Nania, seorang wanita pekerja kantoran yang tengah merantau di Kota B, tinggal sendirian di sebuah apartemen. Meski berasal dari keluarga berada di sebuah desa di S, ia memilih hidup mandiri. Namun, kemandirian itu tak menutupi sisi lugu dan cerobohnya.
Suatu pagi, saat bersiap menuju kantor, mood Nania langsung terganggu oleh suara musik metal yang keras dari apartemen sebelah. Kesal, ia memutuskan mengetuk pintu untuk menegur tetangganya. Tapi alih-alih menemukan seseorang yang sopan, yang muncul di depannya,muncul seorang lelaki dengan telanjang dada dan hanya mengenakan boxer membuka pintu dan memandangnya dengan acuh tak acuh.
Akankah pertemuan pertama yang tak terduga ini justru menjadi awal dari sesuatu yang manis?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Messan Reinafa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Sulit Melupakan
"Maaf pak, sepertinya kondisi ibu Hanny sekarang mengalami syok berat, untuk sekarang kita harus menstabilkan kondisinya terlebih dahulu, karena usia kandungannya juga sudah menginjak 33 minggu, dan kalau kondisi sudah stabil sebaiknya kita lakukan prosedur sesar agar tidak terjadi resiko pendarahan ." suara dokter membuyarkan lamunan Harvan
"Baik dok, lakukan yang terbaik" ucap pria itu
Dokter meninggalkan Harvan diruang tunggu. Hati nya berkecamuk dan pikirannya kacau.
Ia tidak ingin publik tahu siapa ayah dari anak yang dikandung putrinya dan juga tidak ingin reputasinya tercoreng.
"Halo" Harvan menelepon seseorang.
"Ya, tuan?"
"Aku punya tugas untukmu, Cari Kai Hanson dan bunuh dia!, jangan tinggalkan jejak"
"Siap tuan"
...****************...
Malam itu Kai kembali ke rumahnya.
Rasa khawatir mulai menghinggapi kepalanya. Sebelum melawan Harvan Wijaya tentu ia sudah tahu benar watak pria itu. Ia tidak akan segan untuk menghabisi orang yang menghalangi maupun merusak reputasinya.
Ia cepat menuju kamar papanya Devon Hanson yang sudah bersiap menunggu di ruang tengah. Bersama dengan pembantunya yang sudah mengemasi barang-barang keperluan kedalam beberapa koper.
Terlihat Fanya, pengacara sekaligus orang kepercayaan keluarganya juga duduk di sofa .
Apa semua sudah siap? tanya Kai meyakinkan kembali
"sudah, jadwal pesawatnya jam 9 malam ini" Fanya memperlihatkan 3 lembar tiket pesawat kepada Kai.
"Baiklah, sepertinya aku tidak bisa nganterin kalian ke bandara, taxi online sudah menuju kesini"
"Kai" suara pria tua di kursi tua itu bergetar. Matanya berkaca-kaca menatap putranya yang harus berperang sendirian memperbaiki situasi ini.
"Ya..pa,?! Papa sementara jaga diri baik-baik bersama kang Ujang. Kai melirik kang ujang pembantu rumah tangganya yang setia dari Kai masih bayi.
"Kamu hati-hati ya Kai, hanya kamu yang papa punya, jika semuanya sudah selesai, kamu ikut papa saja tinggal di luar negeri" suara pria tua itu serak menahan tangisnya
"Tenang aja Pa, setelah semuanya beres, Kai pastikan hidup kita akan tenang, dan papa bisa memilih untuk tetap disini atau menikmati masa tua papa di negara S" Kai menggenggam tangan pria itu dan memeluknya.
"Fanya, pastikan papa sampai di rumah kami dengan selamat ya" ucapnya lirih.
Taxi pesanan Kai datang, menjemput tiga orang yang sudah menunggu.
Sekali lagi ia memeluk papanya dan menitipkannya pada kang ujang.
Setelah taxi mereka berlalu.
Kai menuju kamar dan mengemasi baju-baju nya dalam sebuah tas besar dan keluar dari rumah itu.
Untuk saat ini rumahnya bukanlah tempat yang aman untuk nya. Karena Harvan pasti akan melakukan segala cara untuk membungkamnya.
ia memutuskan pergi dari kota B malam itu juga menuju kota terdekat satu jam perjalanan dan menginap di sebuah hotel keluarganya.
...****************...
Malam itu Nania melihat datar pemandangan di balkon apartemennya. Ia melirik kekiri, suasana begitu sepi.
ia melihat bayangin Kai yang sedang menghisap rokok melihatnya dengan senyuman.
Nania tercekat, pikirannya kembali pada wawancara Kai siang tadi. Saat Kai membuat pengakuan mengejutkan. ia buka handphone nya melihat nomor Kai yang sudah ia blokir sebelumnya.
Blokiran itu ia buka, dan ingin mengirim pesan. Namun ia mengurungkan niatnya. Jemarinya tertahan, setalah pertemuan mereka terakhir kali Nania begitu menggebu akan kemarahannya dan tidak mau mendengarkan penjelasan pria itu.
