Arsenio Wickley, seorang mafia yang berusia 39 tahun. Semenjak kejadian kekasihnya pergi karena kesalahan pahaman, semenjak itu Arsenio menutup hatinya untuk semua wanita. Tapi, kehadiran seorang gadis mengubah pendiriannya. Clara datang kepadanya, dan berniat menjadi sugar baby Arsen. bukan karena uang tapi karena ia butuh kasih sayang yang tidak ia dapat dari orang tuanya.
" Om, aku mau jadi sugar Baby om" ucap Clara sambil menatap wajah Arsen.
" Apa kau tahu, apa yang dilakukan Sugar Baby?" Arsen mendekati wajah Clara, membuatnya sedikit gugup.
" Memang apa yang harus aku lakukan?" tanya Clara yang penasaran, ia hanya tahu sugar baby itu hanya menemani makan, dan jalan-jalan.
" kau harus menemaniku tidur, apa kau mau?" Arsen semakin memojokkan tubuh Clara.
" tidak!! aku tidak mau.." Clara berlari saat mendengar ucapan Arsen.
" Dasar bocah ingusan" ucap Arsen seraya menggelengkan kepala.
Nantikan kisah kelanjutannya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ibu.peri, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Cemburu
Arsen mengepalkan rahangnya. Matanya menyipit, sorotnya berubah tajam. ia belum pergi setelah mengantar Clara, apalagi melihat Sera menghadangnya. Arsen ingin tahu apa yang akan dilakukan Clara. Tapi, kedatangan Jodi membuatnya harus bertindak.
Ia tak peduli siapa Jodi. Tapi melihat pria lain berdiri terlalu dekat dengan Clara—miliknya—itu membuat darahnya mendidih.
Dalam hitungan detik, pintu mobil terbuka dan Arsen berjalan cepat ke arah mereka. Semua orang yang melihat langsung memberi jalan.
Clara yang tadinya sedang berbicara dengan Jodi terkejut saat Arsen menarik pergelangan tangannya dengan cukup kuat.
"Ikut aku," ucap Arsen dingin, tanpa menoleh pada Jodi maupun Sera.
"Tu—Tuan...? Aku masih ada kelas—"
"Aku tidak peduli."
Arsen menyeret Clara kembali ke mobil di tengah tatapan bingung mahasiswa lainnya. Sera terdiam, wajahnya pucat melihat siapa yang menjemput Clara.
Sedangkan Jodi, langsung menghadang mereka. "Siapa kau?! lepaskan Clara!,"
Arsen memejamkan matanya sesaat, ia berusaha menahan emosinya. sebelum sebuah kata terucap," Pergi!," suara tajam dibarengi sorot mata yang memancarkan kilat emosi. membuat Clara dengan cepat berbicara.
"Jodi, kau pergilah. Aku baik-baik saja," ucapnya.
"Tapi Clara—," Jodi akan membantah tapi Clara dengan capet menarik lengan Arsen menjauh. Sebelum Arsen kehilangan kendali, ia tahu Seperti apa Arsen jika sedang marah.
Jodi hanya diam, melihat punggung mereka berdua yang pergi, ia tidak dapat berbicara apapun, apalagi saat melihat Clara pergi dengan pria dewasa yang ia sangat tahu bukanlah papanya.
"Sekarang, kau tahu kan pekerjaan temanmu itu. Dia adalah seorang sugar baby," ejek Sera kemudian pergi bersama kedua temannya.
Di dalam mobil, suasana membeku.
Clara memberanikan diri bertanya, "Tuan marah?"
Arsen tidak langsung menjawab. Matanya lurus ke depan, tapi rahangnya mengeras.
"Jangan biarkan pria lain menyentuhmu," ucapnya pelan namun dingin. "Aku tidak suka."
Clara terdiam. Di balik nada itu, ada rasa yang belum bisa ia mengerti. Tapi satu hal pasti, Arsen... cemburu.
****
Apartemen Arsen.
