NovelToon NovelToon
What Is Love? "Silent Love"

What Is Love? "Silent Love"

Status: sedang berlangsung
Genre:Identitas Tersembunyi / Keluarga / Romansa / Balas Dendam
Popularitas:285
Nilai: 5
Nama Author: SNFLWR17

Menurut Kalian apa itu Cinta? apakah kasih sayang antara manusia? atau suatu perasaan yang sangat besar sehingga tidak bisa di ucapkan dengan kata-kata?.
Tapi menurut "Dia" Cinta itu suatu perasaan yang berjalan searah dengan Logika, karena tidak semua cinta harus di tunjukan dengan kata-kata, tetapi dengan Menatap teduh Matanya, Memegang tangannya dan bertindak sesuai dengan makna cinta sesungguh nya yang berjalan ke arah yang benar dan Realistis, karena menurutnya Jika kamu mencinta kekasih mu maka "jagalah dia seperti harta berharga, lindungi dia bukan merusaknya".
maka di Novel akan menceritakan bagaimana "Dia" akan membuktikan apa itu cinta versi dirinya, yang di kemas dalam diam penuh plot twist.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon SNFLWR17, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Abangnya Alena

Akhirnya jam istirahat telah tiba. Kini Alena, Dewi, dan Nadia sedang dalam perjalanan ke kantin.

Saat ini Dewi belum tahu beberapa hal tentang Alena, salah satunya Nadia adalah sepupu dekat Jevan.

Mereka berjalan sambil bercerita acak. Sesampainya di kantin, mereka duduk dan langsung memesan makanan masing-masing.

Di saat mereka sedang asyik menikmati makanan yang dipesan, tiba-tiba seseorang duduk di samping Dewi. Orang itu tersenyum dan menatap lama wajah Alena.

"Len, ini orang yang gue bilang si anak baru," bisik Nadia ke Alena. Alena yang mendengar perkataan Nadia langsung mendongakkan kepala dan melihat si anak baru itu.

"Oh, ya, lo yang namanya Alena?" ucap orang itu yang sudah menopang dagu.

"Iya, memangnya kenapa?" Alena menatap heran orang ini, seperti sok akrab sekali.

"Oh, enggak. Soalnya gue lihat berita tentang lo." Dia langsung melipat tangannya di atas meja, tanpa melepaskan tatapannya ke arah Alena.

"Oh iya, gue Vhian, anak baru kelas XII IPS yang dia sebut itu." Ternyata orang itu adalah Vhian.

(Jika kalian mengingat, sebelumnya Vhian adalah seseorang yang pernah dihubungi atau temannya seseorang misterius itu.)

Alena hanya mengangkat satu alisnya, bingung. Ketika ditelisik lagi, wajah Vhian terasa familier, seperti seseorang yang dia kenal, tapi entah siapa.

"Gue Alena. Sepertinya lo sudah mengenal gue. Dan ini teman-teman gue, Dewi dan Nadia." Alena memperkenalkan kedua temannya.

Vhian hanya mengangguk sambil tersenyum. Dia menatap teman-teman Alena, namun tatapannya berhenti ke arah Dewi, dengan tatapan yang tidak bisa diungkapkan begitu saja.

"Senang berkenalan dengan kalian. Dan untuk lo, Alena, gue harap ke depannya kita bisa lebih akrab lagi, atau mungkin lo bisa panggil gue Abang. It's okay."

Vhian langsung beranjak dari tempat duduk dan berjalan keluar dari kantin. Alena, Dewi, dan Nadia hanya terheran-heran menatapnya.

"Kalian rasa enggak sih kalau orang itu agak gila?" ujar Nadia yang masih melihat ke arah Vhian yang mulai menghilang di belokan depan kantin.

"Gue rasa begitu. Dia agak gila dan sedikit gila." Dewi juga menatap dengan tatapan yang sulit diartikan, karena Dewi juga melihat tatapan Vhian yang tadi melihatnya dengan tatapan aneh.

