"Hai apa yang kalian lakukan di sini?"
"Ka ... ka ... kami tidak," belum selesai ucapan Rara.
"Pak ini tidak bisa di biarkan, udah seret saja mereka berdua ke rumah pak ustad secarang."
"Perbuatanya membuat malu kampung ini." sahut salah satu warga lalu menyeret gadis di dalam tidak lupa mereka juga menarik pria yang ada di dalam kamarnya.
"Jangan ..., jangan bawa kakakku." Teriak gadis berusia belasan tahun memohon pada warga yang ingin membawa kakaknya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lorong kecil, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 18
Tubuh Rara bergetar hebat, menyaksikan perkelahian di hadapannya. Ia terisak ketakutan memeluk tubuh mungilnya berusaha menutupi agar tak terexpost. Ia saat ini hanya mengenakan teng top, kemeja yang di pakai sudah sobek.
Hits .... Hits ... Hits ...
"Bajingan! Beraninya kau memukulku." sungut pria itu mengusap bibirnya yang sedikit pecah. Bangkit dan kembali menyerangnya, dan mengenai wajah tampan itu.
"Bug!"
Pertarungan panas berlangsung cukup lama. sampai akhirnya pria itu mampu melumpuhkan ketiganya. Mereka menyerah dan pergi meninggalkannya. Rara masih duduk di tempat yang sama memeluk tubuhnya. Pria itu mendekat dan berusaha memegang bahunya. Tetapi di tepia olehnya dengan cepat.
"Jangan! Jangan sentuh aku." Teriak Rara tanpa melihat wajah si pria. Tanganya terus mengusap-usap lenganya seakan sedang menyingkiran sesuatu.
"Hai, Ra ini gua Al." Ucapnya membuat Rara mendongak.
"Al ..., Hits ... hits ... hits..."
"Lo baik-baik aja?" tanya Alden lembut. Rara hanya menanggapi dengan anggukan kecil, terlalu takut untuk berbicara.
"Ayo ku antar pulang. Tidak aman berjalan sendirian." Aden melepaskan jaketnya, berusaha menutupi tubuh Rara.
Rara menatap Alden, ada sedikit keraguan. Namun pandanganya matanya yang teduh menyakinkannya.Ia mengangguk, bangkit dan berjalan disampingnya pergi meninggalkan tempat itu.
Dibawah gelapnya malam, hanya di terangi lampu-lampu jalanan yang sedikit redup. Rara berjalan menunduk memegang erat jaketnya ketakutan yang di rasakan masih menyelimuti hatinya. Kemudian Rara sedikit mencuri pandang melihat wajah Alden. Di bagian wajahnya ada goresan luka dan sedikit berdarah. Bukti bahwa betapa kerasnya mereka memukulnya.
Alden tak menyadari jika sepanjang perjalanan menuju rumah Rara terus menangis. Tangisan yang tak bersuara tapi air matanya terua mengalir.
"Bang!" satu kata yang membuat Rara mendongakan kepalanya.
Melihat siapa yang berdiri di sana, gadis itu berlari berhambur memeluk tubuh kekar pria itu. Tubuhnya bergetar, membenamkan wajahnya pada dada bidang Athur. Kedua tanganya sangat erat memeluk tubuh pria itu. Pria itu adalah Athur, tadi Alden menghubunginya, bagaimanapun dia suami dari sahabatnya sendiri.
Hits ... hits ... hits ...
"A .... ak ... aku ..., kotor." ucapnya di tengah tangisan Rara terdengar di telinga Athur.
Pria itu mengepalkan tanganya erat, melihat keadaan Rara saat ini. Tak bisa di bayangkan olehnya bagaimana jadinya jika tadi Alden tak di sana. Alden yang baru mengantarkan Angel pulang, tak sengaja lewat gang itu. Ia melihat perempuan sedang di lecehkan, awalnya dia hanya ingin menolong. Namun, semakin deket dia justru mengenali gadis itu.
Tanpa pikir panjang menghubungi Athur, dan langsung menghajar mereka tanpa Ampun. Itulah mengapa Athur kini sudah berada di depan rumah Rara.
Athur melihat wajah adiknya yang babak belur. Sudah di pastikan, bagaimana kuat dan kerasnya pukulan mereka. Athur membawa Rara masuk kedalam rumah, Alden sudah lega karena sudah ada Athur.
"Jangan pulang dengan wajahmu yang seperti itu." tahan Athur.
"Mama nanti pasti akan bertanya macam-macam. Sebaiknya bermalam di sini dan obati lukamu." tambahnya. Alden mengganguk lalu mengikuti masuk.
Athur membawa istrinya duduk, mengusap sisa-sisa air mata di pipinya. Tangannya marapikan rambut panjangnya yang berantakan. Mengusap sesuatu sedikit kental di sudut bibir. Bahkan pelipis gadis itu juga sedikit terluka. Tak tega, melihat wajah cantik lebam dan sembab lalu memeluknya erat.
