Zahra, seorang perempuan sederhana yang hidupnya penuh keterbatasan, terpaksa menerima pinangan seorang perwira tentara berpangkat Letnan Satu—Samudera Hasta Alvendra. Pernikahan itu bukan karena cinta, melainkan karena uang. Zahra dibayar untuk menjadi istri Samudera demi menyelamatkan keluarganya dari kehancuran ekonomi akibat kebangkrutan perusahaan orang tuanya.
Namun, tanpa Zahra sadari, pernikahan itu hanyalah awal dari permainan balas dendam yang kelam. Samudera bukan pria biasa—dia adalah mantan kekasih adik Zahra, Zera. Luka masa lalu yang ditinggalkan Zera karena pengkhianatannya, tak hanya melukai hati Samudera, tapi juga menghancurkan keluarga laki-laki itu.
Kini, Samudera ingin menuntut balas. Zahra menjadi pion dalam rencana dendamnya. Tapi di tengah badai kepalsuan dan rasa sakit, benih-benih cinta mulai tumbuh—membingungkan hati keduanya. Mampukah cinta menyembuhkan luka lama, atau justru semakin memperdalam jurang kehancuran?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Fafacho, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 19.
"Ayo yang semangat, baru kena panas begini sudah lemah" seru Samudera meneriaki para prajurit muda yang tengah latihan Fisik di lapangan.
Sebenarnya mereka sudah ada yang mengawasi yaitu Danton mereka. Tapi sebagai Danki di Batalyon ini Samudera juga sesekali iku mengawasi.
"siap ndan" seru mereka.
"siang ndan, " saat Samudera dan Letda Yanuar tengah fokus melihat anggota yang berlatih datang seorang tentara yang menghampiri.
"iya Letda Fazar" ucap Samudera saat seorang perwira muda menghampiri nya.
"Apa yang Danki suruh kemarin sudah saya lakukan ndan. dan Dealernya sudah datang untuk bertemu komandan" ucap Letda Fazar.
"sudah datang"
"iya ndan"
"dimana dia sekarang? " Tanya Samudera.
"di depan ndan, dengan mobilnya juga" jawab Letda Fazar.
"ya sudah saya kedepan dulu, Letda Yanuar kau di sini awasi mereka" perintah Samudera pada Letda Yanuar.
"siap Ndan" jawab Letda Yanuar sambil memberi hormat.
Samudera dan Letda Fazar berjalan pergi dari lapangan, mereka pergi untuk menemui orang yang mengantarkan mobil milik Samudera.
Samudera memang tidak memiliki mobil sendiri di sini, dia selama ini hanya menggunakan mobil dinas atau tidak menyewa mobil.
Dan entah kenapa Danki muda itu memutuskan untuk membeli mobil saat ini.
......................
Zahra berada di rumah, perempuan itu baru selesai membereskan rumah, dari mencuci piring kotornya tadi dan menjemur baju. Ia kini mengistirahatkan tubuhnya di sofa rumah dinas suaminya itu.
Saat dia tengah bersantai ponselnya yang ada di lemari sebelah TV berbunyi. Dengan berat hati Zahra langsung berdiri mengambil ponselnya di meja itu.
Dia melihat layar ponselnya,
"ayah.. " lirihnya di iringi helaan nafas yang berat. Dia tak kunjung mengangkat panggilan tersebut.
Dengan terpaksa Zahra mengangkatnya
"assalamualaikum yah, ada apa yah? " Tanya Zahra saat panggilan telpon sudah ia angkat.
"Zahra, mana kami ini bohong sama ayah katanya mau ngirim ayah uang" bukannya menjawab salam dari Zahra. Ayah Zahra di seberang sana malah langsung menagih uang.
"ayah bisa nggak sih jawab salam dulu baru Tanya uang. Setiap kali ayah nelpon pasti uang terus" Zahra yang sudah lelah semakin lelah dengan sikap ayahnya tersebut.
