Perjalanan hidup Kanaya dari bercerai dengan suaminya.
Lalu ia pergi karena sebuah ancaman, kemudian menikah dengan Rafa yang sudah dianggap adiknya sendiri.
Sosok Angela ternyata mempunyai misi untuk mengambil alih harta kekayaan dari orang tua angkat Kanaya.
Selain itu, ada harta tersembunyi yang diwariskan kepada Kanaya dan juga Nadira, saudara tirinya.
Namun apakah harta yang di maksud itu??
Lalu bagaimana Rafa mempertahankan hubungannya dengan Kanaya?
Dan...
Siapakah ayah dari Alya, putri dari Kanaya, karena Barata bukanlah ayah kandung Alya.
Apakah Kanaya bisa bertemu dengan ayah kandung Alya?
Lika-liku hidup Kanaya sedang diperjuangkan.
Apakah berakhir bahagia?
Ataukah luka?
Ikutilah Novel Ikatan Takdir karya si ciprut
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon si ciprut, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Hasil Penyelidikan
Kepingan-kepingan itu akhirnya tersusun—pelan, menyakitkan, dan tak bisa lagi disangkal.
Di rumah sakit, di antara bunyi monitor dan bau antiseptik, Nadira terjebak di antara sadar dan tidak. Dalam kondisi setengah mimpi, ingatannya sering melompat ke masa lalu—masa yang tak pernah Kanaya ketahui.
Ia teringat ayah mereka.
Seorang pria yang hangat pada Nadira kecil, tapi juga penakut. Lelaki yang mencintai dua perempuan dalam dua kehidupan berbeda. Kepada ibu Nadira, ia datang dengan janji yang tak pernah sepenuhnya ditepati. Kepada ibu Kanaya, ia datang dengan status yang sah dan nama keluarga.
Saat akhirnya ayah mereka memilih pergi dan “merapikan hidupnya”, Nadira dan ibunya ditinggalkan bersama luka dan diam. Tak ada pengakuan. Tak ada nafkah yang cukup. Hanya satu pesan singkat yang terus terngiang di kepala ibu Nadira:
“Maaf. Aku harus memilih yang benar.”
Sejak hari itu, ibu Nadira mengajarkan satu hal pada putrinya:
jangan berharap pada siapa pun.
Sementara itu, Kanaya tumbuh di rumah yang tampak utuh. Ayah yang pendiam, ibu yang tegar. Tak pernah ada cerita tentang perempuan lain. Tak pernah ada nama Nadira. Kebenaran dikubur rapi—demi menjaga sesuatu yang disebut “keluarga”.
Dua anak perempuan.
Satu ayah.
Dua ibu yang berbeda.
Dan dua nasib yang berlawanan.
Kebenaran itu tidak pertama kali sampai ke Barata.
Justru Rafa yang lebih dulu mengetahuinya.
Sahabatnya—yang juga asisten pribadinya—akhirnya kembali dengan wajah serius setelah berminggu-minggu menyelidiki permintaan Rafa: “Cari tahu siapa pasien ICU itu. Dan kenapa namanya terus dikaitkan dengan Kanaya.”
Ia meletakkan map tebal di meja.
“Namanya Nadira Anindya,” kata pria itu pelan. “Dan… dia kakak tiri Kanaya.”
Rafa terdiam.
“Asal-usulnya rumit,” lanjut sang asisten. “Ayah mereka sama. Ibu berbeda. Hubungan itu disembunyikan bertahun-tahun. Nadira sempat membongkar alur dana ilegal—tanpa tahu itu akan menyeret masa lalu ayah mereka. Kecelakaannya… bukan kebetulan.”
Rafa menutup mata sejenak.
“Kanaya belum tahu?” tanyanya.
“Belum. Tapi ada yang berusaha memastikan dia tetap tidak tahu. Angela.”
Nama itu membuat rahang Rafa mengeras.
“Dan satu lagi,” tambah sang asisten. “Secara hukum, Kanaya adalah satu-satunya keluarga dekat Nadira yang masih hidup.”
Kalimat itu jatuh berat di udara.
