perjuangan seorang pemuda untuk menjadi lebih kuat demi meneruskan wasiat seorang pendekar terdahulu.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon kelana syair( BE), isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 22 bulan merah dan suasana malam yang mencekam
"Barata kenapa ayah ku belum sadar juga! " tanya Sari Ningrum dengan wajah cemas.
Barata kemudian memeriksa Darsiman yang terbaring lemas di tempat tidurnya. Ia tidak merasakan ada hawa aneh seperti tadi.
"Sebenarnya ayah ku itu sakit apa Barata, sudah banyak tabib yang aku datangkan tapi tak kunjung juga bisa menyembuhkannya.? " Tanya Ningrum ingin mendengar penjelasan dari Barata.
"Ayah mu tidaklah sakit Ningrum, dia hanya kerasukan kekuatan gaib yang datang dari luar, tapi pengaruh gaib itu sudah aku dan Andini keluar kan.Kau tenang saja Ningrum ,ayah mu tidak apa-apa saat ini, dia hanya kelelahan karena tenaganya terkuras habis." kata Barata menerangkan. Setelah berkata seperti itu ,ia kemudian memberikan pil kepada Darsiman.
"Lalu kapan ayah ku akan bangun Barata, aku sangat cemas. " kata Ningrum, sambil menatap muka ayahnya yang masih pucat.
"Besok pagi, ayah mu akan bangun dengan badan segar kembali seperti semula, tidak ada yang perlu kau cemaskan. Sebaiknya kita keluar supaya tidak menganggu ayah mu. " ucap Barata memberikan saran.
Ningrum pun mengangguk dengan kecemasan masih tergambar di wajahnya.Ia pun segera keluar dari kamar bersama Barata.Mereka berdua kemudian menuju ke ruang tamu dan duduk di sana. Tidak lupa Ningrum juga menyuruh dua orang penjaga untuk menguburkan dua orang tabib yang tewas di kamar tadi.
"Sudah dua kali aku berhutang budi pada mu Barata, kau telah menyelamatkan aku dan ayah ku." ucap Ningrum, Ia merasa Barata adalah pemuda yang luar biasa. Selain tampan ilmunya pun cukup tinggi.
Barata tersenyum tipis mendengar kata-kata Ningrum."Aku rasa ini sudah kehendak dewata hingga aku sampai disini Ningrum ,jadi kau tidak perlu untuk merasa berhutang apa apa pada ku.Hari ini aku membantu mu dan mungkin suatu saat nanti aku juga butuh bantuan mu. Aku kira masalah hutang budi tidak perlu di permasalahkan" jawab Barata, seraya meneguk minumannya.
Ningrum kagum dengan cara berfikir Barata yang matang dan sarat makna itu.
"Kapan pun kau butuh bantuan ku, jangan segan-segan untuk menemui ku Barata, harta kekayaan ayah ku bahkan nyawa ku pun tidak masalah jika untuk membantu mu. " ucap Ningrum bersungguh-sungguh.
"Aku hargai niat baik mu Ningrum." ucap Barata sambil tersenyum.
"Lalu bagaimana dengan keadaan Andini, Barata.Apakah gadis kecil itu baik-baik saja? " tanya Ningrum, merasa tidak enak jika sampai terjadi sesuatu padanya.
"Soal Andini, kau pun tidak perlu cemas. Anak itu baik-baik saja tak perlu ada yang di khawatir." jawab Barata seraya seraya berdiri, memandang ke arah jendela.
"Baguslah kalau begitu, aku tenang mendengarnya. " sahut Ningrum.
"Ningrum aku mau keluar dulu untuk mencari angin sekaligus melepas lelah." ucap Barata.
"Baiklah aku akan menyuruh bibi Latri untuk segera menyiapkan makan malam untuk kita."ucap Ningrum lalu masuk kedalam.
Hari pun semakin gelap, lampu obor dari bambu terlihat menyala di sepanjang jalan desa Rejosari.Bunyi suara kodok dan jangkrik pun mulai terdengar bersahut-sahutan. Tak berselang lama bulan pun muncul di sebelah barat. Namun warna bulan malam itu tidak putih pada biasanya melainkan merah, semerah darah.(bulan merah adalah gerhana bulan total namun masa itu orang tidak mengenal istilah gerhana)
"Celaka bulan merah muncul.. " teriak seorang warga desa dengan keras sampai terdengar jauh.
"Apa... bulan merah muncul lagi... " gumam seorang warga dari dalam rumah tampak terkejut.
"Nyai jaga anak kita, jangan sampai keluar malam ini karena ada bulan merah." kata seorang bapak-bapak dengan suara panik.
Penduduk Desa Rejosari sangat takut dengan kemunculan bulan merah pada malam itu.Karena kemunculannya biasanya di barengi dengan munculanya dua sosok mahluk hitam yang menculik anak-anak mereka.Oleh sebab itu mereka semua ketakutan setengah mati dan menjaga anak-anak mereka sebisa mungkin.
Rasa cemas dan khawatir terlihat jelas di wajah para penjaga rumah Ningrum.Bagi mereka kemunculan bulan merah adalah bencana yang mengerikan.Dua orang penjaga yang saat itu mendapatkan giliran jaga di luar tampak gusar dan cemas dengan suasana malam itu.
