Berawal dari seorang CEO yang tengah melakukan perjalanan bisnis bersama sang sekertaris Jane Audrey ke sebuah kota. Akibat pengaruh minuman beralkohol yang ia minum saat rapat bersama klien. Membuatnya memaksa Jane melayani nafsu bejatnya. Hingga berujung pada kehamilan. Karena takut dicoret dari daftar silsilah keluarga, Aldrich Barayeve segera memecat gadis itu, dan mengirimnya ke luar negeri melalui orang bayarannya.
Tujuh tahun berselang, Jane menjadi single parent bagi putranya, hidup dengan damai. Namun konflik cinta serta dendam dari masa lalunya kembali hadir, saat sang putra tanpa sepengetahuannya mendaftar di sebuah Universitas ternama di Jerman, melalui sebuah situs dari laptop yang sering dipergunakan bermain game.
Bocah kecil itu rupanya diam-diam pergi ke kampus untuk berkuliah, saat ibunya bekerja. Kedatangannya di kampus, awalnya mendapat cibiran dari beberapa dosen, karena kegigihannya menunjukkan kemampuan yang dia miliki, Alexander akhirnya di terima menjadi mahasiswa termuda, bahkan dalam hitungan yang sangat singkat, Alexander meraih gelar Cumlaude.
Kabar berita ini membuatnya muncul di perbagai awak media, dan menjadikannya mendadak terkenal. Hingga suatu hari Presiden langsung yang mengirim undangan kepada Alexander dan Jane, agar kembali pulang ke negara asalnya.
Dari sinilah, Alexander bertemu dengan sang ayah, yang telah membuangnya sejak dalam kandungan. Melalui wawancara eksklusif yang dilakukan oleh perusahaan Aldrich di sebuah acara televisi.
Jane akhirnya melarang Alexander menerima tawaran yang diajukan Aldrich sebagai penasehat perusahaan, setelah tahu siapa pemiliknya. Besarnya rasa keingintahuan yang dimiliki bocah ini, akhirnya membuat Jane dan Aldrich bersatu kembali, berkat Alexander.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Vicaldo, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tamasya Bersama
"Alex....! Ayo Sayang, buruan nanti telat!" Teriak Jane dari pintu, yang sudah bersiap bertamasya, pagi itu. Dengan perbekalan yang sudah ia siapkan sejak pagi tadi.
"Mom, Uncle Daren dan Uncle Gor mana?"
Bocah berusia delapan tahun itu bertanya kepada Jane saat baru keluar dari kamarnya.
Jantung Jane seolah berhenti berdetak seketika, "A- a- apa? Uncle Gor?"
Lagi-lagi Jane kembali teringat akan Gordon, pria yang sejak semalam sudah sangat ingin ia temui. Namun entah kenapa pagi itu ia terlihat enggan bertemu, karena ia sangat takut tidak dapat mengontrol perasaannya saat bertemu Gordon. Terutama di depan Daren, sebab Jane sangat tidak ingin menyakiti keduanya.
Lama tertegun dan bengong di depan pintu, tiba-tiba sebuah mobil mewah berhenti di depan apartemen Jane. "Teeet, teeeeet....!"
Dua orang pria tampan tengah duduk di jok depan, dengan Gordon sebagai pengemudi. Dan Daren duduk di samping Gordon.
"Hai Tampan!" Daren meloncat dari pintu mobil yang terbuka atapnya, tersenyum lebar menghampiri Alexander, dan membawa bocah tersebut masuk ke jok belakang. Sementara Jane masih diam mematung, bingung hendak duduk di mana.
"Masuklah!" seru Gordon datar, tanpa menoleh ke arah Jane berdiri. Namun melirik wanita tersebut dari balik kaca mata hitamnya.
"Cantik!" batin Gordon.
Jane terlihat salah tingkah, perlahan ia melangkahkan kakinya mendekati mobil. Namun masih terlihat ragu, hendak masuk di mana.
"Mau sampai kapani mematung di situ?" Sindir Gordon. Teguran Gordon sontak membuat Jane ketakutan dan seketika ia segera masuk dan duduk di bangku belakang bersama Daren dan putranya.
