Kisah menakjubkan tentang perpindahan Jiwa seorang Ratu Mafia ke dalam Tubuh seorang Gadis Cupu yang diabaikan dan direndahkan oleh keluarganya.
Gadis Cupu itu terus-menerus dianggap tidak berarti oleh keluarganya.
Namun semua hinaan dan pandangan meremehkan itu tak pernah mampu mematahkan semangat nya.
Penuh Drama yang menegangkan, mari ikuti Perjalanan Hidup Mafia Queen X Gadis Cupu!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon PrinsesAna, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
19
Pagi itu Ara berangkat sekolah seperti biasanya. Sesampainya di sekolah, ia masih menjadi pusat perhatian.
Ara baru saja tiba, suara Manda yang melengking terdengar dari kejauhan, "Araaa, yuhuuu, Manda si cantik membahana datang!" teriaknya keluar dari mobil, membuat semua orang melirik karena suaranya yang nyaring.
Tak lama, giliran Nabila yang tak kalah heboh, "Araaa, Ila si imut datang juga! Yuhuuu, guys!" serunya sambil melambaikan tangan dengan penuh semangat.
Ara hanya bisa menepuk jidat melihat tingkah dua sahabatnya itu.
"Baru pagi udah teriak-teriak, kalian tuh kenapa sih?" ujar Jessika kesal kepada kedua temannya yang menurutnya terlalu ribut.
"Ih, Jess, pagi-pagi tuh gak boleh marah-marah. Harusnya senyum bahagia kayak kami dong, ya kan, Man?" balas Nabila sambil mencari persetujuan dari Manda.
"Betul banget, Bil! Awali pagimu dengan senyuman, bukan amarah," tambah Manda sambil tertawa kecil.
"Gimana mau senyum? Baru pagi aja udah denger suara macan kalian!" omel Jessika yang tampak makin terganggu.
"Jahat banget sih, Jess! Masa kita disamakan sama orangutan? Kita kan jauh lebih imut," protes Nabila sambil manyun.
"Sudahlah, terserah kalian aja. Pusing aku ngomong sama kalian berdua," keluh Jessika sambil menggelengkan kepala melihat tingkah Nabila dan Manda.
"Ra, kita nunggu Darren sama yang lain dulu di sini?" tanya Jessika pada Ara.
"Hmm," jawab Ara singkat dengan ekspresi datarnya.
"Gitu amat ya punya sahabat yang dingin kayak kulkas. Ditanya apa jawabnya cuma 'hmm'. Udah kayak Nissa Sabyan aja," gerutu Jessika sambil melirik Ara.
Sementara itu, Nabila dan Manda cekikikan melihat betapa frustasinya Jessika menghadapi Ara. Di sisi lain, Risa terlihat diam, seperti biasa sibuk "bercosplay" jadi batu.
Tak lama kemudian terdengar suara knalpot motor yang memekakkan telinga. Darren dan teman-temannya tiba bersama geng Bruiser yang juga baru datang.
"Morning, prinses," ucap Darren lembut sambil mengecup pipi Ara.
Ara pun membalas dengan sebuah kecupan di pipinya.
Arga dan Arka, yang melihat itu dari kejauhan, hanya bisa merasakan panas di hati mereka. Mereka merasa seharusnya merekalah yang berada di posisi Darren saat ini.
Gio kemudian turun dari motornya sambil membawa bingkisan dari ibunya untuk Ara. Seluruh perhatian langsung terarah pada Gio saat ia berjalan menuju tempat Ara.
"Ngapain lo ke sini? Mau bikin drama lagi?" tanya Jessika dengan tatapan sinis ke arah Gio.
Semua mata kini tertuju padanya yang tetap bersikap datar tanpa reaksi berlebihan.
"Betul tuh. Ara baru sampai juga, kamu udah mau cari masalah lagi? Apa sih maumu?" tambah Azka dengan nada tak kalah kesal.
Namun Gio tetap tak menggubris perkataan sahabat-sahabat Ara. Ia lalu menyerahkan bingkisan kepada Ara sambil berkata, "Ini titipan dari Mommy buat kamu."