"Sudah, kita lanjut makan saja. Sebentar lagi waktu istirahat selesai." Alena langsung melanjutkan makan yang sempat tertunda tadi.

waktupun berlalu mereka semua sudah berada di dalam kelas. Kegiatan belajar-mengajar berlanjut sampai pengumuman terdengar bahwa mereka dipulangkan dengan cepat karena ada rapat guru.

Mereka keluar dari dalam kelas. Koridor sekolah penuh dengan murid-murid yang akan bersiap pulang.

Alena dan Dewi berjalan bersama, sedangkan Nadia sudah pergi terlebih dahulu dengan terburu-buru.

"Haa, berarti Nadia enggak jadi ikut dong?" tanya Alena lesu, padahal mereka bertiga sudah punya rencana untuk menghabiskan waktu bersama.

"Enggak apa-apa, Len. Bagaimana kalau sekarang kita berdua yang pergi bersenang-senang? Bukankah akan menyenangkan?" Dewi langsung merangkul pundak Alena.

Alena langsung mengangguk semangat. Mereka langsung berjalan ke arah mobil Dewi, yang sudah dijemput oleh sopir keluarganya.

Mereka meninggalkan lokasi sekolah menuju mal. Sebenarnya mereka hanya berencana pergi ke taman, tapi mereka akhirnya pergi ke mal untuk bermain di Time Zone.

Setelah mereka sampai di mal, mereka berdua langsung masuk dan menuju ke area Time Zone. Alena dan Dewi bermain tanpa henti di sana, mulai dari mesin capit, bumper car, tower of ticket, dan yang terakhir photo box.

Dan sekarang mereka berdua sedang duduk santai di salah satu restoran sambil menunggu pesanan mereka.

Tapi saat pesanan mereka sampai, tiba-tiba kursi ditarik pelan oleh seseorang, yang membuat fokus Alena dan Dewi teralihkan ke orang yang baru datang.

"Hai, ketemu lagi," ucap Vhian sambil tersenyum.

Alena dan Dewi hanya memutar mata malas saat mengetahui orang yang baru saja datang adalah Vhian, kakak kelas mereka.

"Habis bersenang-senang ya?" tanya Vhian, tapi tidak digubris sama sekali oleh mereka berdua dan hanya menikmati pesanan mereka.

Vhian sama sekali tidak tersinggung. Dia langsung mengeluarkan ponselnya dan mulai memotret mereka berdua. Setelah itu, Vhian bermain ponselnya dan hanya memesan Ice Americano.

Mereka bertiga tidak berpercakapan. Tiba-tiba datanglah dua pria yang langsung menarik kursi masing-masing.

Alena dan Dewi yang sedang fokus menikmati makanan, serta Vhian yang bermain ponsel, langsung mengalihkan pandangan ke arah dua pria yang baru datang.

"Hah, kok kalian berdua bisa sampai di sini?" tanya Nadia, menatap Kenzo dan Jevan yang baru saja duduk.

"Lah, gue dikabari sama dia lagi nongkrong di sini, makanya gue sama Kenzo ke mari," jelas Jevan, menatap malas ke Dewi.

"Oh, Len, lo ngapain bilang ke mereka sih? Kan enggak asyik kalau mereka ada." Dewi menatap sinis ke Jevan, sedangkan Jevan cuma mengalihkan matanya ke Alena yang dari tadi diam.

"Lah, Alena kan pacar gue, jadi maklum gue ke sini."

"Dih, kenapa sih, Len, lo mau sama si manusia berspek bekantan?"

"Wah, parah, gue disamakan sama bekantan dong? Fix, gue Make nih cewek." Jevan tidak terima jika disamakan dengan hewan berhidung besar itu.

Dewi hanya memasang wajah sinis ke Jevan yang hanya menggerutu.

"Sayang, lihat nih teman lo yang seperti warthog itu," rengek Jevan ke Alena sambil menunjuk Dewi.

"Wah, semakin jadi nih cowok! Fix, Len, lo putusin nih cowok gila." Dewi menunjuk Jevan dengan wajah penuh amarah.

