Pernikahan yang terjadi karena hamil duluan saat masih SMA, membuat usia pernikahan Ara dan Semeru tidak berjalan lama. Usia yang belum matang dan ego yang masih sama-sama tinggi di tambah kesalah pahaman, membuat Semeru menjatuhkan talak.
Setelah 7 tahun berpisah, Ara kembali bertemu dengan Semeru dan anaknya. Namun karena kesalah fahaman di masa lalu yang membuat ia diceraikan, Semeru tak mengizinkan Ara mengaku di depan Lala jika ia adalah ibu kandungnya. Namun hal itu tak membuat Ara putus asa, ia terus berusaha untuk dekat dengan Lala, bahkan secara terang-terangan, mengajak Semeru rujuk, meski hal itu terkesan memalukan dan mudahan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yutantia 10, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
SAH
Setelah magrib, Ridho sekeluarga beserta Om Deni, pamannya, berangkat menuju rumah Meru. Menggunakan motor, tak sampai 30 menit, mereka sudah tiba di rumah Meru.
Imel sampai melongo melihat rumah Semeru. Rumah tersebut ternyata jauh lebih mewah dari ekspektasinya.
"Dho, beneran ini rumah calon suaminya Ara?" tanya Om Deni, mendekati Ridho yang masih sibuk membukakan helm Imel. Istrinya itu kesusahan karena menggendong Zian.
"Benerlah Om, tadikan udah nanya ke satpam. Mereka juga tahu nama Ara, jadi gak mungkin salah."
"Beruntung banget si Ara, calon suaminya anak orang kaya," ujar Om Deni.
"Bukan kaya lagi ini Om, tapi kaya raya," Imel menimpali. "Jadi penasaran, nanti Ara diberi mahar berapa. Ratusan juta kali ya."
"Udah, gak usah ngurusin mahar orang," tegur Ridho.
Ridho menatap rumah di depannya, perasaannya campur aduk. Kakak mana yang tak senang adiknya menikah dengan anak dari keluarga kaya, namun selain itu, ada juga rasa khawatir. Sadar diri, kesenjangan sosial diantara mereka sangat jauh. Ada rasa takut jika nantinya Ara diperlakukan tidak baik disini, tidak dihargai. Ia pernah bertemu dengan kedua orang tua Meru, mereka terlihat baik, tapi bagaimanapun juga, tak bisa menilai seseorang hanya dengan sekali pertemuan.
"Dho," Om Deni menepuk bahu Ridho. "Kamu kenapa?"
Ridho yang baru sadar jika air matanya menetes, segera menyekanya.
"Mari saya antar masuk," ujar seorang satpam yang menghampiri mereka. Tadi ia melapor pada Pak Jovan jika keluarga Ara sudah datang, dan ia diminta mengantar mereka masuk.
"Dho, yakin nih, kesini gak bawa apa-apa?" bisik Om Deni yang berjalan beriringan dengan Ridho. "Kenapa Imel gak kamu suruh bawa kue sih? Seenggaknya biar gak malu, datang dengan tangan kosong."
"Ara bilang, gak usah bawa apa-apa Om. Cuma nikah siri, gak banyak yang hadir."
Sesampainya di dalam, mereka bertiga disambut dengan sangat baik oleh Papi Jovan, Om Ryu, dan Mami Rara. Belum ada tamu satupun disana, namun setelah isya', barulah pada berdatangan, termasuk ustad yang akan menikahkan Meru dan Ara.
Karena hanya nikah siri dan tak ada acara apapun, mereka langsung mempersiapkan untuk ijab kabul. Acara digelar lesehan di ruang tamu, disediakan sebuah meja untuk ijab kabul.
Ridho, Meru, Pak ustadz, serta kedua saksi yakni Om Deni dan Om Ryu, mereka sudah ada diposisi masing-masing. Ara yang baru keluar dengan digandeng Mami Rara, duduk di sebelah Meru.