Apartemen terlihat sepi. Arion dengan Sigap menekan password yang telah diberikan oleh Bastian, dan mereka masuk dengan langkah hati-hati. Liam langsung menyusuri ruang tamu, membuka laci, memeriksa meja, sementara Arion menuju kamar dan melihat-lihat barang di sekitar.
“Ini... kamar wanita itu,” gumam Arion, membuka lemari dengan perlahan. “Rapi. Tapi ada aroma... vanila?”
Liam menyusul, melihat sepatu wanita di rak dan gaun-gaun yang tergantung rapi.
“Dia tinggal di sini. Arsen tidak mungkin membiarkan sembarang wanita tinggal serumah kalau tidak spesial.”
Mereka terus mencari sesuatu yang mencurigakan—surat, identitas, atau mungkin bukti bahwa Arsen menyembunyikan sesuatu yang besar.
Di luar, Bastian masih berjaga. Tapi tiba-tiba ponselnya berdering. Ia mengangkat dengan malas.
“Halo? Ya?," Bastian berbicara di telepon, tanpa sadar melangkahkan kakinya menjauhi apartemen.
Sementara itu...
Arsen dan Clara telah tiba.
Dengan langkah cepat, Arsen membuka pintu apartemen dan menarik Clara masuk tanpa sepatah kata. Wajahnya masih muram, sorot matanya gelap. Clara hanya bisa diam, menggenggam tasnya erat-erat, mencoba memahami emosi Arsen yang masih belum stabil.
“A—ada apa, Tuan?” tanya Clara hati-hati.
Tanpa menjawab, Arsen langsung menariknya menuju kamar. Langkahnya berat dan penuh tekanan.
Di dalam lemari besar kamar Clara, Liam dan Arion yang mendengar pintu terbuka tiba-tiba panik.
“Sial. Mereka pulang!” bisik Arion.
“Bagaimana ini?! Kita tidak sempat kabur!” balas Liam.
"Ikut aku," Arion melihat lemari pakaian besar. Tanpa pilihan lain, mereka buru-buru masuk ke dalam lemari dan menutup pintunya perlahan, dan menahan napas.
****
Di dalam kamar
Clara terdiam saat Arsen berdiri tepat di depannya. Nafas pria itu berat, penuh emosi yang tertahan. Wajahnya masih menyimpan jejak kemarahan, namun matanya tertuju pada Clara—seolah hanya keberadaannya yang mampu meredam emosi itu.
“Apa kau menikmatinya?” tanya Arsen tiba-tiba, nadanya tajam.
Clara mengerutkan kening. “Menikmati apa?”
“Saat dia membelamu. Saat dia menatapmu seolah kau miliknya. Siapa dia bagimu?”
“Dia hanya sahabatku—”
"Aku tidak peduli siapa dia, kau tahu aku tidak suka kau dekat dengan pria lain. Dan lagi-lagi kau melanggarnya," Arsen berjalan mendekati Clara dan menghimpitnya Kedinding.
"Tu—an," Clara berusaha mundur tapi sayangnya, dia sudah terjepit.
Arsen tidak menunggu lebih lama. Tubuh Clara ditarik mendekat, dan bi birnya segera mendarat kasar di bi bir Clara. Ciu man itu pa nas, penuh has rat dan kemarahan. Clara tersentak, tapi tidak melawan. Ia membiarkan Arsen meluapkan semuanya, seolah ini satu-satunya cara pria itu berbicara.
Ciu man itu semakin dalam. Tangan Arsen menjelajah ke belakang leher Clara, menariknya lebih dalam, lalu perlahan menurunkannya ke tempat tidur. Napas mereka memburu, kulit bersentuhan, emosi saling menyatu dalam gelombang has rat yang meledak-ledak.
Tangan Arsen mulai membuka resleting hingga bawah...
"Arion, tutup matamu," bisik Liam saat melihat Arsen sibuk men cum Bu Clara.
"Uncle, aku sudah dewasa," Arion menepis tangan Liam, dan kembali melihat disela lemari.
"Daddymu ternyata sangat buas," Liam tidak berkedip saat mengintip Arsen.
Sementara itu, Didepan apartemen, Bastian mendapatkan laporan dari petugas, jika Arsen sudah tiba beberapa menit yang lalu.