Ara menerima bingkisan itu dengan raut wajah yang masih terkesan datar. "Thanks. Bilangin ke Mommy ya," jawabnya singkat.
Padahal di dalam hati, jantung Ara sudah berdetak tak karuan. Ia berusaha tidak menampakkan perasaannya di depan semua orang.
"Hmm," respon Gio singkat sebelum kembali ke teman-temannya tanpa berkata apa-apa lagi.
Kedua kubu -- baik sahabat-sahabat Gio maupun sahabat-sahabat Ara -- sama-sama terheran-heran melihat interaksi tak terduga antara mereka berdua.
"Ra, lo deket sama tuh cowok?" tanya Jessika mewakili rasa penasaran semua orang.
"Gak," jawab Ara singkat sambil tetap mempertahankan sikap datarnya.
"Kalau gak dekat sama dia, kenapa bilang dari mamanya?" tanya Manda penasaran.
"Gini, gue emang gak dekat sama dia. Soal mamanya, kemarin gue nolongin beliau. Mungkin itu cuma ucapan terima kasih aja," jawab Ara dengan tenang.
Mereka semua mengangguk, tanda memahami penjelasan Ara.
Sementara itu, Gio sudah tiba di rumah salah satu sahabatnya dengan wajah datar khasnya.
"Eeh, bos! Sejak kapan dekat sama Ara? Eh, itu lagi bawa bungkusan segala," ujar Lucas yang nampak penasaran.
Karena sejauh yang mereka tahu, Gio adalah tipikal pria yang gak tertarik dengan wanita. Bahkan pacar pun dia gak punya.
"Iya, bos. Terus, tadi aku gak salah dengar kan kalau bungkusan itu dari mamanya bos?" tambah Alvin, ikut bertanya.
"Jangan-jangan udah kenal sama mamanya nih, ya? Ekhemm..." Ryan menyelutuk menggoda Gio.
"Sejak kapan lo dekat sama dia? Dan sejak kapan juga orang tua lo kenal sama dia, Gi?" kata Arga ingin tahu lebih dalam.
"Kenapa? Memangnya ada yang salah?" Gio balik bertanya kepada sahabat-sahabatnya.
"Gue cuma gak setuju lo dekat sama dia. Ara itu gak baik buat lo, Gi. Lo gak lihat gimana kelakuan dia? Dia sering ngebully Vania. Belum lagi pekerjaannya yang... ya lo tau lah. Di tempat umum aja dia berani cium cowok, apalagi kalau gak di tempat umum. Gue ini sahabat lo. Gue cuma gak mau lo salah langkah," ucap Arga dengan nada serius, menunjukkan ketidaksukaannya.
Mendengar ucapan Arga yang terus menjelekkan Ara, Gio mengepalkan tangannya kuat-kuat menahan emosi.
"Iya, Kak. Bang Arga tadi benar kok. Kakak Ara sering keluar malam dan kami di rumah gak tahu apa-apa," kata Vania menimpali, seolah mendukung pernyataan Arga.
Namun di balik ucapannya, Vania menyeringai licik tanpa disadari oleh yang lain. Tapi, ada satu orang yang memperhatikan gelagatnya.
"Hmm, gitu ya...," gumam Gio sambil mengangguk pelan.
"Tapi, siapa pun yang gue pilih untuk dekat itu urusan gue. Soal ngebully, gak mungkin dong dia melakukan itu kalau gak ada alasan. Dan kalian berdua, dia itu adik kandung lo! Tapi bisa-bisanya lo berdua benci sama dia hanya gara-gara perkataan orang asing! Dengerin gue baik-baik; jangan sampai kalian menyesal setelah tahu kebenarannya," ujar Gio tegas, mulai gerah dengan kebodohan sahabat-sahabatnya yang gampang termakan omongan orang lain.
Setelah mengatakan itu, Gio langsung pergi meninggalkan mereka semua dalam kebingungan, terutama Arga dan orang-orang yang masih tercengang dengan ucapannya.
"Sial... apa Gio tahu sesuatu? Gak bisa! Gue harus bikin Gio berpihak ke gue juga," gumam Vania dalam hati sambil mengepalkan tangannya erat.
