Melati berubah pendiam saat dia menemukan struk pembelian susu ibu hamil dari saku jas Revan, suaminya.
Saat itu juga dunia Melati seolah berhenti berputar, hatinya hancur tak berbentuk. Akankah Melati sanggup bertahan? Atau mahligai rumah tangganya bersama Revan akan berakhir. Dan fakta apa yang di sembunyikan Revan?
Bagi teman-teman pembaca baru, kalau belum tahu awal kisah cinta Revan Melati bisa ke aplikasi sebelah seru, bikin candu dan bikin gagal move on..🙏🏻🙏🏻
IG : raina.syifa32
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Raina Syifa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
19
Melati menatap layar ponsel dengan jari yang gemetar pelan saat ikon mobil suaminya terpantau masih diam di area parkir perusahaan. Detik-detik itu terasa membebani dadanya, seolah ada bisikan kecemasan yang terus menggerogoti pikirannya. Ia mengalihkan pandangannya ke jam dinding yang berdetak pelan, angka jam menunjukkan hampir waktu makan siang.
“Gawat, tinggal satu jam lagi, aku harus ke sana,” gumamnya pelan, napasnya sedikit tersengal. Matanya mengerling ke arah Ayana, putri kecilnya yang baru berusia satu setengah tahun.
Bocah itu asyik bermain dengan boneka kesayangannya, tak tahu sedikit pun beban yang tengah melanda ibunya. Melati merasakan denyut kepanikan mulai menjalar, hati kecilnya bertanya-tanya, “Kenapa aku jadi bodoh gini sih? Harusnya aku pergi sekarang... tapi kalau aku ikuti mobil mas Revan, siapa yang jaga Ayana?”
Ia menunduk, bibirnya bergetar saat pikirannya terombang-ambing antara rasa takut dan tanggung jawab. Perlahan, Melati mengangkat ponselnya, membuka pesan singkat ke ibu mertuanya. “Mama, apa Ayana bisa titip sama Mama sebentar? aku ada urusan penting ma,” tulisnya dengan jari yang masih ragu.
Seketika keheningan ruangan terasa semakin pekat, hanya suara mainan yang berdenting kecil di tangan Ayana menjadi teman. Melati menghela napas panjang, berusaha menenangkan hatinya yang bergejolak, sementara matanya terus mencuri lihat ke ponsel, berharap ada kabar yang bisa menenangkan kegelisahannya.
"Iya bawa aja kemari, mama juga nggak lagi ngapa-ngapain kok"
Balasan pesan dari ibu mertuanya.
Melati meraih tas kecil berisi perlengkapan Ayana, termasuk botol ASI yang sudah ia siapkan sejak pagi. Matanya sesekali menatap ke arah Sri, asisten rumah tangganya yang sejak tadi diam-diam mengerutkan dahi, penuh tanda tanya.
"Lho, Mbak, mau ke mana? Kok bawa-bawa tas segala?" suara Sri keluar penuh rasa penasaran.
Melati menghela napas pelan, lalu menjawab singkat, "Aku mau pergi, Mbak. Tolong bilang ke Pak Heru, jemput anak-anak dan antar langsung ke rumah Mama, ya."
Sri mengangguk cepat, tapi tatapannya tidak lepas dari tas yang dipegang Melati. “Eh, Mbak... ini bawa kunci mobil juga. Mbak Mel nyetir sendiri, ya?” Suara Sri sedikit terbata, ada campuran khawatir, selama ini Revan selalu melarang Melati buat bawa mobil sendiri.
Melati hanya mengangguk.
"Kalau mas Revan marah gimana? Mbak kan sekarang nggak boleh bawa mobil sendiri," tanya Sri dengan nada penuh kekhawatiran, matanya menatap Melati seperti menunggu jawaban yang jelas.
Melati menghela napas berat, lalu dengan enggan mengangkat bahu sambil mengibaskan tangannya kasar. "Ya mbak Sri cukup diam nggak usah cerita apa-apa," sahutnya tegas .
Sri mengernyit, wajahnya memancarkan rasa penasaran yang susah disembunyikan. "Terus kalau mas Revan nanyain gimana?" desaknya lagi, menahan gelisah.
