NovelToon NovelToon
Reinkarnasi Sang Naga Semesta

Reinkarnasi Sang Naga Semesta

Status: sedang berlangsung
Genre:Action / Kelahiran kembali menjadi kuat / Kultivasi Modern
Popularitas:1.4k
Nilai: 5
Nama Author: Radapedaxa

"Ada sebuah kisah kuno dari gulungan tua... tentang seekor naga yang tak mati meski semesta memutuskan ajalnya."

Konon, di balik tirai bintang-bintang dan bisikan langit, pernah ada satu makhluk yang tak bisa dikendalikan oleh waktu, tak bisa diukur oleh kekuatan apa pun—Sang Naga Semesta.
Ia bukan sekadar legenda. Ia adalah wujud kehendak alam, penjaga awal dan akhir, dan saksi jatuh bangunnya peradaban langit.

Namun gulungan tua itu juga mencatat akhir tragis:
Dikhianati oleh para Dewa Langit, dibakar oleh api surgawi, dan ditenggelamkan ke dalam kehampaan waktu.

Lalu, ribuan tahun berlalu. Dunia berubah. Nama sang naga dilupakan. Kisahnya dianggap dongeng.
Hingga pada suatu malam tanpa bintang, seorang anak manusia lahir—membawa jejak kekuatan purba yang tak bisa dijelaskan.

Ia bukan pahlawan. Ia bukan penjelajah.
Ia hanyalah reinkarnasi dari sesuatu yang semesta sendiri pun telah lupakan… dan takutkan.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Radapedaxa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 18

Ruang tamu hari itu sunyi… sunyi yang membuat napas terdengar terlalu keras.

Asterion duduk di kursi dengan kaki menjuntai, mematung, sementara di depannya berdiri Ryu dan Elsha. Keduanya seperti dua gunung yang siap runtuh di atas kepalanya.

Elsha adalah yang pertama membuka suara, nadanya dingin namun penuh getaran amarah.

“Kau…” ia menunduk sedikit, menatap mata Asterion yang menolak menatap balik, “…kau membuat ibu pingsan.” Suaranya pecah di akhir kalimat. “Dan kau kabur dari rumah. Saat… pertempuran besar terjadi…”

Matanya memerah, dan napasnya terdengar berat. “Parahnya lagi… kau malah menuju ke sana?!”

Ryu menambahkan, suaranya tajam bagai pedang. “Kau tahu itu sangat berbahaya, Asterion. Jika kau terkena dampaknya, itu bisa fatal! Bahkan prajurit terlatih pun bisa tewas di sana.”

Ia menyempitkan mata. “Dan katakan padaku… kau naik apa ke sana? Tempat itu sangat jauh dari rumah. Tidak mungkin kau sampai ke sana hanya dengan lari, kan?”

Asterion tetap diam. Kepalanya menunduk. Matanya menatap lantai yang tampak semakin dalam, seolah ingin menguburnya hidup-hidup.

“Kalau aku tidak pergi… kita tidak akan berkumpul seperti sekarang.”

Itu yang ia pikirkan. Ia melirik sekilas ke arah kedua orang tuanya yang berdiri di depannya—marah, khawatir, namun utuh.

Senyum kecut membentuk garis tipis di bibirnya. “Yah… memang salahku. Tapi… saat dimarahi begini…”

Ada perasaan aneh yang menyeruak. Sebuah nostalgia… hangat tapi menyesakkan. Seperti dulu… di rumah yang berbeda, dalam tubuh yang berbeda.

Brakk!

Guncangan di bahunya membuatnya terlonjak. Elsha, dengan mata berkaca-kaca, mengguncang tubuhnya.

“Kenapa, Asterion?! Kenapa kau melakukan hal itu?!” suaranya meninggi, tapi tangannya tidak berhenti mengguncang bahu putranya.

“Apa kau tahu, ibu hampir gila mencari-cari kamu… lalu tiba-tiba pingsan… dan saat sadar, kamu… kamu…”

Ia menggigit bibirnya, mencoba menahan tangis.

Ryu berdiri di samping istrinya, menatap tajam.