Alena yang melihat perdebatan antara Jevan dan Dewi hanya menghela napas lelah. Lalu, Alena memberikan kode kepada Jevan agar berhenti berdebat, dan berhasil. Jevan dengan setengah hati hanya memasang wajah tengil ke Dewi.

Vhian menatap Kenzo dengan lama, sedangkan Kenzo yang melihat itu hanya tersenyum miring. Tidak ada yang sadar selain Vhian yang melihat itu, dan saat itu Vhian langsung mengeraskan rahangnya.

Akhirnya mereka hanya mengobrol santai, tanpa tahu tekanan aura yang semakin berat dari Vhian.

Hari semakin sore, mereka pun bergegas pulang. Alena dan Jevan pulang bersama, sedangkan Dewi dijemput oleh sopirnya.

Ketika sampai di pekarangan rumah Alena, Jevan langsung turun, diikuti oleh Alena. Mereka berdua masuk ke dalam rumah, tapi saat mereka sampai di depan pintu, terdengar suara bentakan dan disusul suara pecahan dari dalam rumah.

Alena yang mendengar kegaduhan dari dalam rumahnya itu langsung masuk dan melihat situasi yang sangat kacau: pecahan guci mahal, dan di sana berdiri dua orang paruh baya berbeda gender yang tidak lain adalah Ayah dan Bunda-nya Alena.

Alena hanya berdiri bagaikan patung, tidak bisa mundur maupun maju. Sedangkan Jevan hanya menatap sedih melihat wajah Alena.

Ayah dan Bunda-nya Alena sadar jika ada orang lain. Mereka langsung melihat ke arah ruang tamu, yang di sana ada Alena yang berdiri diam tanpa ada emosi yang ditunjukkan.

Ayah Alena langsung pergi dari sana dengan tangan terkepal, terlihat menahan emosinya yang belum puas ia keluarkan. Sedangkan Bunda-nya Alena hanya menampilkan wajah datar. Dari matanya, terlihat bergetar; terlihat kuat di luar tapi rapuh di dalam. Itu yang bisa Jevan simpulkan ketika melihat Bunda-nya Alena.

"Eh, kalian sudah pulang? Maaf ya ada gangguan. Sayang, sini makan, Bunda sudah masak loh." Bunda Tiara langsung berjalan menuju sang putri dan menuntunnya ke ruang makan.

Jevan mengikuti dari belakang sambil mengamati kedua pasang ibu dan anak itu dari belakang.

Ketika sampai di ruang makan, bisa dilihat banyak makanan yang disiapkan oleh Bunda Tiara dan terlihat ada dua kotak makan yang sudah terisi.

"Oh iya, Jevan, makan yang banyak ya. Soalnya, melindungi sesuatu yang berharga butuh tenaga, loh," ujar Bunda sambil tersenyum tipis.

Alena hanya menatap sang Bunda, ada rasa rindu yang mendalam.

Bunda Tiara langsung menaruh makanan di piring Alena dan Jevan, lalu duduk di depan mereka.

"Yuk makan, kamu juga, Dek. Bunda lihat kamu sudah kurus, enggak gemoy lagi, jadi makan yang banyak." Alena yang mendengar perkataan Bunda-nya semakin ingin menangis. Bibirnya sudah melengkung ke bawah dan matanya sudah berair.

"Bunda." Satu kata yang terucap di bibir Alena, dan membuat Bunda Tiara berhenti bergerak. Lalu, dia menaruh sendok dan garpu di atas piring, berdiri, lalu berjalan ke arah Alena dan tersenyum.

"Ada apa, sayang?" Alena tidak menjawab, tapi langsung memeluk Bunda-nya dalam posisi duduk, sedangkan Bunda Tiara berdiri.

Bunda Tiara tersentak kecil akibat pelukan tiba-tiba yang dilakukan Alena. Tanpa sadar, dia langsung mengusap rambut sang putri. Air matanya pun lolos begitu saja. Hatinya sangat sakit melihat tubuh sang putri sudah bergetar karena menangis.