"kamu marah sama ayah, kamu sendiri yang bilang mau ngasih uang"
"iya yah tapi nggak sekarang,"
"kenapa nggak sekarang, bukannya kamu sudah dapat uang dari suamimu"
"ayah lupa, uangnya udah aku kasih ke ayah. ayah bisa nggak sih nggak jadiin aku bank uang yah"
"kamu keberatan kalau ayah minta, tahu diri dong Zahra. kamu sudah ayah urus tapi mana balas budimu sama ayah"
Deg..
Bagai hantaman batu mengenai dirinya, begitu sakit ucapan ayahnya itu.
"iya aku tahu yah. aku anak yang harus berbakti pada orang tua. Tapi kenapa harus aku sendiri yang ayah jadikan bank uang yah. Zera ayah manja tapi aku, ayah bikin babak belur" dengan mata berkaca-kaca Zahra mengatakan itu pada ayahnya.
"kamu nggak usah membandingkan dengan adikmu, dia anak bungsu Zahra sedangkan kau kakaknya"
"Udahlah yah, muak aku. Apapun itu Zera selalu ayah bela, pacarku di ambil dia saja ayah nggak berpihak padaku. masih aja nyalahin aku. Aku capek ayah begini kan yah. aku nggak mau yah" ucap Zahra seperti mengeluarkan uneg uneg yang ia simpan selama ini.
"ya wajar ayah bela adik kamu, adik kamu itu di hamili pacar kamu. Pacar kamu ya harus tanggungjawab lah" ucap Ayah Zahra di seberang sana dan masih membela Zera.
"iya memang pacarku menghamili Zera, tapi apa ayah tahu anak kesayangan ayah itu merebutnya dariku. dia menjebak pacarku seperti orang murahan yah" tukas Zahra, dia tak perduli mengatai adiknya murahan memang kenyataannya begitu.
"Zahra kurang ajar kamu mengatakan hal itu soal adikmu. Dia adik mu Zahra" bentak Zulhan di seberang sana.
"terus aja bela yah, Zera kalau ayah bela terus dia nggak bakal berubah" ucap Zahra frustasi.
"kamu kalau di depan ayah, sudah ayah tampar kamu Zahra"
"aku nggak perduli, kan selama ini ayah memang sering menamparku kan. semakin ayah mengancam menamparku jangan harap sepersen pun uang dariku yah"
"ayah bangkrut juga bukan karena aku tapi karena Zera, jadi minta saja biaya hidupmu pada anak kesayangan mu itu" ucap Zahra lagi yang amat muak dengan ayahnya. dia langsung mematikan panggilannya begitu saja.
setelah itu kakinya terasa lemas, dia baru kali ini begitu bicara kasar pada orang tuanya. tapi kalau ayahnya tidak di tegasi begini, ia bakal di jadikan bank bagi ayahnya. Apalagi dirinya tengah lelah fisik mau pun batin saat ini.
Zahra terduduk di lantai, dia menangis sejadinya sambil memeluk ponselnya.
"kenapa ayah jahat, kenapa ayah pilih kasih" isaknya.
Tanpa di duga Samudera ternyata mendengar itu semua, dia memang masuk kedalam rumah karena pintu terbuka. tapi saat masuk dia sedikit terkejut mendengar semua ucapan Zahra tadi.
apalagi saat ini hatinya sedikit ngilu melihat perempuan itu yang terisak. tangisnya seperti menyimpan begitu banyak kesedihan dan beban.
"Suami Zera mantan kekasihnya? " batin Samudera sambil melihat Zahra yang menangis sesegukan dan masih terduduk di lantai.
Entah mengapa melihat itu hatinya sedikit sakit, perlahan Samudera berjalan keluar. Dia memutuskan untuk keluar lagi membiarkan Zahra melepaskan semua bebannya dengan menangis.
................ ......