NovelToon NovelToon
Runaways Of The Heart

Runaways Of The Heart

Status: sedang berlangsung
Genre:Identitas Tersembunyi / CEO / Percintaan Konglomerat / Cinta pada Pandangan Pertama / Mafia / Cintapertama
Popularitas:238
Nilai: 5
Nama Author: Dana Brekker

Darren Myles Aksantara dan Tinasha Putri Viena sama-sama kabur dari hidup yang menyesakkan. Mereka tidak mencari siapa pun, apalagi cinta. Tapi pada malam itu, Viena salah masuk mobil dan tanpa sengaja masuk ke lingkaran gelap keluarga Darren. Sejak saat itu, hidupnya ikut terseret. Keluarga Aksantara mulai memburu Viena untuk menutupi urusan masa lalu yang bahkan tidak ia pahami.

Darren yang sudah muak dengan aturan keluarganya menolak membiarkan Viena jadi korban berikutnya. Ia memilih melawan darah dagingnya sendiri. Sampai dua pelarian itu akhirnya bertahan di bawah atap yang sama, dan di sana, rasa takut berubah menjadi sesuatu yang ingin mereka jaga selamanya.

Darren, pemuda keras kepala yang menolak hidup dari uang keluarga mafianya.

Viena, gadis cantik yang sengaja tampil culun untuk menyembunyikan trauma masa lalu.

Genre : Romansa Gelap

Written by : Dana Brekker

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dana Brekker, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Ch 6

Darren tahu betul siapa yang datang begitu ia menoleh. Seorang pria dengan postur menjulang, bahu lebar, dan garis tubuh hasil rutin angkat beban sedang berdiri di ambang pintu. Saviero Dhirendra Aksantara. Wajahnya menyimpan ketampanan matang yang berbeda dari adiknya. Tajam, maskulin, dan penuh wibawa seorang pria yang terbiasa menang, baik dalam karier maupun percaturan sosial.

Di sampingnya, bergandeng pada lengan sang suami, berdiri seorang wanita bergaun sutra krem yang jatuh membentuk lekuk tubuh sempurna. Kecantikannya yang memancing iri itu tampak seksi tanpa berusaha dan anggun tanpa perlu berpose. Wajahnya yang kerap menghiasi papan reklame parfum dan kampanye high fashion itu menyunggingkan senyum tipis yang entah berkesan ramah atau menilai, namun tetap mematikan dengan caranya sendiri.

Yang jelas mereka tampil sebagai pasangan yang aura glamornya tak bisa diacuhkan. Luar biasa kontras dengan pasangan Darren dan Viena.

Para pelayan kompak membungkuk satu kali saat dua orang itu melenggang masuk. Sayangnya mereka berjalan ke arah Darren dan Viena duduk.

“Saviero,” Darren menyapa datar.

“Adikku, Prince of Aksantara akhirnya muncul juga,” cibir anak kesayangan Radmilo itu. “Maaf kalau aku mengganggu momen mesra kalian.”

“Sayang, katanya dari tadi kamu ingin ngobrol dengan adikku yang paling dingin sedunia?” lanjutnya kala menoleh ke istrinya, lalu meletakkan telapak tangan kanan di dada sambil membungkuk sedikit saat beralih menatap Viena. “Dan Nona cantik ini, siapa namamu?”

Nadea sedikit membungkuk hormat ke Darren, dia tahu pemuda itu tidak akan tertarik untuk sekedar basa-basi dengannya.

Sementara Viena lantas berdiri, membungkuk hormat mengikuti cara wanita bernama Nadea itu menghormati Darren. “Viena, Tuan.”

“Oh, sopan sekali,” ucap Saviero, tentu dengan kesan menggoda. “Pacarnya Darren, ya?”

“Jakarta macet malam ini,” timpal Darren yang kini ikut berdiri menjajarkan bahunya dengan bahu kakaknya.

“Memang, beruntung aku dan istriku datang dengan helikopter.”

Respon Saviero terkesan dangkal bagi Darren. Bisakah orang ini berhenti memamerkan kehidupannya? Tapi nyatanya Darren Myles tidak peduli.

“Viena, ini kakakku Saviero dan istrinya, Nadea.”