Jevan yang melihat itu hanya diam tanpa mengganggu mereka berdua.

"Iya, Bunda juga kangen. Kamu makan dulu ya, soalnya Bunda mau antar makanan untuk abangmu. Soalnya, hari ini dia ulang tahun." Alena langsung melepaskan pelukan, kemudian mendongakkan kepala dengan wajah penuh sisa air mata. Bunda Tiara yang melihat itu langsung menghapus air mata Alena.

"Kamu mau ikut jenguk Abang?" tanya Bunda Tiara yang langsung disetujui Alena.

"Oke, kalau begitu, kamu makan ya. Nanti abangmu itu bisa marah ke Bunda kalau lihat adik kesayangannya kurus begini."

Mereka pun melanjutkan makan bersama tanpa sang Ayah. Setelah selesai makan, Alena langsung ke kamarnya untuk mandi, sedangkan Jevan mandi di kamar tamu.

"Jevan, kamu pakai baju Abangnya Alena ya? Enggak apa-apa, kan?" Bunda Tiara menyodorkan pakaian ke Jevan. Setelah menerima pakaian yang diberikan Bunda Tiara, akhirnya Jevan masuk dan mulai bersiap-siap.

Bunda Alena menunggu mereka berdua di ruang tamu dengan beberapa bingkisan di atas meja, salah satunya kue ulang tahun sederhana buatan dirinya.

Saat asyik memainkan ponsel, suaminya lewat tanpa menoleh sedikit pun ke arahnya.

"Kamu enggak mau jenguk Abang Rio?" tanya Bunda Tiara ke suaminya.

"Kenapa harus jenguk anak sialan itu?" Setelah mengatakan itu, suaminya, atau Ayahnya Alena, langsung melangkah pergi keluar dari rumah.

Bunda Alena yang mendengar itu merasa sakit di hatinya, karena sang suami terlihat sangat membenci anak sulungnya. Padahal dulu ia sangat menyayangi anak lelakinya itu, karena Rio, Abangnya Alena, sangat mirip dengan Ayah mereka, seperti pinang dibelah dua. Tapi setelah kejadian itu terjadi, maka semuanya langsung berubah.

Alena yang sudah keluar dari kamarnya dan menuju Bunda yang sedang bengong, langsung duduk di sebelah Bunda Tiara.

Jevan juga sudah selesai. Mereka langsung berangkat menuju Lapas. Ia melihat jam di pergelangan tangannya yang menunjukkan 15.03 P.M., dan tidak lama waktu kunjungan ditutup. Berarti tinggal sedikit waktu berkunjung.

Beberapa menit kemudian, mereka akhirnya sampai. Jevan menunggu di dalam mobil, sedangkan Bunda Tiara dan Alena sudah masuk ke dalam untuk melakukan prosedur yang dilakukan oleh petugas Lapas.

Kue yang dibuat Bunda Tiara sudah dipotong menjadi beberapa bagian akibat pemeriksaan. Untung tidak terlalu hancur, karena kue yang dibuat Bunda Tiara hanya sederhana dan ukuran kecil. Makanan di dua kotak pun dipindahkan ke tempat bening yang disediakan oleh petugas Lapas. Alena yang melihat itu hanya meringis karena makanan sudah tidak terbentuk lagi. Lihatlah sosis itu yang sudah menjadi potongan kecil.

Untung petugas masih memotong kue ulang tahun dengan hati-hati, sehingga bentuknya tidak terlalu rusak.

Akhirnya, barang-barang maupun tas, termasuk ponsel yang dibawa Bunda dan Alena, ditahan petugas. Sehingga, mereka pergi ke ruangan kunjungan hanya membawa kue yang dialas piring besar plastik yang disediakan petugas, begitu juga dua kotak makanan tadi.

Saat masuk, Alena melihat seseorang yang sudah duduk di kursi, menggunakan baju tahanan dengan badan yang sudah kurus.

"Abang," panggil Alena yang melihat abangnya.