Dan disadari oleh salah satu dari mereka.
Dia terlihat mencurigakan, pikir orang tersebut dalam hati.
Kembali ke Ara dan sahabat-sahabatnya, tanpa sengaja mereka mendengar pembicaraan geng Bruiser. Di tengah-tengah itu, Gio membela Ara.
Kenapa hati gue jadi hangat ya dengerin lo bela gue, batin Ara.
Ayo, kita ke kelas, ucap Jessika.
Mereka pun berjalan bersama menuju kelas, melewati geng Bruiser, kecuali Gio.
Gue peringatin lo, jangan deket-deket sama sahabat gue, kata Arga sambil mencengkeram tangan Ara. Ara menatap tangannya, lalu melirik Arga dengan tatapan dingin.
Kalau gue gak mau gimana? Lagian ini bukan urusan lo. Lo siapa berani atur-atur gue deket sama siapa? Ingat, lo bukan siapa-siapa gue, kita cuma orang asing. Paham? ujar Ara sambil melepaskan cengkeraman tangan Arga.
Ara melanjutkan langkahnya bersama Darren dan Kenzo.
Kasian banget sih, makanya jangan bodoh jadi orang, hahah, ucap Jessika lalu segera menyusul Ara bersama Manda dan Nabila.
Bodoh, gumam Risa dengan suara dinginnya yang masih terdengar oleh inti geng Bruiser dan Vania.
Azka, Varo, dan El hanya menatap mereka dengan tatapan sinis.
Ih, itu cewek yang jalan sendirian serem banget ya. Jarang ngomong, tapi sekali ngomong malah bikin bulu kudu merinding, komentar Lucas dengan ngeri melihat Risa.
Iya banget, serem. Tapi yang satunya lagi gue gemes liatnya, tambah Ryan sambil menyebut Nabila.
Mana mau dia sama buaya buntung kayak lo. Hahahah, Alvin menertawakan Ryan.
Eh, iya, gue penasaran deh sama si bos. Kok bisa ya dia deket sama Ara terus bela Ara juga? ucap Ryan.
Menurut gue nih ya, si bos ada benarnya juga. Si Ara kan adek kandung lo. Sedarah juga gak baik kalo benci sama saudara sendiri, sambung Alvin.
Gue gak peduli, mau dia saudara gue sekalipun, gue tetap benci sama kelakuan dia yang sering ngebully Vania, adik gue, ucap Arga dengan emosi.
Tapi benar juga kata si Bos, gak mungkin Ara ngebully Vania kalau gak ada sebabnya. Lagipula, Ara itu adik kandung lo, sedarah. Sedangkan Vania cuma orang asing yang kebetulan ditolong sama orang tua lo. Gue rasa Bos ada benarnya, jangan sampai lo nyesel nantinya.
Jangan sampai kebencian lo ke Ara dan rasa sayang lo ke Vania jadi boomerang buat diri lo sendiri, ucap Lucas dengan tatapan serius ke arah Arga dan Arka.
Lucas mulai curiga setelah melihat perubahan ekspresi dari Vania dan Arga.
Gue jamin gue gak bakal nyesel, dan gue tetap benci sama dia, kata Arga dengan nada penuh kemarahan karena Lucas lebih membela Ara.
Terserah lo aja deh, ujar Lucas sambil memutar bola matanya dengan malas.
Rasanya Lucas ingin sekali menghapus kata benci dari pikiran Arga.
Merasa bosan dengan suasana itu, akhirnya Lucas pergi menyusul Gio ke kelas, meninggalkan sahabat-sahabatnya di situ.
Sial, kayaknya Lucas mulai curiga sama gue, gumam Vania sambil mengepalkan tangannya erat.
Tumben ya Lucas ngomong serius kayak gitu. Kenapa ya? tanya Alvin yang bingung dengan sikap Lucas barusan.
Entahlah, gue juga gak tahu. Ya udah, yuk mending kita ke kelas, ajak Ryan.
Akhirnya mereka pun berjalan menuju kelas masing-masing.
Namun sebelum itu, Arga sempat mengantar Vania ke kelasnya terlebih dahulu.