NovelToon NovelToon
The Land Of Methera

The Land Of Methera

Status: sedang berlangsung
Genre:Fantasi Isekai / Cinta Istana/Kuno
Popularitas:1.4k
Nilai: 5
Nama Author: lirien

WARNING!!
Kita akan berkelana ke Dunia Fantasi, Karena itu, ada beberapa lagu yang akan di rekomendasikan di awal cerita untuk membawamu ke sana. Putarlah dan dengarkan sembari kamu membaca >>

___
Di sebuah kerajaan, lahirlah dua putri kembar dengan takdir bertolak belakang. Satu berambut putih bercahaya, Putri Alourra Naleamora, lambang darah murni kerajaan, dan satu lagi berambut hitam legam, Putri Althea Neramora, tanda kutukan yang tak pernah disebutkan dalam sejarah mereka. kedua putri itu diurus oleh Grand Duke Aelion Garamosador setelah Sang Raja meninggal.

Saat semua orang mengutuk dan menganggapnya berbeda, Althea mulai mempertanyakan asal-usulnya. hingga di tengah hasrat ingun dicintai dan diterima sang penyihir jahat memanfaatkannya dan membawanya ke hutan kegelapan. Sementara itu, Alourra yang juga berusaha mencari tahu kebenaran, tersesat di tanah terkutuk dan menemukan cinta tak terduga dalam diri Raja Kegelapan, makhluk yang menyimpan rahasia kelam masa lalu.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon lirien, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Tanah Methera

‧˚♪ 𝄞 :

...ᝰ.ᐟ...

Di Akademi Stevia, Althea tampak menjalani hari-harinya dengan baik. Walau terkadang kesepian menyergapnya di tengah malam yang sunyi, setiap pagi senyum cerah selalu kembali menghiasi wajahnya. Arzhel, seseorang yang tak pernah gagal mengusir sepi menjadi alasan di balik senyum itu, memenuhi celah kosong dalam kesehariannya.

Hari ini pun tak berbeda.

“Arzhel…” panggil Althea dengan suara selembut bisikan angin. Mereka duduk bersebelahan di perpustakaan akademi, dikelilingi aroma kertas tua dan cahaya temaram yang menyusup dari jendela tinggi.

“Iya?” Arzhel, yang tengah larut dalam bacaannya, mengalihkan pandangan.

“Ini… peta apa?” Althea menunjuk halaman pertama dari sebuah buku sejarah berjudul Wilayah Perbatasan. Pada lembar pembuka, terhampar gambar peta kuno sebuah daratan luas, namun halaman-halaman selanjutnya tak memberikan penjelasan apa pun. Rasa ingin tahu membuatnya menyerahkan buku itu pada Arzhel.

Arzhel menatap sekilas, lalu tersenyum tipis. “Itu peta wilayah perbatasan di dataran Methera.”

“Methera?” Althea memiringkan kepalanya.

“Sini, akan kutunjukkan.” Ia mengambil buku itu dari tangan sang putri, meletakkannya di antara mereka. Jemarinya menunjuk sebuah simbol kerajaan berbentuk matahari.

“Simbol itu… Kerajaan Eamora,” gumam Althea lirih. “Kerajaan Cahaya. Istana tempatku tinggal.”

“Tepat sekali,” sahut Arzhel.

Namun pandangan Althea segera tertarik pada sebuah wilayah yang diwarnai merah, berbatasan langsung dengan Eamora. “Mengapa wilayah ini berwarna merah?”

Arzhel menatapnya heran. “Kau tidak tahu? Padahal letaknya tepat di sisi kerajaamu.”

Althea menggeleng. Seumur hidup, ia jarang keluar dari istana.

“Aku pun tak mengetahui kebenaran pastinya,” ujar Arzhel, suaranya merendah, seolah takut terdengar oleh dinding sekalipun. “Namun katanya… tanah itu terkutuk. Di sanalah berdiri Hutan Kegelapan, dikuasai oleh penyihir jahat. Ada pula yang berbisik bahwa di dalamnya tersembunyi harta karun yang mampu mengabulkan permintaan siapa saja. Entah itu hanya dongeng atau kenyataan, tak ada yang tahu. Tetapi… rumor itu telah lama hidup di antara rakyat.”

“Apa seseram itu?” bisik Althea, bulu kuduknya meremang.

“Mungkin. Tapi sebaiknya kita tak pernah ke sana.” Senyum nakal Arzhel muncul. “Kau pasti akan ketakutan dan tak berani tidur sendirian tanpa Alourra di sisimu.”

Althea mendengus kecil. “Huh.”

“Lalu… kerajaanmu sendiri di mana?” tanyanya, mencoba mengalihkan topik.