"Bodoh kau Jane. Bukan kah semalam kamu ingin memeluknya dan mengatakan bahwa kamu adalah wanita yang ditolongnya delapan tahun lalu. Tapi kenapa kamu malah duduk di samping Daren. Oh..., Jane sungguh bodohnya dirimu."
Jane duduk di samping Daren dan membatin merutuki kebodohannya yang entah mengapa, tiap kali dihadapkan di depan Gordon, seolah waktu berhenti seketika. Membuatnya gugup dan otaknya berhenti juga untuk berpikir waras.
Gordon hanya menatap dari kaca spion, saat Jane masuk ke dalam. Dalam hatinya terasa sakit, melihat wanita yang dicintainya duduk bersebelahan dengan sang adik, bersama Alexander. Layaknya seperti sebuah keluarga kecil yang bahagia.
Pagi itu Gordon membawa mobilnya menuju sebuah tempat yang sudah ia sewa kemarin. Sebuah perkebunan teh yang luas, dengan vila di dalamnya. Dilengkapi dengan peternakan kuda dan mobil Jeep mini yang dapat dipergunakan untuk mengelilingi kebun teh. Tentunya juga terdapat beberapa wahana seperti kolam pancing, serta fliying fox.
"Horeee....!" Teriak bocah kecil berusia delapan tahun tersebut, kegirangan. Kedua bola matanya berkelana melihat sekeliling perkebunan.
"Waouww....! Indah sekali Uncle!" ucap Alexander menatap sekeliling kagum. Dan bocah kecil ini pun dengan reflek menarik tangan Daren dan mengajaknya berlari dengan senangnya, tertawa lepas bersama. Sementara Gordon yang melihat keakraban keduanya, terlihat cemburu.
"Andai itu aku, aku pasti akan senang sekali," batin Gordon, membuka kaca mata hitamnya, dan berdiri bersender di depan pintu mobil sport warna kuning tersebut.
Untuk mengurangi kecanggungannya di depan Gordon, Jane membuka bagasi belakang dan mengeluarkan perlengkapan serta bekal yang tadi disiapkannya. Awalnya Gordon cuek melihat Jane yang terlihat sibuk mondar-mandir mengangkut barang sendirian, namun hati kecilnya berkata lain. Ia tidak tega melihat wanita yang dicintainya wajahnya dipenuhi keringat.
"Pergilah! biar aku yang membawanya!"
Jane diam menatap Gordon, kemudian berlalu seperti perintah pria tersebut. Membiarkan pria itu membawa barang-barang dari bagasi.
Cuaca yang cerah benderang dengan dihiasi langit warna biru serta awan seputih kapas, menambah keindahan tempat wisata itu. Gordon terlihat sibuk membantu Jane menggelar tikar serta membuka bekal dan menatanya di atas tikar yang digelar di atas rumput nan hijau. Sesekali tangan keduanya bersentuhan tanpa sengaja, bahkan kepala mereka juga terbentur, sehingga sama-sama mengaduh diselingi tawa, mengusap kepala mereka dengan tersipu malu.
Di tempat yang sama, Daren mengajak Alexander belajar berkuda, terlihat canda tawa bahagia keluar dari bibir bocah kecil tersebut. Sesekali bocah itu berteriak gembira sekali. Memanggil Jane dan Gordon.
"Mommy.....! Uncle Gor....!" teriak Alexander.
Tak mau kalah dengan bocah kecil yang kini sudah dianggap sebagai putranya sendiri, Daren juga ikut serta berteriak dan tertawa lepas. Mendengar suara canda tawa sang adik bersama putra Jane, hati Gordon semakin terasa sakit. Namun ia hanya bisa diam menyembunyikan perasaannya tersebut dari Jane. Karena menganggap wanita di sampingnya itu juga mencintai Daren. Padahal sebaliknya, hati dan cinta Jane sudah tertutup untuk satu nama seorang pria yang pernah menolong nya, yaitu Gordon.
****
BERSAMBUNG....
AQ nunggu nya kelamaan
jdi aneh anak jenius ko jadi cinta segi tiga gini ya