Nadea mengulurkan tangan dengan senyum tipis, sopan tapi mengevaluasi. Sementara Viena membalas tangan itu dengan keraguan.

Darren sudah tau. Dia menjauhi rumah ini karena begitu banyaknya iblis yang berkeliaran di area rumahnya, dan itu sungguh memuakkan. Namun Darren tetaplah Darren, tidak ada yang tahu dia sedang marah atau pun sedih. Semua yang dia lakukan semata-mata untuk kepentingan pribadinya, di mana mayoritas dari keluarga besarnya tidak paham. Singkatnya, Darren telah lama memilih dunia yang berbeda.

“Hmm, tipe cewek adikku sepertinya berubah total. Dulu kamu suka yang rebel ala gangster gitu, sekarang memilih yang sederhana tapi manis.”

Darren tak menggubris. Dia justru meraih gelas air mineral milik Viena, lalu meminumnya, seolah komentar itu sekedar angin lewat. “Bagaimana proyek Aksantara Maritime?”

“Ah, langsung ke bisnis. Kamu masih gitu aja,” Saviero berdecak. “Padahal sekarang pesta. Nikmati dulu, baru bahas laporan.”

“Ayah pasti mau dengar soal itu juga, kan?” ujar Darren memandangi dua mata kakaknya langsung. “Kalau kamu paham arus keuangan beserta rantai suplainya, kamu harusnya tahu seberapa pentingnya waktu yang tersisa.”

“Bukannya kamu udah lepas tangan dari perusahaan ayah?” Saviero tertawa hambar. “Kalau kamu tahu caranya hidup happy, kamu bakal ngerti gak semua hal harus seserius itu, saudaraku. Lagipula fokusku tetap di Aksantara Hotels, bukan Maritime.”

Nadea ikut menutupi mulutnya saat tertawa singkat Di waktu bersamaan, tangan lainnya menggenggam tangan suaminya yang kini merangkul pinggangnya di depan Darren dan Viena.

Wajar saja. Jabatan dan wanita cantik bagaikan piala yang membuat semua orang dipandang lebih tinggi di sini. Saviero adalah penerus sah perusahaan Radmilo, ayah mereka. Tentu kesan angkuh nan sombong itu ketara sekali di setiap senyumannya. Terlebih memang kata orang-orang dia ‘lebih sukses’ dari adiknya yang satu ini, mereka jadi lebih dekat dengannya ketimbang si rebel, Darren Myles Aksantara.

“Darren, sekarang kamu ngurus apa?”

Saviero duduk di seberang meja, menyilangkan kaki dengan gaya percaya diri. “Denger-denger, setahun belakangan ini kamu sibuk kelola band indie? Aku harap aku salah denger.”

Viena yang duduk di samping Darren sempat melirik. “Band indie?” pikirnya.

“Benar. Aku mendirikan Midnight Alter dua tahun lalu. Sekarang sedang merampungkan kontrak distribusi di bawah label asal Jepang.”

Saviero tertawa kagum, “Kontrak luar negeri, katanya. Apa sekarang semua orang bisa punya ‘kontrak’ asal ngunggah lagu di LuTube?”

“Bedanya, proyekku gak pernah nyeret ratusan buruh ke PHK,” Darren menimpali.

Seketika, keheningan menggantung. Suasana mendidih lebih panas lagi.

Adapun bibir Nadea sampai tergantung, tak menyangka kalimat sekeras itu keluar dari seseorang yang duduk begitu tenang. Di sisi lain Saviero menahan diri, jari telunjuknya mengetuk meja sekali, dua kali. Wajah angkuhnya kandas.

“Damn... Adikku ini masih hafal detail laporan PHK padahal udah cabut dari perusahaan,” ujar Saviero, sambil melihat ke sekeliling, berharap orang-orang juga mendengar apa yang barusan Darren katakan kepadanya. “Kapan terakhir kamu baca laporan keuangan? Dua tahun lalu?”

“Tiga tahun.” Tak ada keraguan di mata Darren. “Bahkan aku masih hafal, margin keuntungan Aksantara Maritime turun 12,8 persen di triwulan pertama setelah kamu ambil alih. Salah langkah di pengadaan baja ringan, yang kalau kamu mau tahu penyebab pastinya, bisa cek laporan transaksi dengan perusahaan cabang di Qingdao.”

