Di tengah hiruk pikuk kota modern Silverhaven, Jay Valerius menjalani hidupnya sebagai seorang menantu yang dipandang sebelah mata. Bagi keluarga Tremaine, ia adalah suami tak berguna bagi putri mereka Elara. Seorang pria tanpa pekerjaan dan ambisi yang nasibnya hanya menumpang hidup.
Namun, di balik penampilannya yang biasa, Jay menyimpan rahasia warisan keluarganya yang telah berusia ribuan tahun: Cincin Valerius. Artefak misterius ini bukanlah benda sihir, melainkan sebuah arsip kuno yang memberinya akses instan ke seluruh pengetahuan dan keahlian para leluhurnya mulai dari tabib jenius, ahli strategi perang, hingga pakar keuangan ulung.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sang_Imajinasi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 19: Hadiah untuk Suryo Wijoyo
Di ruang kerjanya yang mewah di puncak menara Raksasa Pasifik, Suryo Wijoyo sedang menikmati cerutu Kuba dan segelas wiski mahal. Ia baru saja menerima telepon dari kontaknya di dinas kehutanan, yang dengan malu-malu melaporkan kegagalan total mereka.
"Dasar birokrat tidak kompeten," gumam Suryo. Tapi ia tidak terlalu khawatir. Rencana A gagal, jadi ia beralih ke Rencana B. Hartono sudah mengkonfirmasi bahwa timnya di lapangan sedang bergerak malam ini. Sedikit sabotase, penundaan beberapa minggu, dan penalti akan melumpuhkan Tremaine. Sederhana dan efektif.
Ia tersenyum puas. Ia akan tidur nyenyak malam ini.
Tepat saat itu, ponsel pribadinya yang diletakkan di meja bergetar. Sebuah pesan masuk dari nomor yang tidak dikenal. Pesan itu hanya berisi sebuah tautan video pendek.
Dengan alis terangkat, Suryo membuka tautan itu.
Layar ponselnya menyala, menampilkan sebuah video berkualitas tinggi yang direkam di tengah hutan pada malam hari. Belasan preman yang ia kenali sebagai tim yang disewa Hartono, kini berlutut di tanah dengan wajah babak belur. Di belakang mereka, berdiri diam beberapa sosok berpakaian hitam, wajah mereka tersembunyi dalam bayangan.
Video itu tidak ada suaranya, tapi kemudian teks terjemahan muncul di bagian bawah saat salah satu preman tampak berbicara dengan panik.
[...KAMI HANYA DISURUH. OLEH HARTONO DARI RAKSASA PASIFIK. DIA MEMBAYAR KAMI UNTUK MEMBLOKIR JALUR ITU...]
Rahang Suryo mengeras. Darahnya terasa dingin. Ini adalah rekaman pengakuan. Bukti absolut dari tindakan ilegalnya.
Tiba-tiba, video itu berhenti dan digantikan oleh sebuah pesan teks sederhana di layar:
"Anjing-anjingmu sudah kami amankan. Mereka aman, untuk saat ini."
Jantung Suryo berdebar kencang. Ia hendak membalas pesan itu dengan amarah, tetapi pesan kedua masuk sebelum ia sempat mengetik.
"Tarik diri dari semua proyek di Provinsi Silverhaven. Hentikan semua upaya untuk mengganggu Tremaine Logistik. Ini bukan permintaan. Ini adalah satu-satunya peringatan Anda. Anda punya waktu 24 jam untuk membuat pengumuman resmi."
Suryo membanting gelas wiskinya ke dinding. Cairan ambar dan pecahan kaca berhamburan di lantai marmer. Wajahnya merah padam karena amarah dan—sesuatu yang sudah lama tidak ia rasakan—sedikit rasa takut.
Siapa ini? Bagaimana mereka bisa bergerak begitu cepat dan diam-diam? Tim preman itu bukan amatir, tapi mereka dilumpuhkan seolah tidak berdaya. Dan cara lawannya berkomunikasi... begitu dingin, begitu percaya diri, seolah ia hanya seekor semut yang bisa diinjak kapan saja.
Tremaine Logistik? Bastian si tua yang hampir bangkrut itu? Tidak mungkin. Ini pasti ulah pemuda misterius yang disebut Hartono. 'Bos Jay'.
Suryo Wijoyo adalah seorang predator di dunia bisnis. Ia tidak pernah lari dari pertarungan. Ancaman seperti ini justru membangkitkan sisi paling kejam dalam dirinya. Menyerah? Tidak akan pernah.
Wajahnya yang marah perlahan berubah menjadi sebuah seringai dingin. Ia salah menilai lawannya. Ia mengira ini adalah pertarungan antara singa dan domba. Ternyata, ia sedang berhadapan dengan seekor naga yang bersembunyi di sarang domba.
"Baiklah," desisnya pada ruangan yang kosong. "Kau mau bermain dengan peraturanku? Sekarang kita akan bermain tanpa peraturan sama sekali."
Ia mengambil ponselnya yang lain, sebuah telepon satelit terenkripsi yang jarang ia gunakan. Ia menekan nomor panggil cepat. Panggilan itu tidak ditujukan untuk manajer atau pengacara. Panggilan itu ditujukan pada seseorang dari dunia yang jauh lebih gelap, seseorang yang menyelesaikan masalah secara permanen.
"Halo," kata Suryo saat panggilannya dijawab. "Aku punya pekerjaan untukmu di Silverhaven. Ada seekor tikus muda yang harus lenyap."