Hiera seorang gadis yang selalu mendapat perundungunan, baik di kampus maupun di keluarga sendiri.
suatu malam dia disiksa ibu tiri dan keluarganya hingga meregang nyawa, tubuhnya pun dibuang ke sebuah jurang.
Hiera nyaris mati, namun sesuatu yang tak terduga terjadi dan memberinya kesempatan kedua.
apakah Hiera mampu bangkit dan membalas orang orang yang telah menyakitinya?
yuk ikuti kisahnya dalam cerita SANG TERPILIH.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aludra08, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
19
Stp 19
Margareth duduk gelisah di ruang tamu. Di depannya Jack juga berwajah muram.
"Pa, apa yang harus kita lakukan sekarang?" Desah Margareth putus asa. Dia sudah tidak tahan hidup di bawah tekanan anak tirinya terus.
"Papa juga bingung ma, papa tak habis pikir kenapa si Hiera bisa berubah drastis begitu".
Wajah Margareth berkerut tak senang memandang wajah suaminya. Laki laki itu bisa gak sih ngasih ide cemerlang sesekali.
Lyn tergopoh datang membawa dua cangkir kopi dan cemilan, lalu diletakkannya di meja.
"Silakan dinikmati tuan, nyonya..". Lyn agak gugup melihat raut wajah majikannya yang menggambarkan kekesalan.
"Anak sialan itu telah membuatku menderita." Cerca Margareth seolah belum puas menggunjing anak tirinya.
"Anak itu memang selalu membawa penderitaan pada tuan dan nyonya, seolah membawa kutukan pada keluarga nyonya. Harusnya anak seperti itu dihukum saja, lihatlah tangan nyonya terluka seperti itu akibat perbuatan si Hiera itu, seharusnya nyonya segera menyingkirkan dia dari rumah ini". Lyn memasang muka penjilat, berusaha mencari muka di depan majikannya. Dia juga dari dulu tidak suka pada anak itu. Hanya bikin repot majikannya saja.
"Kamu benar! Seharusnya sejak dulu ketika dia kecil aku menghabisinya. Hhh, sekarang sudah terlambat, bagaimana cara menyingkirkannya, sementara pengacara sialan itu juga pasti selalu mengawasi gerak gerik keluargaku!"
"Mungkin kalau membuat dia mati sekarang, itu terlalu mencolok nyonya, tapi jika si Hiera itu tidak bisa berbuat apa apa, bukankah harta kekayaannya masih bisa dinikmati nyonya dan tuan".
Margareth mengalihkan pandangan pada Lyn dengan tatapan penuh tanya.
Lyn tersenyum kemudian mendekatkan bibirnya pada telinga Margareth membisikkan sesuatu. Mata Margareth pun perlahan membesar dan senyum licik terlukis di wajahnya.
"Cepat laksanakan rencanamu itu!" Perintah Margareth.
Seringai dingin menghiasi wajah Lyn, matanya menajam kejam. Lyn sangat tidak menyukai Hiera, baginya anak itu hanyalah benalu di rumah ini, dia selalu membuat susah dan kesal nona Hanna, anak kesayangan majikkannya yang dia asuh sejak kecil.
***
Malam semakin merambat, Hiera memandang pemukiman pantai Cemara yang porak poranda karena kejadian tadi sore.
Untung saja tidak terdengar ada korban jiwa, hanya saja pantai Cemara masih ditinggalkan para penduduknya. Membuat lokasi itu terlihat seperti desa mati.
Hiera melangkah menjauh dari tempat itu sambil berusaha mencari taksi.
Namun musibah yang terjadi tadi sore sepertinya membuat para pengemudi taksi enggan melewati tempat itu.
Tak terasa Hiera sudah melangkah sangat jauh. Dinginnya angin malam menyapu seluruh tubuhnya.
Langkah kaki Hiera terhenti saat tatapannya membentur sepuluh pria bertubuh tegap dengan wajah sangar. Pada tangan masing masing pria itu membawa senjata pemukul, seperti balok kayu dan benda tumpul lainnya. Beberapa pria ada juga yang membawa senjata tajam seperti clurit dan katana.
Hiera menatap waspada pada sepuluh pria yang menatapnya seolah ingin memangsanya. Insting Hiera mengatakan bahwa pria pria itu bukan untuk merampoknya, tapi ada yang menyuruh untuk mencelakainya.
Bibir Hiera membuat lengkung miring. Alisnya terangkat. Wajahnya datar tanpa ekspresi ketakutan sama sekali.
"Kalian menghalangi jalanku". Ucap Hiera tanpa ekspresi.
Para pria berwajah sangar itu terkekeh, mereka melangkah mendekati Hiera,berusaha membuat gadis itu takut. Namun Hiera tetap dengan wajah datarnya.
"Kami inginkan nyawamu!" Seru mereka, kemudian tanpa aba aba langsung menyerang Hiera.