Arzhel menelusuri peta dengan jarinya, mulai dari Eamora lalu bergerak jauh ke selatan. Ia berhenti pada sebuah simbol kerajaan yang di atasnya tergambar pusaran angin berwarna keemasan. “Di sini.”

“Jauh sekali…” Althea terperanjat.

“Memang. Kerajaanku terletak di tengah padang pasir.”

“Lalu simbol pusaran angin ini?” tunjuk Althea.

“Itu lambang penguasa elemen pasir. Pusaran itu melambangkan badai pasir yang kerap melanda desa dan kota di wilayahku,” jelas Arzhel.

“Maksudmu… kau bisa menggunakan sihir pasir?” Mata Althea membesar, penuh rasa ingin tahu.

Arzhel mengangguk. “Ingin melihatnya?”

“Ya!” seru Althea antusias.

Arzhel mengangkat telapak tangannya. Dari ujung jarinya, butiran pasir keemasan muncul, berputar-putar bak tarian debu yang terbawa angin gurun. Kilauannya memantul lembut di cahaya perpustakaan.

“Indah sekali…” Althea terpesona. Namun sekejap kemudian, pasir itu menghilang, lenyap seolah tak pernah ada.

“Bagaimana denganmu, Althea?” tanya Arzhel, menatapnya penuh selidik. “Sihir apa yang kau kuasai?”

Pertanyaan itu membuat Althea terdiam. Bibirnya seakan terkunci, tatapannya kosong, dan jemari halusnya meremas gaunnya.

“Mengapa?” Arzhel mengerutkan alis, kebingungan melihat reaksi Althea.

“Aku… tidak tahu,” jawab Althea lirih, nyaris tak terdengar.

“Tidak tahu?” Nada suara Arzhel naik sedikit, lebih karena terkejut. “Kau keturunan Kerajaan Cahaya, Althea. Seharusnya kau mampu menguasai sihir cahaya.”

Althea menunduk, membiarkan helaian rambut hitamnya jatuh menutupi sebagian wajah. “Aku berbeda dari semua keturunan cahaya yang pernah ada. Lihatlah, rambutku hitam, Arzhel. Bagaimana mungkin aku menguasai sihir cahaya?” Suaranya sarat kesedihan.

“Tentu kau bisa,” ucap Arzhel mantap, suaranya mengandung keyakinan yang tak tergoyahkan. “Dan sekalipun kau tak dapat menguasai sihir cahaya, kau pasti mampu mempelajari sihir lain. Setiap keturunan kerajaan memiliki kemampuan itu.”

Benih harapan mulai menyala di mata Althea. “Benarkah begitu?”

Arzhel tersenyum tipis. “Benar. Lihat saja kakakku.”

“Kakakmu? Kau… punya kakak?” Althea memandangnya dengan tatapan penuh rasa ingin tahu.

“Iya. Ia telah menikah dan memiliki keluarganya sendiri. Ia bahkan tak bisa menggunakan sihir pasir seperti aku, tetapi ia mampu menguasai sihir air karena diajarkan oleh suaminya.”

Mata Althea membesar. “Dan… orang-orang tidak mempermasalahkannya?”

“Tidak sama sekali. Justru berkat kakakku, Kerajaan Virelvania tak pernah kekurangan sumber mata air. Rakyat mencintainya,” jawab Arzhel dengan nada bangga.

Senyum tipis mengembang di wajah Althea. “Senangnya… mendengar itu.” Entah mengapa, hatinya terasa lega.

“Itulah sebabnya, jangan pernah takut untuk berbeda, Althea,” ucap Arzhel lembut, seperti meneguhkan hatInya.

Althea menarik napas panjang, lalu menatapnya dengan tekad yang mulai tumbuh. “Baiklah. Aku akan belajar sihir. Setelah kakakku selesai belajar, aku pun harus bisa menguasainya, tentu saja agar dapat membantu orang-orang.”

Arzhel mengangkat alis. “Setelah Alourra belajar sihir? Mengapa tidak sekarang saja?”

“Tidak bisa,” jawab Althea sambil tersenyum ceria. “Ada seseorang yang sudah berjanji akan mengajariku… setelah ia selesai mengajarkan kakakku.”

Arzhel menatapnya sejenak, lalu menghela napas pasrah. “Baiklah kalau begitu. Aku akan mendukungmu.”

Benar sekali Althea masih mengingat janji Graclle untuk mengajarinya setelah ia selesai mengajari Alourra.

...· · ─ ·𖥸· ─ · ·...

1
anggita
like👍 iklan👆, moga novelnya lancar.
anggita
iri 😏
anggita
visualisasi gambar tokoh dan latar belakang tempatnya bagus👌
Nanachan: wah trimakasih banyak kak, jadi makin semangat 🫰🫶
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!