"Mati aku..." Bastian gelisah sambil berjalan mondar-mandir didepan pintu. ia langsung menghubungi Liam.
TRING! TRING!
Suara ponsel tiba-tiba memekakkan telinga dari dalam lemari. Clara dan Arsen langsung menoleh ke arah suara itu.
Arsen menyipitkan mata. “Apa itu?”
Ia berdiri cepat, mendekati lemari, lalu membuka pintunya dengan paksa—
“Hallo Arsen," Liam melambaikan tangannya ,sambil cengengesan.
Sedangkan Arion hanya bisa senyum kaku. karena mereka tidak bisa kabur lagi.
Arsen berdiri terpaku. Matanya tak percaya melihat dua orang sedang meringkuk di antara gaun-gaun Clara.
Clara sendiri membelalak, wajahnya merah padam, antara malu dan terkejut.
Arsen menatap mereka tajam. “Apa yang kalian lakukan disini?!”
Arion mengangkat dua tangan seperti penjahat tertangkap. “Ini ide uncle Liam dad, aku hanya ikut saja .”
Liam menutup wajahnya, ia tahu pasti Arsen akan marah padanya.
Arsen mengepalkan tangan, siap menghajar keduanya.
“Aku hitung sampai tiga...”
“...Satu,” suara Arsen terdengar pelan tapi mengerikan.
Liam dan Arion langsung lari terbirit-birit keluar dari lemari. Liam sempat tersandung ujung karpet, sementara Arion nyaris menabrak sofa. Tapi Arsen lebih cepat. Ia mencengkeram kerah baju Arion dan menariknya mundur seperti kucing menarik anaknya.
“Daddy, jangan pukul aku!” teriak Arion.
Arsen mengabaikannya. Ia melempar Arion ke arah sofa dengan satu gerakan kuat. Liam yang sudah nyaris sampai pintu kamar langsung berhenti ketika suara Arsen kembali menggema.
“Berani keluar, kupatahkan kakimu.”
Liam menelan ludah. Ia pun pasrah, berbalik dan duduk lemas di kursi kerja Arsen, memeluk bantal kursi seperti anak SD yang ketahuan nyontek.
Beberapa detik kemudian terdengar suara pintu apartemen terbuka dengan tergesa.
“Tuan..” Bastian terdiam di ambang pintu, melihat kedua orang sudah ‘tersudut’ oleh Arsen.
Tatapan Arsen langsung menyala begitu melihat wajah penjaga pintu mereka yang satu itu. “Pasti kau yang memberitahu mereka,"
Clara berdiri gugup di dekat ranjang, menarik selimut untuk menutupi tubuhnya yang sedikit terbuka. Wajahnya merah padam, tapi ia tak bisa berpaling dari pemandangan tiga pria dewasa yang sedang gemetar dihukum seperti anak SMA.
Arsen berdiri tegap. “Kalian bertiga. Siapa yang suruh kalian masuk ke apartemenku?”
“Kami hanya ingin bertemu denganmu, Arsen” jawab Liam lirih.
“Heuh.. kau pikir aku bodoh.,” timpal Arsen. “Menyusup. Mengintip. Dan hampir menyaksikan hal yang seharusnya... tidak kalian saksikan.” Tatapan Arsen melirik ke arah Clara, yang langsung menunduk dengan wajah membara.
“Aku... hanya ingin tahu siapa wanita yang membuat daddy berubah,” gumam Arion, sambil menatap Clara yang menundukan wajahnya. Satu kalimat muncul dalam pikirannya, 'Wanita Daddy seorang gadis muda'
Bastian langsung mengangkat tangan. “Tuan, Aku hanya disuruh tuan Liam,"
Arsen menatap mereka bertiga satu persatu, kemudian berbicara.
"Kalian bertiga harus diberi hukuman,"
wah Liam di tunggu siapa bidadari mu nanti
jadi menghalu pas nikah yg bawa keranjang kecil dengan cicin di dalamnya itu anak mereka the next mafia queen ohhh so sweet ya Thor kaya di video" bule sana