Saviero diam seribu kata, menimbang sesuatu. Nadea menatap suaminya, bahkan ia sendiri tahu Darren tak asal bicara omong kosong.

Faktanya Aksantara Hotels dulunya adalah jaringan perhotelan kebanggaan keluarga mereka. Sebuah simbol kemewahan tropis yang menjulang dari Bali hingga ke Asia Timur. Di masa kepemimpinan ayah mereka, perusahaan itu pernah menembus daftar Top 5 Hospitality Holdings in ASEAN dengan valuasi mencapai 19 triliun rupiah. Namun sejak diambil alih Saviero, arah manajemen berubah drastis. Anak kesayangan Radmilo itu malah memperluas ekspansi ke sektor lifestyle resort, strategi yang tampak visioner di atas kertas tapi terlalu menelan modal besar. Alhasil hutang korporasi melonjak tajam, proyek di Lombok, Cebu bahkan Jeju tak kunjung balik modal, dan laporan triwulan terakhir mencatat rasio utang terhadap ekuitas naik dua kali lipat.

Bagi orang luar, Aksantara Hotels masih tampak superior karena iklan dan konferensi pers yang sibuk membicarakan “restrukturisasi portofolio” beserta “pembaruan arah bisnis”, padahal itu hanyalah eufemisme dari penyelamatan keuangan internal. Saviero menutup lubang likuiditas dengan memutar dana antar-cabang, membayar media dan meminjam dana dari anak perusahaan lain seperti Aksantara Maritime. Hal ini telah menciptakan sirkulasi uang semu yang hanya kuat di atas kertas. Darren tahu semua itu, bahkan sebelum rumor beredar. Ia masih mengingat laporan keuangan lama yang menunjukkan betapa bobroknya fondasi yang kini dipamerkan kakaknya sebagai prestasi.

“Soal band indie,” lanjut Darren sambil membetulkan letak sendok di atas piring. “Kau benar, itu hanya proyek kecil. Tapi semua orang di dalamnya bekerja dengan prinsip yang lebih manusiawi daripada kebanyakan dewan direksi yang aku kenal.”

Viena nyaris tersenyum tanpa gadis itu sadari. Ia tak tahu harus kagum atau takut, melihat pria bernama Saviero Aksantara itu mulai naik pitam karena Darren. Gadis itu tahu, selama pemuda itu terlihat tenang, semua akan baik-baik saja.

“Kamu selalu punya cara buat nyindir orang tanpa kelihatan jahat, ya? Hebat Adikku. Tapi sayang, ayah kita masih menunggumu di ruang kerjanya. Kalau kamu memang sepintar itu, kamu seharusnya menemuinya lebih dulu, bukan adik kecilmu.”

“Maaf?” Darren hanya memandanginya dengan tenang. “Aku ke sini untuk Calista. Itu saja.”

“Jadi kamu pikir kamu pantas datang ke rumah ini, makan di meja ini, tapi menolak bicara dengan kepala keluarga kita?! Kamu sok jagoan bahas ini itu seakan aku yang paling bodoh di sini!”

“Ayah punya kepalamu, bukan kepalaku, aku gak perlu lagi bertekuk lutut di hadapannya,” jawaban Darren benar-benar membekukan seisi ruangan.

Bahkan pelayan yang lalu-lalang sekilas menatap ke arah mereka, lalu segera buru-buru pergi.

Mendengar pernyataan adiknya barusan, Saviero tertawa hambar, tapi tawa itu tak bertahan lama. “Kamu bener-bener keras kepala, ya? Pantas aja ayah kecewa banget.”

Darren mencondongkan tubuh sedikit, matanya tak beranjak dari wajah kakaknya. Begitu pula garis bibirnya yang selalu terangkat sedikit tanpa rasa bersalah. “Ayah kecewa karena aku nggak mau jadi versi lain dari kamu. Ayah kecewa karena aku terlalu pintar untuk Aksantara.”

Seketika, kursi Saviero bergeser keras ke belakang. Ia berdiri tegap, tangan kanannya sudah mengepal.

“Ngomong apa kamu?!”

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!