Artinya, cepat atau lambat, Kanaya akan terseret—bukan oleh kesalahan sendiri, tapi oleh darah yang sama-sama mengalir di tubuhnya dan Nadira.
Rafa menghela napas panjang.
“Kalau Kanaya tahu… dunia yang selama ini ia percaya akan runtuh.”
“Tapi kalau dia tidak tahu,” jawab asistennya, “dia akan terus dimanfaatkan.”
Rafa menatap jendela, ke arah kota yang tak pernah benar-benar tidur.
Di satu tempat, Nadira berjuang hidup dengan masa lalu yang kejam.
Di tempat lain, Kanaya bermimpi tentang saudara yang tak pernah ia kenal.
Dan di antara mereka, ada rahasia yang tak bisa lagi disembunyikan.
***
Kebenaran tentang Kanaya tidak pernah sederhana.
Ia hanya dibuat tampak sederhana—demi keselamatannya sendiri.
Bertahun-tahun lalu, saat Kanaya masih terlalu kecil untuk mengingat apa pun, ayah kandungnya membuat satu keputusan paling berat dalam hidupnya.
Ia menitipkan Kanaya kepada sahabatnya sendiri.
Bukan karena tidak cinta.
Melainkan karena takut.
Saat itu, sang ayah sudah terjebak terlalu dalam dalam pusaran dana ilegal—alur uang gelap yang melibatkan orang-orang besar, nama-nama yang tak bisa disentuh hukum biasa. Awalnya ia hanya perantara. Lalu saksi. Dan akhirnya… ancaman bagi mereka yang berkuasa.
Ancaman itu mulai terasa nyata ketika peringatan datang bertubi-tubi. Mobil diikuti. Telepon sunyi yang tak bersuara. Dan satu pesan pendek yang membuat darahnya membeku:
“Keluargamu adalah pintu masuk kami.”
Malam itu juga, ia membawa Kanaya—masih balita, tertidur di gendongannya—ke rumah sahabat lamanya. Seorang pria sederhana, jauh dari dunia kotor yang kini membelit hidupnya.
“Aku titipkan anakku,” katanya dengan suara bergetar. “Kalau sesuatu terjadi padaku, jangan cari aku. Jangan sebut namaku ke Kanaya.”
Sahabat itu tak banyak bertanya. Ia hanya mengangguk. Ia tahu, semakin sedikit yang ia tahu, semakin aman Kanaya.
Sejak hari itu, identitas Kanaya diputus dari masa lalu ayah kandungnya. Nama diubah. Catatan dipisahkan. Bahkan ibu kandung Kanaya—yang kemudian meninggal dalam diam—tak pernah tahu sepenuhnya alasan di balik keputusan itu.
Kanaya tumbuh dengan keyakinan bahwa ayah yang ia kenal adalah ayahnya sepenuhnya. Ia tidak pernah tahu bahwa pria yang sering berdiri jauh saat ia belajar berjalan, adalah ayah kandungnya—datang hanya untuk memastikan putrinya baik-baik saja, lalu pergi sebelum subuh.
Sementara itu, Nadira tidak pernah dititipkan. Ia tetap bersama ibunya. Tetap berada di jalur bahaya yang sama. Dan kelak, ia harus menanggung akibat dari dosa yang tak pernah ia pilih.
Dua anak perempuan.
Dua keputusan.
Satu dosa yang sama.
Kini, ketika Nadira terbaring di ICU dan Kanaya mulai bermimpi tentang saudara yang tak pernah ia kenal, keputusan lama itu kembali menagih harga.
Ayah mereka mungkin sudah tiada.
Namun jejak dosanya masih hidup—
di alur dana ilegal,
di jaringan yang belum runtuh,
dan di hidup dua perempuan yang akhirnya dipertemukan oleh kebenaran.
Dan seseorang seperti Angela…
tahu persis bagaimana memanfaatkan warisan dosa itu.
Rafa membeku di tempatnya.