"Sarpo sungguh sial kita malam ini,mengapa mesti kita yang mendapatkan jatah nberjaga di luar, " ucap seorang penjaga yang bernama Dadang.
"Kau benar kakang, seandainya aku tahu malam ini bulan merah muncul ,aku tidak sudi berjaga di luar mendingan aku tidur di rumah" jawab Sarpo menyesali nasibnya.
Dadang menghela nafas berat , ia tidak tahu apakah akan baik-baik saja malam ini nasibnya.
"Kita hanya berharap tidak terjadi apa-apa malam ini pada kita" sahut Dadang.
Barata yang saat itu sedang berbaring di kursi panjang di bawah pohon segera bangkit ,dirinya merasa tertarik mendengar perbincangan mereka .Ia pun bergegas menghampiri dua penjaga itu.
"Kenapa tuan-tuan sangat ketakutan dengan bulan merah, apakah akan terjadi sesuatu malam nanti? " tanya Barata ingin tahu.
Dua penjaga itu merasa terkejut dengan kehadiran Barata yang tiba-tiba itu.
"Tuan ini mengagetkan kami saja, apan tuan tidak tahu kalau kemunculan bulan merah itu pertanda munculnya dua sosok yang akan melakukan penculikan dan pembunuhan. " ucap Sarpo .
Barata menggelengkan kepalanya, "Aku bukan orang sini jadi aku tidak tahu tuan, kalau tuan mau bercerita aku bersedia untuk mendengarkannya. "jawab Barata.
"Kalau tuan ingin tahu yang terjadi di desa ini beberapa tahun silam, baiklah akan kami ceritakan, " ucap Sarpo seraya memasang wajah serius.
"Beberapa tahun silam desa ini pernah kedatangan dua mahluk hitam yang melakukan pembunuhan dan penculikan.Namun sasaran utamanya adalah menculik anak-anak yang masih di bawah umur. Kejadian itu bertepatan pada saat munculnya bulan merah seperti pada malam ini."kata Sarpo menghentikan ceritanya.
"Apakah ada yang tahu dari mana kedua mahluk itu berasal dan seperti apa wujudnya?" tanya Barata.
"Menurut orang-orang kedua mahluk itu berasal dari bukit yang ada di sebalah utara desa ini tuan. Mengenai bentuk dan rupa mahluk itu belum pernah ada orang yang melihatnya, namun kalau suaranya menurut orang yang pernah mendengar.Suara mahluk itu seperti suara orang tua " jawab Sarpo, bercerita tapi tubuhnya merasa merinding.
Barata mengerutkan keningnya, mendengar penuturan dari penjaga itu.Ia merasa semakin tertarik untuk menyelidikinya mahluk apa yang membuat gempar Desa Rejosari sebenarnya.
"Kapan mahluk itu muncul kira-kira? " tanya Barata.
"Biasanya tengah malam atau lewat tengah malam tuan. " ucap Dadang yang dari tadi hanya menyimak.
"Tuan, harus jaga adik tuan.Jangan sampai diculik mahluk itu" pesan Sarpo menganggap Andini adalah adiknya Barata.
"Tentu tuan, kalau begitu aku permisi dulu, jika nanti mahluk itu datang tuan bisa memberikan tanda supaya aku bisa tahu, " ucap Barata lalu melangkah pergi.
"iya tuan. " sahut Sarpo dan Dadang.
Barata kemudian masuk kedalam rumah untuk melihat keadaan Andini. Sementara di dalam rumah Ningrum sudah menunggunya dengan rasa cemas mengetahui malam ini bulan merah muncul.
Saat Barata sampai di dalam ia mendapati Sari Ningrum sedang memeluk dengan erat pedangnya. "Kau takut dengan kemunculan bulan merah, Ningrum? " tanya Barata .
Ningrum mengangguk tidak bisa berbohong tidak dirinya tidak takut.
"Jadi kau sudah tahu cerita tentang kejadian di desa ini Barata? " tanya Ningrum.
"Begitulah, barusan aku mendengar cerita dari penjaga didepan,tentang peristiwa yang telah terjadi di desa ini.Akibat dari kemunculan bulan merah itu. " ucap Barata dengan suara datar .
"Kau harus menjaga Andini baik-baik Barata, aku khawatir dia menjadi sasaran mahluk itu. " ucap Ningrum memberikan saran.
"Malam ini aku akan berjaga di luar, Ningrum aku titipkan Andini pada mu. " ucap Barata setelah itu , ia masuk melihat Andini.
"Baik Barata akan aku suruh beberapa penjaga untuk menjaganya." jawab Ningrum.
Malam pun semakin larut, para penduduk desa pun sudah tidak terdengar lagi suaranya.Di depan rumah para pengawal membuat api unggun kecil untuk menghangatkan badan mereka.Dan sebagian lagi melakukan pemeriksaan. Sedangkan Barata duduk di atap rumah mengawasi dari atas memantau keadaan desa.
.
mksh atas sajian ceritanya Thor