"Tidak ada pengajaran yang bisa didapatkan dari ceritamu ini, Selena. Perbaiki semua atau akhiri kontrak kerjamu dengan perusahaan ku."
Kalimat tersebut membuat Selena merasa tidak berguna menjadi manusia. Semua jerih payahnya terasa sia-sia dan membuatnya hampir menyerah.
Di tengah rasa hampir menyerahnya itu, Selena bertemu dengan Bhima. Seorang trader muda yang sedang rugi karena pasar saham mendadak anjlok.
Apakah yang akan terjadi di dengan mereka? Bibit cinta mulai tumbuh atau justru kebencian yang semakin menjalar?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon LyaAnila, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bagian 18 : Bala Bantuan Datang
Keseimbangan tubuh Bhima mulai tidak stabil. Kepalanya masih terasa sangat sakit. Suhu tubuhnya sudah tak karuan. Bau kopi basi, alkohol dan makanan basi menyeruak menusuk pernafasannya. Saat ini, hanya satu nama yang sudah terpatri di hatinya, yaitu Selena.
Entah mengapa, sejak pertemuannya dengan Selena kali itu memang tidak biasa. Tapi, setelah mendengar sepak terjang hidupnya Selena, ia merasa haru. Gadis itu ceria, tapi keceriaan yang selalu dia tunjukkan hanya topeng yang menutupi luka dan air matanya. Setelah itu, pandangannya mulai kabur dan perlahan-lahan menggelap.
*****
"Udah tidur dia, Gas," ujar Dion pelan.
"Oke, biarin dia tidur dulu. Otaknya kalau bisa ngomong mungkin juga ngutuk dia kali," kelakar Dion kembali.
Dion kemudian mendekati Bhima untuk memastikan bahwa kondisi nya sudah aman. Setelah dirasa aman, Dion menarik selimut yang sudah ada di sofa. Menutupi sebagian tubuhnya. Setelah memastikan semua aman, Dion dan Bagas menuju ruang kerja Bhima.
"Buruan, sebelum dia bangun," Bagas segera berjalan terlebih dahulu, sedangkan Dion menyusulnya.
Sesampainya di ruang kerja, mereka pun terkejut. Ruang kerjanya bersih, tak ada satu pun macam botol minuman, sampah bekas makanan, pakaian kerjanya tergantung rapi di gantungan baju. Namun, terlihat layar laptop masih menyala dengan menampilkan grafik harga, waktu unggahan serta beberapa dokumen yang sepertinya penting.
Dengan cekatan, Bagas langsung mengambil alih kursi Bhima. Tetikus (mouse) atau keyboard pun seolah ikut berpacu dengan ritme detak jantungnya saat ini.
"Lu yakin mau mulai menyelidiki sekarang?" Tanya Dion ragu-ragu.
"Heh. Kalau nggak sekarang mau kapan? Mau sampai temen lu mati di tangan nya sendiri? Gue sih kagak mau ya, ege. Gue mau kalian berdua disisi gue," celoteh Bagas.
*****
Sesampainya mereka di ruang kerja Bhima, Bagas membuka satu dokumen tersembunyi. Di dalam dokumen tersebut, ada beberapa bukti lejit seperti tangkapan layar, akun anonim yang sempat membuat reputasi dia jatuh.
"Aneh. Ini bukan dilakukan Arvin. Arvin memang bisa kalau urusan posting. Tapi dia tidak pandai untuk membuat semuanya sangat mulus. Kata-kata yang digunakan juga sistematis. Setiap paragrafnya mengandung ancaman yang membuat penerima pesan sedikit takut," terang Bagas pada Dion.
"Kalau bukan Arvin, pasti yang merangkai kata-kata ini adalah orang yang ahli bermain dengan kata. Dan pasti meminta Arvin. Gue ngerasa penyebab semua kekacauan ini adalah orang internal kita sendiri, Bhim." Lanjut Bagas.
Kemudian, Bagas memperlihatkan tampilan layar yang berbeda-beda. Di layar itu sangat ramai seperti jalur lalu lintas udara.
"Nih, gue juga nyari-nyari. Sayangnya memang masih kurang lengkap. Tapi, mereka bisa dijadikan untuk barang bukti,"
Keduanya pun hening sebentar sampai Dion membuka percakapan lagi.
"Dion. Agaknya memang orang yang dekat sama kita dan Bhima."
"Ha, Bhima dekat sama siapa lagi di kantor kecuali sama kita berdua, ege."
"Halah, lu jangan ngomong sembarangan. Ini urusannya nanti sama masa depan dua orang lho. Jangan asal nuduh aja," Sergah Dion balik ke Bagas.
Bagas sekilas melirik Bhima sekali lagi untuk memastikan bahwa ia masih tidur.
"Gini. Dengerin gue Dion. Gaya dia memainkan kata-kata nya aja terlalu aneh kalau disebut pemain pemula. Paham nggak sih lu sampai sini?"
"Oke. Sekarang gue mau main tebak-tebakan sama lu. Apa sekarang ini, suara-suara itu masih terngiang di kepala lu karena menyebut "orang itu?"
"F*ck. Kalau memang dia pelakunya, wah ini bukan hanya sekadar serangan biasa. Ini serangan pribadi," Dion sangat kesal jika memang pelaku itu adalah yang ia curigai.
