Di sebuah kampung yang sejuk dan dingin terdapat pemandangan yang indah, ada danau dan kebun teh yang menyejukkan mata jika kita memandangnya. Menikmati pemandangan ini akan membuat diri tenang dan bisa menghilangkan stres, ada angin sepoi dan suasana yang dingin. Disini bukan saja bercerita tentang pemandangan sebuah kampung, tapi menceritakan tentang kisah seorang gadis yang ingin mencapai cita-citanya.
Hai namaku Senja, aku anak bungsu, aku punya satu saudara laki-laki. Orangtuaku hanya petani kecil dan kerja serabutan. Rumahku hanya kayu sederhana. Aku pengen jadi orang sukses agar bisa bantu keluargaku, terutama orangtuaku. Tapi kendalaku adalah keuangan keluarga yang tak mencukupi.
Apakah aku bisa mewujudkan mimpiku?
yok baca ceritanya😁
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon yulia weni, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 19
"30 menit kemudian, Novi terbangun dengan sendirinya. 'Hummmm...' Novi menguap. 'Wah, ternyata aku ketiduran juga, hehe.'"
"Kenapa kamu tidak bangunin aku sih, Sen?" tanya Novi.
"Malas saja, orang sedang nyenyak tidurnya masa dibangunin," balas Senja.
"Wah, ada air teh, kamu menjamu tamu luar biasa bangat ya, Sen. Jadi terharu aku," ucap Novi.
"Ya silahkan minum, tadi itu teh es, tapi esnya sudah cair dengan mengiringi kamu ngorok," balas Senja.
"Ihh, kamu ini asalan saja dalam bicara! Mana ada aku ngorok," balas Novi sebal.
"Hahah, ya udah tu minum air tehnya, mumpung sedikit dingin," ucap Senja.
"Ya, walaupun aku sebal, aku tetap minum," ucap Novi yang langsung minum tehnya.
"Biasanya kalau orang sebal tidak mau apa pun deh, Nov, hehe," balas Senja.
"Ya, aku tidak mungkin nolak rezeki yang sudah di depan mata," kata Novi.
"Hmmm, terserah kamu saja, Nov. Pusing aku debat sama kamu. Tu HP kamu bunyi terus dari tadi," ucap Senja sambil menunjuk HP Novi di atas bantal.
Novi melihat ponselnya dan berkata, "Eh, iya, aku lihat dulu." Senja menjawab, "Hmm, palingan juga grup." Novi tersenyum dan berkata, "Hehe, kamu tahu aja, Sen."
Senja mengingatkan Novi, "Oh iya, itu kalau kamu tidur baik malam maupun siang, HP jangan diletakkan di atas bantal! Bahaya itu, karena ada radiasinya, apalagi data juga hidup." Novi bertanya, "Emang bisa ya kena radiasi juga?"
Senja menjelaskan, "Iya, jika kita tidur dekat HP bisa berbahaya, karena cahaya biru dari layar dapat mengganggu produksi hormon melatonin dan kualitas tidur. Serta bisa berisiko menyebabkan gangguan mata seperti mata lelah dan kering." Novi menganggukkan kepalanya dan berkata, "Hmm, gitu ya, ngeri juga ya, Sen."
Senja menambahkan, "Hmm, iya bahaya. Kalau kamu ingin tahu lebih bagaimana efek samping dari radiasi itu, coba kamu searching deh, nanti keluar semua." Novi menjawab, "Hmm, ok, ok. Nanti aku coba searching. Tapi air tehnya sudah habis, Sen, hehe, bagaimana dong?" sambil menghabiskan sisa air di gelasnya.
"Ya sudah, berarti jatahmu hanya sampai itu saja," balas Senja. Novi tersenyum dan berkata, "Hehe, iya ya.
Sen, aku mau tanya sesuatu sama kamu?
Senja menjawab, "Mau tanya apa?" Novi berkata, "Ada hal penting yang aku mau tanyakan sama kamu!"
Senja menatap Novi dengan serius dan berkata, "Iya, apa yang kamu tanyakan?" "Itu, aku mau nanya, ibumu masak apa, Sen? Kok harum sekali." Senja langsung marah dan berkata, "Noviiiiiiii, astagfirullah, istigfar!"
Novi pura-pura polos dan bertanya, "Lo, kamu kenapa, Sen?" Senja melempar bantal ke wajah Novi dan berkata, "Tu rasain!" Novi tertawa dan berkata, "Hehe, kamu jangan terlalu serius dan suka marah-marah, Sen. Aku kan cuma nanya dengan nada lembut."