"Kai, maafkan aku!" ucapnya lirih.
kriig...kriing
Ponsel nya berbunyi, berharap seseorang yang ia harapkan menelponnya.
tapi saat melihat dilayar ponsel, ternyata itu bukan Kai, tapi Anggara!
"Nania", terdengar suara diseberang telpon
"Ya, kenapa Anggara?"
"Apa kamu luang? aku ingin mentraktir mu makan"
" Hmm... bukannya tadi siang kamu udah traktir, aku jadi ga enak ah" tolak Nania.
"Anggap saja ini bagian pekerjaan juga, ada sesuatu yang ingin aku tanyakan"
"Apa itu?"
"Aku jemput kamu ke apartemen sekarang ya" ucap pria itu terburu-buru.
" Anu.." tiba-tiba telpon terputus.
Hmm...mungkin saja Anggara ingin menanyakan soal pekerjaan. gumamnya
Ia segera mengganti pakaiannya dan menuju lobi.
Tidak berapa lama mobil Anggara menuju pemberhentian lobi
"Ayo Na, masuk" ujarnya membuka kaca jendela mobil.
Pikiran Nania melayang saat kejadian yang pernah ia alami bersama Kai, saat Kai mengajaknya pergi kencan berdua.
Nania menggelengkan kepalanya mengusir bayangan Kai untuk sesaat, karena tidak mau mengganggu pekerjaannya
"Kita mau kemana?" tanya Nania polos.
"Aku mau ajak kamu nonton"
"Ha, nonton?" Nania terkejut
"Jangan marah dulu dong, beberapa waktu lalu aku dapat tiket bioskop dari kenalan yang kebetulan sutradara film ini. Daripada ga kepake Na, filmnya bagus kok" Anggara terlihat memohon.
Karena sudah dijalan dan Nania tidak bisa menolak.
Ia pun menyetujui rencana Anggara.
mereka masuk ke dalam studio dan menonton film dengan genre komedi romantis tersebut.
Selama menonton pikiran Nania hanya terbayang kenangan-kenangan bersama Kai, saat Kai memeluknya dan menciumnya. Ia tidak begitu menikmati alur film didepannya.
Anggara sesekali memandangi Nania yang terlihat serius memandangi layar. Ia menelan saliva nya saat ada adegan romantis dimana sepasang kekasih berciuman dengan ganas. Ia mengalihkan pandangan nya pada Nania yang masih terlihat serius menatapi setiap adegan.
Hingga di penghujung film, Anggara memberanikan diri menggenggam tangan Nania.
Nania terkejut dan reflek melepaskan genggaman Anggara
"Eng..maaf Na, ayo kita keluar"
" So..sorry aku kaget" ucap Nania tidak enak.
"Its Ok, aku yang salah tiba-tiba reflek ngajak keluar" ujarnya terkekeh.
"Aku udah mesan seat di restauran "kapal", lantai atas bioskop"
"Oh...ok ayo!? " Nania terlihat biasa dan mengikuti semua arahan Anggara.
Sesampai nya di restaurant
"Mbak, tadi saya udah pesan seat view kota"
"Oh ya, atas nama pak Anggara ya?" ujar pelayan itu memastikan
"Mari saya antar pak"
pelayan itu mengarahkan mereka berdua disebuah seat semi vip dengan view kota, suasana nya tenang cahaya hangat.
"Indah banget pemandangannya Kai...eh Angga..ra, maaf!"
Anggara berusaha tidak mendengar dan menyadari pikiran Nania saat ini sedang tidak fokus dengannya.
pelayan datang membawa dua gelas dan satu botol wine ke hadapan mereka. menuangkan satu persatu.
Nania terkejut dengan pelayanan restauran yang direncanakan.
"Anggara, kenapa kamu ga bilang kalau traktirnya di restauran ini, aku kan jadi salah kostum" Nania menunjukkan dress bunga-bunga yang dikenakan nya dan sepatu sneaker nya dengan wajah manyun.
Anggara terkekeh, "Walaupun begitu kamu tetap cantik kok Na" ucapan itu lepas dari mulutnya membuat Nania canggung.
"Na, mungkin ini bukan waktu yang tepat. Tapi aku mau katakan sesuatu ke kamu"
Jantung Nania berdegup kencang. Ia mengerti arah pembicaraan Anggara akan menjurus kemana.
"Aku suka sama kamu" kalimat itu lolos dari mulut Anggara. membuat keadaan semakin canggung.
Nania terdiam mendengar pengakuan Anggara yang tiba-tiba. Di satu sisi ia menilai Anggara adalah sosok yang baik dan perhatian padanya, meski belum lama bertemu. Ia selalu ada saat situasi Nania dalam keadaan yang tidak baik atau saat Hanny mengonfrontasi nya.
"Aku tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi di masa lalu kamu, dan tidak perduli bagaimana perasaan kamu terhadapku, aku hanya ingin menjagamu, Na" ucapan itu keluar terdengar tulus.
"Tapi Anggara, maaf aku belum bisa balas perasaan kamu" suara Nania bergetar.
Anggara mengangguk menatap Nania tulus, sembari mengalihkan pembicaraan.
"by the way, wine nya enak ya" ia mencoba memecahkan ketegangan suasana, diiringi senyuman Nania yang menghangatkan hatinya.