguyur setiap waktu. Hening. Bahkan Resta tidak menyetel musik di dalam mobil mahalnya itu.
“Tempatnya beneran di restoran palm court?”
“Sesuai jadwal sih iya Pak. Barusan udah saya konfirmasi lagi kok sama manajer WO nya,” jelas Aya.
Resta mengangguk. Lalu melirik ke arah Aya sekilas. “Kamu… nyaman dengan penampilan kamu yang seperti itu?”
Aya menelan salivanya kasar. Panik dan khawatir, apa maksud pertanyaan lelaki di sampingnya, apa dia sudah ketahuan? tidak mungkin.
“Oh, penampilan saya sehari-harinya memang begini Pak. Ya nyaman-nyaman aja, nggak ada masalah.” Aya tertawa kaku, untuk menyempurnakan jawabannya.
“Hm masalahnya, kita akan ketemu calon klien sebentar lagi, kamu nggak mau dandan?” Resta tertawa kemudian, dia hanya merasa geli telah tertipu dengan penampilan Aya. Tapi juga merasa kasihan dengan wanita itu. Saat ini Resta hanya mencoba mengusiknya, siapa tahu Aya terpengaruh.
“Nggak, saya nggak suka dandan, Pak Resta malu, bawa sekretaris jelek kayak saya?” sahut Aya cepat sekaligus menyindir.
“Kalau malu, saya nggak akan ajak kamu.” Resta ingin sekali mengungkap bahwa dia sudah mengetahui juga melihat bentuk dan sisi lain dari seorang Widi Naraya, meski itu masih di dalam sebuah visual di dalam ponselnya. Cantik, seksi dan menantang. Itu lah yang ada di dalam pikiran Resta.
“Ehm Pak, bisa cepat nggak? sebentar lagi jam sebelas.” pinta Aya. Selain memang takut terlambat, dia juga sedang mencoba mengalihkan pembicaraan, mengganti topik.
“Ini udah cepat, kamu kan tau di depan sana macet. Kamu mau saya nabrak mobil di depan?”
“Bukan begitu Pak.” sangkal Aya. “Ya mengemudi dengan cepat, tapi pakai logika juga.”
“Jadi maksud kamu, saya nggak pakai akal?”
“Eh, enggak, bukan itu Pak. Salah terus ya ucapan saya.” Aya diam setelahnya, berpura-pura sibuk dengan ponsel dan kebetulan dia menerima sebuah pesan.
Maafkan kami, akan terlambar sekitar setengah jam. Ada sedikit kendala saat menuju ke sana.
Aya menerima pesan dari manajer WO yang akan mereka temui hari ini. “Pak, mereka bakalan telat setengah jam katanya, ada kendala di jalan,” jelas Aya.
“Ya udah kalau begitu, kita bisa sedikit santai.”
Aya mengangguk. Setelahnya, tak banyak lagi percakapan di antara mereka sampai di tempat tujuan.
“Mereka belum sampai, Pak,” ucap Aya, melihat Resta hendak keluar setelah memarkirkan mobilnya di pelataran parkir restoran.
“Ya masuk duluan kan nggak masalah, saya mau makan, lapar.” tegas lelaki itu, langsung turun dari mobil tanpa menunggu Aya.
Dia mau makan? terus aku? nggak ada kata-kata ajakan, ayo turun atau kita makan. Nggak ada ajakan begitu. Berarti, aku tetap di sini kan? oke aman.
Aya bergumam dalam hati, membuka sabuk pengaman dan kembali menyandarkan tubuhnya.
Resta sudah melangkah jauh dari mobilnya sekitar sepuluh meter, dia menoleh ke belakang, melihat tidak ada tanda-tanda pergerakan dari sekretarisnya, dia pun kembali mendekat.
tok tok tok. Ketukan pada kaca mobil di sisi Aya terdengar tegas dan jelas sebanyak tiga kali.
Aya membuka pintu, “Ada apa, Pak?”
“Kamu ngapain?”
“Duduk,” sahut Aya santai.
“Saya tau kamu duduk, maksudnya, apa yang kamu kerjakan sampai nggak keluar dari mobil?”
“Bapak nggak ngajak saya, ya saya di sini aja.” keluh wanita itu.
“Ya ampun Aya, jangan kayak anak TK yang semuanya harus diperjelas, cepat turun, sebelum hujannya deras!” titah Resta, menggeram kesal.
Lelaki itu berdiri tegak meletakkan kedua tangannya di dalam saku celana, sambil menunggu Aya.
“Bentar Pak, saya harus lindungi ini supaya nggak basah.” Aya memasukkan map yang sedang dipegangnya ke dalam blousenya yang supe longgar itu.
Resta tertawa melihat tingkah gadis itu. “Itu mapnya kan berbahan plastik, waterproof, nggak akan kenapa-kenapa kalau kena air.
“Tapi tetap aja Pak, saya ragu kalau basah bisa repot urusannya. Bapak sih mobilnya aja yang mewah, tapi nggak punya payung.” protes wanita itu. Aya sudah keluar dari mobil.
“Siapa bilang saya nggak punya payung?” Resta membuka mobilnya di bagian belakang.
“Nggak usah diambil pak, kita udah terlanjur basah juga, yuk.” Aya berjalan duluan, meninggalkan Resta. Gadis itu juga setengah berlari karena rintik hujan semakin terasa.
Kenapa jadi dia yang ninggalin gue? Resta menggerutu dalam hatinya, sambil mengulas senyum tipis.
☺️
sehat selalu yaa thor, selalu ciptain karya² yg luar biasa ❤️