Senja menjawab, "Kamu tu ya, Nov. Aku kira kamu memang serius nanya." Novi tertawa dan berkata, "Hehe, just kidding." Kemudian, Novi bertanya serius, "Hmmm, Sen, apakah kamu jadi kuliah?"
Senja menjawab, "Hmm, kata ayahku boleh, tapi aku juga masih ragu, Nov. Karena untuk kuliah biayanya tidak sedikit juga bagi kita. Untuk pelunasan ujian kita ini saja belum ada tanda-tanda uangnya ada."
"Kalau kamu bagaimana, Nov? Apakah kamu sudah boleh untuk kuliah?" tanya Senja. "Masalah kuliah hampir sama dengan kamu, Sen. Aku juga masih bingung tentang biaya kuliah. Ibuku kemarin tidak ada lagi bahas apa-apa. Biasanya ibuku selalu kaitkan aku harus nikah cepat. Terus ibuku tidak ada bahas anak Pak Tarjo lagi di depanku.
"Berarti ibumu sudah mulai paham bagaimana kondisi kamu," balas Senja." "Atau apa mungkin, karena sudah disampaikan juga sama ayahku ya, Sen. Atau ibu punya rencana lain? Diamnya ibu, karena sedang merencanakan pernikahan kilat ku," ucap Novi.
Senja menjawab, "Hussss, ngaur kamu. Tidak boleh suudzon sama ibu sendiri. Bisa jadi ayahmu telah mengajak ibu berdiskusi, jadi ibumu luluh hatinya, dan sudah mulai memahami kamu."
"Mungkin kamu benar juga, Sen. Karena dari mimik wajah ibuku, sudah mulai agak bersahabat, tidak lagi ada wajah jutek, hehe," ucap Novi. "Haha, bisa jadi," balas Senja.
"Semoga orang tua kita bisa mendapatkan uang untuk bayar hutang kita di sekolah, ya, Nov. Bisa kita kuliah dan mewujudkan mimpi kita. Dan semoga kita juga bisa dapat beasiswa, setidaknya bisa meringankan beban orang tua kita."
"Aamiin," ucap mereka.
"Sen, aku serius, ibu masak apa? Harum sekali, buat aku lapar saja, hehe," tanya Novi. "Aku juga tidak tahu, masakan ibuku emang tidak ada tandingannya, hehe," balas Senja.
5 menit kemudian, ibu memanggil mereka. "Senja, Novi, ayuk makan, ayah juga sudah pulang, sekalian kita makan bersama," ajak ibu. "Ok, Bu," jawab Novi. "Kalau rezeki tidak boleh ditolak, Sen. Aku keluar dulu ya, kamu lama bangat," ucap Novi langsung berdiri dan keluar kamar dengan cepat.
Senja hanya tersenyum dan geleng-geleng kepala melihat tingkah sahabatnya.
****************
"Baiklah, saya akan membantu Anda memperbaiki teks tersebut dengan memperbaiki penulisan dan layouting yang benar. Berikut adalah contoh teks yang telah diperbarui:
Saat makan, ibu melihat Novi mimisan. "Ya Allah, Nov, kamu mimisan, nak?" tanya ibu panik. Semua mata tertuju pada Novi.
Novi menghapus mimisan di hidungnya dengan tangannya. "Tidak apa-apa, Bu. Ini sudah biasa, nanti juga hilang sendiri," jawab Novi sambil tersenyum.
"Tidak apa-apa bagaimananya! Kamu sudah sering mimisan masih bilang tidak apa-apa," balas Senja serius. "Apa kamu pernah bawa ke rumah sakit, Nov?" tanya Ayah Senja.
"Belum pernah, Yah. Nanti juga sehat sendiri, Yah. Sudah biasa," jawab Novi lagi. "Apa keluargamu sudah tahu kamu sering mimisan?" tanya Ayah.
"Hmm, tidak, Yah," jawab Novi sambil menggelengkan kepalanya. "Hufft, Novi, kita tidak bisa mengabaikan penyakit kecil yang sering kita alami, seperti mimisan ini. Kita tahu apa penyebabnya. Lebih baik kamu bawa ke RS atau ke Puskesmas di kampung kita, agar cepat ditindaklanjuti," ucap Ayah.
"Ayahku benar, Nov. Kata kamu, kamu sudah sering mimisan, lebih baik cek dulu ke dokter. Takut nanti terjadi apa-apa kalau kita tidak cepat konsultasi," timpal Senja.
"Ya Allah, nak, itu mimisannya masih keluar," ucap ibu khawatir sambil mengambil kain untuk melap mimisan Novi. "Hmm, aku tidak apa-apa, Bu," balas Novi meyakinkan keluarga Senja.
"Kamu itu sudah pucat, lo, Nov...