Hiera melompati satu pria yang menyerangnya kemudian menginjak ujung kepala pria itu, membuat pria itu menggeram marah.
Hiera terkikik senang, lalu kakinya menendang salah satu pria lainnyanya, mendorongnya ke besi pembatas jalan dan mengambil paksa kayu balok di tangan pria itu. Dan dengan tongkat itu pula Hiera memukul kepala pemiliknya.
Raungan kesakitan terdengar dari mulut pria itu.
Hiera berbalik, kemudian berlari beberapa langkah dan menendang barisan lima preman sambil melayangkan pukulan pukulan tenaga dalam tak kasat mata.
Pukulan gadis itu telak mengenai ulu hati mereka, lima preman itu terjengkang, kemudian terbatuk batuk sambil memegang dadanya yang kesakitan.
"CK, cuma membuat mereka terbatuk, kukira pukulanku dapat membuat mereka tak sadarkan diri, aku harus banyak berlatih rupanya!" Decaknya kesal.
Hiera memandang mereka dengan tatapan mengejek.
"Cuma segitu kemampuan kalian?" Ejeknya membuat preman yang lain murka terpancing emosi.
Hiera melangkah mundur saat sabetan katana dan clurit mengarah padanya. Kakinya melompat pada besi pembatas jalan, kemudian dia bersalto di udara dan mengarahkan tendangannya pada dua preman itu.
Dua pria itu pun terpental cukup jauh. Senjata mereka terlepas dari tangan. Seteguk darah menyembur dari mulut dua pria itu.
"Tendanganku lumayan juga!" Seringai Hiera. Dan dia tak menyia - nyiakan waktu kembali menyerang dengan ganas preman preman yang lain.
Tangan Hiera berhasil menjambak pria berambut gondrong,tangannya mencengkram kuat kepala preman itu, kemudian dia mendorong kuat kepala pria itu pada jalan aspal yang keras
"Dhuaak!"
"AAAAAAARG!" jeritan kesakitan terdengar dari mulut pria itu. Kepalanya pecah, darah berhamburan membasahi jalan itu. Pria gondrong itu terkapar tak sadarkan diri.
Sembilan pria lainnya menatap ngeri tubuh temannya yang bersimbah darah. Mereka menatap Hiera tak percaya.
Ketua geng preman yang memiliki luka memanjang di wajahnya itu melotot pada Hiera. Dia tak percaya sembilan anak buahnya dapat dengan mudah dilumpuhkan oleh gadis itu. Padahal menurut keterangan orang yang menyuruhnya, gadis itu adalah wanita lemah.
Dengan ragu ragu ketua geng preman itu mulai menyerang Hiera, yang disambut gadis itu dengan senang hati.
Clurit tajam itu terus terayun berusaha membabat tubuh Hiera. Namun gadis itu berkelit dengan lincah.
Hiera berhasil menendang selangkangan pria itu, membuat pria meraung memegang adik kecilnya yang kesakitan.
Hiera tak menyia-nyiakan waktu, dia merebut clurit di tangan preman itu, kemudian tangan satunya menjambak rambut pria itu hingga kepalanya mendengak.
Hiera menempelkan clurit bermata tajam itu pada leher ketua preman itu.
"Katakan! Siapa yang menyuruh kalian?" Tanya gadis itu dengan wajah dingin. Dia sedikit menggoreskan clurit itu di leher sang preman tanpa perasaan, hingga lehernya mengeluarkan darah.
Tubuh ketua preman itu menggigil, dia tak menyangka dapat dikalahkan oleh bocah ingusan, anak perempuan pula.
"Ampuuun!" Ampuuun!" Yang menyuruh kami, Lyn!" Dengan mudah pria itu menyebut orang yang menyuruhnya. Rupanya preman sangar ini takut mati juga.
Hiera membenturkan kepala preman itu pada tiang besi listrik, hingga kening preman itu bocor mengeluarkan darah.
Preman itu beringsut mundur, menatap Hiera dengan wajah dilumuri ketakutan.
Hiera meregangkan kepala dan tangannya, kemudian menatap satu persatu para preman yang tengah memandangnya ketakutan.
"Pemanasannya cukup asyik, Aku siap sekarang!" Ucap Hiera sambil memasang kuda kuda, tatapannya membunuh.
"Se.., setan, dia pasti setan!" Jerit ketua preman sambil menatap ketakutan pada Hiera. Kesembilan pria itu melangkah mundur kemudian lari terbirit-birit, pontang panting tak tentu arah meninggalkan satu temannya yang masih tak sadarkan diri.
Hiera tersenyum sinis melihat tingkah preman preman pengecut itu. Wajah gadis itu berubah kelam, matanya menajam kejam, aura membunuh menguar dari wajahnya yang datar dan dingin, mengingat salah satu pembantu di rumahnya.
"LYN!" desisnya...