Map cokelat di tangannya terasa jauh lebih berat dari isinya. Ardi—sahabat sekaligus asisten pribadinya—baru saja menutup kalimat terakhir dengan suara yang sengaja dipelankan, seolah dinding pun tak boleh mendengarnya.
“Jadi… selama ini Kanaya—” suara Rafa terputus. Ia menarik napas dalam. “Dia dititipkan. Bukan karena dibuang. Tapi karena ayah kandungnya sedang diburu.”
Ardi mengangguk pelan. “Ayahnya terlibat dana ilegal. Bukan otak utama, tapi cukup tahu untuk dianggap berbahaya. Menitipkan Kanaya adalah satu-satunya cara memutus jejak.”
Rafa menatap kosong ke depan. Semua potongan yang selama ini terasa janggal mendadak masuk akal—rasa waspada Kanaya yang berlebihan, ketakutannya pada keramaian tertentu, dan mimpi-mimpi aneh tentang seseorang yang tak pernah ia kenal.
“Dan Nadira?” tanya Rafa lirih.
“Kakak tirinya,” jawab Ardi. “Tidak dititipkan. Tetap hidup di jalur berbahaya itu. Sekarang di ICU karena kecelakaan yang… terlalu rapi.”
Rafa bangkit berdiri, langkahnya mondar-mandir. Tangannya meremas rambut.
“Ya Tuhan… Kanaya sama sekali tidak tahu ini.”
“Justru itu masalahnya,” kata Ardi. “Ada pihak yang sengaja menjaga supaya dia tetap tidak tahu. Angela salah satunya.”
Nama itu membuat Rafa berhenti.
“Angela?” suaranya mengeras.
“Dia tahu hubungan darah Kanaya dan Nadira. Dan dia memanfaatkan kondisi Nadira untuk mengamankan data—dan menahan kebenaran agar Kanaya tidak terlibat.”
Rafa tertawa pendek, tak percaya. “Selama ini… aku pikir masalah Kanaya hanya tentang masa lalu rumah tangganya.”
“Ini jauh lebih besar,” jawab Ardi. “Dan kalau Kanaya sampai muncul ke permukaan sekarang, dia bisa jadi target berikutnya.”
Rafa mengepalkan tangan. Dadanya sesak oleh dua perasaan yang saling bertabrakan—takut dan marah.
“Kenapa aku baru tahu sekarang?” gumamnya.
“Karena ayahnya berhasil,” kata Ardi pelan. “Ia menyelamatkan Kanaya. Tapi konsekuensinya… baru datang sekarang.”
Rafa menatap Ardi dengan sorot mata berbeda—bukan lagi kaget, tapi tegas.
“Kalau begitu,” katanya mantap, “kita yang harus menyelesaikan apa yang gagal ia selesaikan.”
“Termasuk memberi tahu Kanaya?”
Rafa terdiam. Wajah Kanaya terlintas di benaknya—tenang, kuat, tapi rapuh jika diserang dari arah yang salah.
“Belum,” jawabnya akhirnya. “Bukan sekarang. Kebenaran tanpa perlindungan hanya akan melukainya.”
Ia melangkah ke jendela. Malam di luar terasa lebih gelap dari biasanya.
“Ardi,” katanya pelan tapi pasti, “jaga semua ini rapat. Dan pastikan satu hal.”
“Apa?”
“Tak ada seorang pun… yang menyentuh Kanaya lagi.”
Di kejauhan, jarum jam terus bergerak.
Dan tanpa Rafa sadari, waktu untuk bersembunyi hampir habis.
.
.
.
BERSAMBUNG
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
kira2 gmn akhir dari kisah ini
hahh jd anak itu anak siapa alya kok bisa kanya sma barata dan kok bisa alya hamil hadeh kepingan puzel yg bener2 rumit tingkat dewa 🤣🤣🤣🤣
jawaban dr alya anak dia bukan kira2 kasih flash back nya kapan 🤣🤣🤣
jane apa.sih iki 🤣🤣🤣
ini cerita gak tembus retensi, keterlaluan si LUN itu gak bantu promosiin 😤😤😤
ini bukan genre konflik etika, tetapi horor/ misteri