Ridho menatap Ara yang terlihat begitu cantik dengan balutan kebaya putih dan rambut disanggul modern. Bibirnya menyunggingkan senyum ke arah sang adik, namun matanya juga berair. Entah kenapa, hari ini ia merasa menjadi orang yang cengeng. Dikit-dikit, rasanya pengen nangis.
Karena semua sudah siap, Pak ustadz meminta untuk segera di mulai ijab kabul.
Jantung Meru berdebar kencang saat tangannya dijabat Ridho. Sementara Ridho, ia malah tak bisa menguasai perasaan, kembali menangis, dan mau tak mau melepas tangan Meru untuk menyeka air mata. Ia teringat sang ayah. Andai saja ayahnya masih ada, laki-laki itulah yang sekarang ada diposisi ini, menikahkan Ara.
Om Ryu menerima sodoran tisu dari Mami, lalu menyodorkan pada Ridho.
Sama seperti kakaknya, Ara juga menangis, teringat almarhum kedua orang tuanya. Ia merindukan mereka. Bayangan wajah mereka melintas di kepalanya. Saat abangnya kembali menjabat tangan Meru, yang tampak di matanya, seperti ayahnyalah yang sekarang melakukan itu. Pria itu tersenyum padanya.
Semoga kamu bahagia, Nak. Ayah sayang sama Ara.
Saat bayangan itu hilang, dan sadar jika yang saat ini menjabat tangan Meru adalah abangnya, tangis Ara kian menjadi. Sampai-sampai, Pak Ustadz menahan dulu Ridho yang siap melafalkan ijab.
"Nak," Pak ustadz menatap Ara. "Kenapa kamu terus menangis? Apa kamu terpaksa dengan pernikahan ini?" beliau ingin memastikan tak ada unsur paksaan disini, mengingat usia mempelai yang masih sangat muda.
Ara menggeleng. "Saya teringat almarhum kedua orang tua saya," sahutnya terputus-putus karena isak.
"MasyaAllah."
Mami yang berada tak jauh dari Ara, langsung memeluknya. "Setelah ini, kamu punya Mami sama Papi yang akan menggantikan kedua orang tua kamu," ia ikut terbawa suasana, matanya berkaca-baca. "Meski mungkin, tak bisa sebaik mereka."
Setelah Ara tenang, pun dengan Ridho dan Meru yang sudah siap, ijab kabul kembali dimulai.
"Saudara Semeru Adityawarman, saya nikahkan dan saya kawinkan engkau dengan adik saya, Aisyah Zaharani binti Rahmat Maulana, dengan mas kawin uang sebesar 5 juta rupiah, dibayar tunai."
"Saya terima nikah dan kawinnya Aisyah Zaharani binti Rahmat Maulana, dengan mas kawin tersebut, tunai."
"Bagaimana para saksi, sah?"
"SAH."
Meru dan Ridho sama-sama menghela nafas lega setelah mendengar kata sah dari para saksi.
Pak ustadz membacakan doa, yang kemudian diamini oleh semua orang.
Selesai doa, Meru menyerahkan mahar. Jika uang konsumsi juga amplop untuk Pak ustadz berasal dari kantong Mami dan Papi, untuk mahar, murni dari tabungan Meru. Meru ada bertanya pada Ara mengenai mahar, dan jawaban Ara, adalah semampunya. Ara sadar, Meru belum bekerja, tak mungkin ia akan menuntut mahar yang tinggi. Baginya yang terpenting adalah sah, bukan jumlah maharnya.
Ara mencium tangan Meru, sementara Meru menyentuh kepalanya sambil membaca doa yang baru ia hafalkan tadi malam. Sepasang cincin berbahan titanium, menjadi cincin pernikahan mereka.
nenjadi satu keluarga yg saling menghargai...
thor...
masih ngikut..
ngakak jgaa gara2 rujak .
masih ngikut..
eh akhirnya senyum2..
teeerharu...
bisa diambil pelajarannya
berat deh klau punya ipar kyak imel
semeru.....
semangat terus thor...
aq berusaha mbaca maraton ini cerita?