"Kak Alden kenapa?" tanya Nina karena mendengar suara berisik dari luar kamarnya.
"Tidak apa-apa." jawabnya berusaha menyembunyikan sesuatu.
"Nin tolong ambilkan P3K." ucap Athur meminta bantuan.
"Iya Bang bentar." sahutnya lalu beranjak pergi.
"Mas, Rara kotor." ucapnya lilir.
"Tidak Ra. Rara tidak kotor." sahut Athur menenangkan. Rara menggeleng menolak apa yang di ucapkan Athur.
"Tidak, Rara sudah kotor. Di ... Di ... A , melakukannya. Hits ... hits ... hits ...."
"Tidak Ra, Ara baik-baik saja." lagi-lagi Athur memeluk gadis itu agar tenang. Alden tertegun, dengan ucapan Rara, mengingat pria itu memperlakukannya.
Nina datang membawa P3K, dia mendengar rintih kecil kakaknya. "Bang Kak Rara kenapa?"
"Kakak tidak apa-apa hanya kecelakaan sedikit tadi." jawab Rara mengusap air matanya tak mau membuat sang adik kawatir.
Gadis itu menguatkan diri terlihat baik-baik saja. wajahnya masih tertutup oleh tubuh Athur, sehingga Nina hanya bisa mendengar suaranya.
"Tolong bantu Alden Nin, kakak ke kamar dulu yah." ucapnya menatap Athur dengan bahasa isyarat suaminya mengerti. Bangkit lalu membawa Rara masuk kedalam kamar.
Alden menatap kepergian mereka sampi pintu kamar itu tertutup rapat. "Apa mereka sudah tidur satu kamar? dalam hati Alden.
"Ah ... bodoh. Mereka sudah menikah, pastilah satu kamar. Apa lagi Bang Athur pria yag cukup dewasa sudah pasti mereka ...." sabungnya dalam hati.
"Kak kalau sakit bilangnya." ujar Nina, dia membantu mebersihkan luka di wajah Alden. Gadis itu belum menyadari wajah kakaknya.
"Ssssttttt," rintiknya merasa sedikit perih.
Nina pun mengikuti, meringis ikut merasakan betapa perihnya luka itu. "Kok bisa sampe boyok gini kak."
"Ya namanya juga jagoan Nin. He ... he ...," sahutnya sembari tertawa.
"Jagoan itu nggak mungkin boyok Kak." balas Nina lagi.
"Etsss jangan salah, boyoknya ini mengalah dulu biar mereka ngrasa menang. Baru deh kita yang ....," ucapnya tak di lanjutkan.
"K ... O ... gitu?" lontar Nina asal.
"Mana ada gitu. yang ada tu menang." ujar Alden tak mau ngalah.
"Iya ... Iya ... deh, terserah Kakak aja." ucap Nina mengakhiri perdebatan kecil dan juga tanpa sadar Nina telah selesai membersihkan luka Alden.
"Kakak tidur sini? ini dah hampir jam 12 malam loh kak?"tanya Nina.
"Ya terpaksa deh Nin, bagai mana lagi." sahutnya seakan-akan dia sangat terpaksa. Namun sebenarnya dia di paksa dan terpaksa karena takut mamanya sedih dan mencarnya dengan berbagai pertanyaan.
"Ya udah Nina ambil bantal sama selimut dulu." Nina pergi meninggalkan Alden seorang diri. Beberapa menit kemudia dia membawa keluar kamar dengan membawa sesuatu.
"Ni kak?" ujar Nina
"Makasih Nin. Tidur gi sono udah malam, besok sekolah kan?" tegur Alden lirih.
"Iya kak, Nina juga dan ngantuk banget. Huaamm ..." Nia sedikit menguap merasa sangat kantuk tiba-tiba muntuk.
Didalam kamar, ternyata Rara sudah tertidur karena kelelahan menangis. Tadinya dia ingin keluar untuk mandi, tapi Athur mencegahnya. "Ra sudah malam jangan mandi." Rara pun menurut perintah sang suami.
Mengusap lembut rambut panjang istrinya, mengecup keningnya juga. Kemudian dia merebahkan tubuhnya tepat di sebelah tubuh Ara. Ia takut jika Ara akan bangun dan histeria lagi. Membawa kepal gadis itu pada lenganya, agar memudahkan untuk memeluk.
Malam itu sangat berbeda dari malam-malam yang lalu. Selama menikah, ini pertama kalinya dia tidur satu ranjang bersama sang istri. Memandang wajah sayu yang sudah terlalap dalam mimpi indah.
"Ternyata kamu sangat cantik."
kok bisa dinikahkan sih ?
Duh kasihan sekali masih muda 17 tahun sudah dinikahkan, terlalu muda sekali, mana suaminya juga baru kenal.....kok begitu sih ?😭