Melati menundukkan kepala sebentar, lalu menatap jauh ke luar jendela. "Mas Revan? Dia nggak akan marah kok," jawab Melati singkat, sambil mengatupkan bibir.
"Udah, jangan banyak tanya. Aku bisa telat," tambahnya tanpa mau membuka lebih jauh rencananya.
Sri menatap Melati dengan sorot mata penuh keraguan. Suaranya pelan, nyaris berbisik, tapi mengusik suasana. "Emangnya mau kemana sih, Mbak Mel?"
Melati hanya membalas dengan senyum tipis, matanya menyimpan rahasia yang enggan ia buka. "Mbak Sri, nggak usah kepo deh!" ucapnya sambil cepat membuka pintu mobil.
Tubuh montok Ayana disandarkan perlahan ke car seat. Begitu duduk di belakang kemudi, Melati menekan gas, mobil melesat meninggalkan rumah dengan laju yang tegas, arah menuju rumah ibu mertuanya.
Sesampainya di sana, pandangan Sandra langsung tertuju penuh curiga. "Emangnya kamu mau kemana sih, Mel?" tanyanya dengan nada waspada.
Melati menarik napas panjang, menatap Sandra sebentar sebelum menjawab, "Melati nggak bisa cerita sekarang, Ma. Nanti juga aku bakal cerita sama Mama. Oh iya ma anak-anak buatkan disini dulu ya. Mereka dari sekolah langsung ke sini, diantar Pak Heru."
Setelah menitipkan anak-anaknya, Melati mengangguk ringan sebagai tanda berpamitan, kemudian bergegas pergi. Sandra hanya berdiri di situ, menatap sosok menantunya yang pergi dengan sikap aneh, hatinya dipenuhi kebingungan yang sulit dijelaskan.
"Melati kenapa sih?" Tanyanya pada diri sendiri.
Sandra menatap cucunya di dalam gendongannya. "Kamu sama Oma aja ya, biarin aja ayah dan bundamu ribut mulu."
Melati menekan rem, lalu memutar stir perlahan, membelokkan mobil menjauh dari perusahaan. Matanya sesekali mencuri pandang ke layar GPS yang terus memperlihatkan mobil suaminya melaju meninggalkan Jakarta, menuju pintu tol ke Bandung. Jantung Melati berdetak semakin cepat, dada sesak tanpa sebab yang jelas. Tangannya gemetar di setir. “Sebenarnya kamu mau ke mana, Mas? Apa yang selama ini kau sembunyikan dari aku?” gumamnya pelan, tapi terasa berat seperti menggenggam bara. "Perempuan itu?!"
Tiba-tiba, cairan yang hangat menetes dari sudut matanya, perlahan membasahi pipinya yang bersih dan putih mulus . Ia buru-buru meraih tisu di dashboard, mengusap dengan gugup.
“Aku harus kuat... Kamu jangan cengeng, Mel,” katanya dalam hati sambil menarik napas dalam-dalam, mencoba menenangkan badai dalam hatinya yang kacau.
Mobil Melati terus melaju, jaraknya dengan mobil suaminya tak lebih dari satu kilometer. Saat memasuki jalanan pedesaan yang hijau dan tenang, jantung Melati berdetak cepat, tangannya gemetar mengenggam kemudi.
"jadi kamu menyimpan gundikmu di sini?"
Matanya tak lepas dari kaca spion, di mana mobil Revan tiba-tiba berhenti di satu titik. Napas Melati tercekat, dia semakin menginjak gas. Tiba-tiba, rem mendadak mengunci dan mobilnya berhenti mendadak.
“Mas Revan?!” suara panik terpekik dari bibirnya.
revan pulsa jgn sembunyikan lg msalah ini terlalu besar urusannya jika km brbohong terus walau dg dalih g mau nyakitin melati ,justru ini mlh buat melati salah pham yg ahirnya bikin km rugi van
sebgai lelaki kok g punya pendirian heran deh sm tingkahnya kmu van, harusnya tu ngobrol baik" sm melati biar g da salah paham suka sekali trjd slh pham ya.