Rio yang mendengar suara adiknya langsung mengangkat kepalanya dan melihat Bunda bersama adik perempuannya datang.

Rio langsung tersenyum hangat melihat kedua perempuan itu.

"Abang, selamat ulang tahun." Sang Bunda langsung menaruh kue di atas meja, yang diikuti Alena yang menaruh makanan.

Alena langsung memeluk abangnya dan dibalas. Mereka berpelukan cukup lama.

"Abang, Adek kangen, tahu." Alena mendongakkan kepala melihat Rio tanpa melepaskan pelukan mereka.

"Abang juga kangen sama adik manisnya Abang ini." Rio tersenyum, tapi senyumnya luntur ketika tidak sengaja melihat bekas cekik di leher Alena.

"Siapa yang lakuin?" tanya Rio menatap datar leher adiknya.

"Hehehe, cuma sedikit kejadian saja kok, tapi tenang saja, ada pacar aku yang selalu jagain aku." Alena hanya terkekeh.

"Itu harus. Selama Abang di sini, dia harus jagain kamu."

"Sudah-sudah, waktu Bunda sama adik kamu terbatas. Jadi, Abang duduk dulu dan cobain masakan Bunda. Ya, walaupun sudah diacak-acak begini, tapi rasanya tidak berubah." Bunda Tiara menyodorkan sendok ke arah Rio.

Rio langsung menerima sendok itu pun langsung memakan dengan lahap. Dia sudah lama sekali tidak merasakan masakan Bunda-nya.

"Oh iya, kue ini juga buatan Bunda, kamu cobain ya, walaupun sudah agak berantakan." Ujar Bunda Tiara sambil menunjuk ke arah kue ulang tahun itu.

Rio yang melihat bentuk kue itu hanya terkekeh saja, karena bentuk kuenya sudah dipotong. Pasti Bunda-nya sedikit kecewa.

"Bun, Dek, makasih ya sudah mau jenguk Abang." Rio menatap haru kedua perempuan berharganya ini.

Bunda Tiara hanya mengusap rambut anak sulungnya dengan lembut. Ada rasa menyakitkan melihat kondisinya.

"Iya, makanya Abang harus bertahan ya, sehat terus. Nanti kalau Abang keluar, nanti aku yang paling pertama yang bakal jemput Abang di depan pintu pagar di depan sana."

Alena tersenyum melihat abangnya yang sedang mengunyah makanan, sekali dia minum.

"Kamu juga, Dek, jaga kesehatan, bahagia terus. Tunggu Abang, biar Abang buat kamu lebih bahagia, walaupun pacar songong dan sedikit aneh itu pasti sudah buat kamu bahagia."

Alena hanya tertawa lepas ketika nama Jevan dibawa-bawa. Memang dari kecil mereka berdua sedikit tidak akur, karena menurut Abangnya ini, Jevan merebut perhatian adik kecilnya.

"Bunda juga, apa pun masalahnya dan faktanya, Abang terima lapang dada. Abang tahu apa yang terjadi sama Bunda dan Ayah. Makanya, Abang harap Bunda harus temukan dia biar jagain Adek Abang." Bunda tertegun mendengar perkataan anak sulung. Ternyata dia sudah mengetahui akar masalah ini.

"Iya, Abang," jawab Bunda dengan tersenyum.

Tiba-tiba salah satu petugas datang.

"Permisi, waktu jenguknya selesai," ucap petugas itu.

Mereka bertiga yang mendengar perkataan petugas itu hanya menganggukkan kepala. Tidak lupa mereka juga berpelukan. Bunda Tiara juga mencium dahi dan pipi anak sulungnya ini.

Mereka langsung mengantar Rio keluar dari ruangan kunjungan. Serta Bunda Tiara dan Alena juga diarahkan untuk keluar.

1
Michelle Flores
Menggugah hati
Tae Kook
Thor, kapan update lagi nih?
Tani
Thor, jangan diam aja, kasih kabar kalo ada kendala, kami akan terus menunggu!
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!