"Sebenernya sabotase laptop Selena sama Bhima itu udah lama. Inget lu waktu laptop Selena kena tumpahan cokelat di cafe?"
Dion mengangguk dan Bagas kembali menjelaskan bahwasanya ada orang di atas atap gedung dengan menggunakan pakaian serba hitam dengan topi dan kacamata hitam tak ketinggalan.
*****
"Kenapa harus Bhima, kan ada yang lain yang bisa dijatuhkan martabatnya." Dion meremas kertas karena saking dongkolnya dia dengan kejadian yang menimpa sahabatnya itu.
"Ya karya dia udah nargetin Bhima untuk permainan ini," tambahnya.
"Ha..... Gimana-gimana maksudnya? Permainan apa ini. Petak umpet kah?" Tanya Dion lagi. Disini Dion merasa dia adalah orang paling bodoh saat ini.
"Ah bodoh, lu udah tau siapa dia. Gimana karakternya dan gimana kalau dia marah. Katanya lu tau, kenapa nggak peka gitu sih," Bagas yang mulai geram dengan tingkah Dion, Bagas pun meninggalkan Dion di ruang kerja Bhima.
"Eh Gas tunggu, kalau soal Selena? Cewek yang nggak sengaja laptopnya ditumpahi coklat oleh Bhima. Itu dia juga kena masalah. Katanya dia plagiat karya orang. Ada sangkut-pautnya kah?"
"Nah itulah, pengacau itu memang sengaja membuat Selena dan Bhima bertengkar hebat. Nanti, si pengacau itu bakal nyusup diantara mereka. Gue yakin kalau tingkah gila yang dilakuin sama Bhima akhir-akhir ini itu pasti gara-gara." Bagas menghela nafas lima detik saja. Kemudian ia kembali menjelaskan semuanya pada Dion.
Setelah mendengar kenyataan sesungguhnya, Dion marah besar. Ia ingin sekali menelan hidup-hidup orang yang udah ngerusak nama baik sahabatnya. Namun, Bagas dengan segera menenangkan Dion.
"Mau kemana lu. Jangan buat semua rencana yang gue susun untuk nyelamatin mereka. Tenang aja lu. Lu hanya bantu aja buat ngawasin Bhima. Mulai sekarang, lu harus ngekor sama Bhima. PAHAM DION?"
"Oke gue paham. Terus langkah selanjutnya gimana, Gas?"
"Saat ini, jangan bangunin dia dulu," tambah Bagas.
"Emangnya kenapa? Kan harusnya dia tau juga. masalah nya kita ini di kubu yang percaya sama dia. Kalau misalkan dia tau dari orang lain gimana coba? Malah dia nanti anggap kita berkhianat sama dia," sanggah Dion.
Bagas menghela nafas panjang, "Ya lu pikir aja lah Dion. Kalau lu kasih tau dia sekarang. Dia bakal nekat jenguk Selena yang terbaring di ranjang rumah sakit. Dia nanti nggak peduli sama keselamatannya. Makanya, ini udah jadi tugas kita buat bantuin si Bhima."
"WOI.... SELEN......A. KE.... KENAPA HI....HI.....DUP..... LU....KA.....CAU....BANGET......?"
Bagas dan Dion yang terkejut mendengar suara Bhima kemudian mereka langsung berlari menghampiri Bhima yang masih tidur di sofa. Ternyata Bhima sedang mengigau. Dan setelah didekati dua temannya, dia mengigau kembali.
"TA....TAPI.... LU.... NGGAK.....USAH....KHA......WA....TIR....., GUE.... BAKAL....LIN....DU.....NGI.....LU.....DARI.... KE.....KA.....CA......UAN......INI... HEHEHE. JADI LAKI-LAKI HARUS BISA JAGAIN PERASAAN ORANG LAIN, KAN." Tanya nya pada diri sendiri.
Melihat kejadian itu, Dion dan Bagas hanya mengiyakan supaya Bhima harus bisa tetap tenang, meskipun itu sangat melelahkan. Bagaimana selanjutnya antara Bhima, Selena dan orang misterius yang menyebalkan itu? Selena Bhima kalah, atau yang menang adalah orang jahat yang meneror mereka sampai membuat Selena sering di rumah sakit.
*****
Lihatlah Selena, jiwa yang kini dirundung mendung, Langkah kakinya berat, tertatih di sela duri yang kian tajam. Masalah datang padanya bak hujan badai yang tak kunjung usai, Satu luka belum kering, seribu perih sudah menanti di ambang pintu.
Dunia mungkin melihatnya sebagai sosok yang malang, Namun bagimu, biarlah ia menjadi pusaka yang harus kau jaga. Jadilah teduh saat dunianya membara, Jadilah rumah saat ia merasa asing di tanahnya sendiri.
Jangan biarkan api kecil di matanya padam tertiup duka yang bertubi-tubi. Genggam tangannya, bukan untuk mengekang, Tapi untuk membisikkan bahwa ia tidak lagi berjalan sendirian.
Bhima, jagalah Selena dengan seluruh ketulusanmu, Sebab di balik kerapuhannya, tersimpan permata yang hanya bisa bersinar, Jika kau beri ia rasa aman untuk kembali percaya pada cahaya.