“Ayah merasa kau menyembunyikan sesuatu dari kami, Asterion.” Nada bicaranya kali ini lebih rendah, tapi berat. “Katakan apa yang sebenarnya terjadi. Bagaimana kau bisa sampai di sana? Kenapa kau bisa menghindari semua zona evakuasi? Siapa yang membantumu?!”

Suara itu, meski tidak sekeras bentakan awal, justru terasa lebih menekan. Seperti udara di ruangan menghilang.

Asterion menelan ludah. Kepalanya semakin tertunduk.

Elsha menatapnya, matanya basah. “Jawab, Asterion.”

Ia mengusap sedikit pipi putranya, tapi jemarinya bergetar.

“Ibu tidak marah karena kau nakal… ibu marah karena kau menaruh nyawamu di tempat yang bahkan orang dewasa pun tidak bisa keluar dengan selamat.”

Ryu menunduk sedikit, wajahnya mendekat. “Lihat mata ayah. Kau tahu ayah jarang bicara seperti ini… tapi hari ini, ayah ingin kau mengerti… apa yang kau lakukan hampir membuat kami kehilanganmu.”

Kata-kata itu menusuk. Tidak ada teriakan. Tidak ada ancaman. Hanya kebenaran yang dingin. Dan itu lebih sakit dari bentakan manapun.

Elsha menghela napas panjang, tapi tangannya masih di bahu Asterion. “Nak… apa yang harus ibu lakukan supaya kamu mengerti? Apa harus ibu mengikat kamu di rumah saat ada bahaya? Atau… harus ibu ikut terus kemanapun kamu pergi?”

Ryu memotong, “Bukan soal mengikat atau mengikuti. Ini soal kepercayaan, Elsha. Dan saat ini… Asterion sudah menguji batasnya.”

Asterion menelan ludah lagi. Jantungnya berdebar kencang. Ruangan ini semakin terasa sempit. Udara semakin berat.

Udara di dalam ruangan itu seolah membeku. Kata-kata Elsha baru saja menusuk jauh ke dalam hati Asterion—dan ia merasakannya, seperti sembilu yang menyayat dari dalam.

“Apa kau… sudah tidak percaya bahwa Ibu bisa melindungimu?” Suara Elsha bergetar, bukan karena takut, melainkan karena luka yang ia rasakan.

Asterion menatap wajah ibunya. Matanya yang biasanya penuh keyakinan kini sedikit meredup.

“Elsha…” Ryu mencoba menengahi, tapi Elsha memotong cepat, tatapannya seperti pedang yang terhunus.

“Diam, Ryu. Ini antara aku dan anakku.”

Lalu ia kembali menatap Asterion, lebih tajam dari sebelumnya. “Katakan pada Ibu… apakah Ibu ini tidak layak melindungimu karena lemah? Apakah itu sebabnya kau kehilangan kepercayaan padaku?”

Pertanyaan itu menusuk. Napas Asterion tercekat. Ia merasa ada sesuatu di dadanya yang bergetar hebat, bercampur antara penyesalan dan sakit hati.

Bahu Asterion sedikit menegang. “Bukan karena itu, Ibu…” Suaranya terdengar parau, tapi matanya menyala. “Aku tidak akan pernah jadi anak durhaka seperti itu. Aku selalu mempercayai Ibu… selamanya.”

Ia menarik napas panjang, seperti menelan semua rasa sesak yang menumpuk di dadanya. “Aku akui… aku memang sudah kelewatan batas. Tapi… mana mungkin aku diam saja saat semua orang di luar sana kehilangan harapan? Dan… terlebih lagi… aku tidak ingin kehilangan sosok Ayah.”

Kalimat terakhir itu membuat udara seakan menggelegar di telinga Ryu dan Elsha. Mereka berdua terdiam, pupil mata mereka bergetar.

“Maksudmu…?” Ryu bertanya pelan, hampir tak percaya dengan arah pembicaraan ini.

Asterion mengangkat kepalanya, tatapannya menembus seperti cahaya bintang di tengah kegelapan. “Sepertinya… ini waktu yang tepat.”

Seketika, energi aneh mulai berdenyut dari tubuhnya. Sebuah getaran halus merambat ke seluruh ruangan, seperti bisikan kosmik yang datang dari langit paling jauh.

WHUUMM!

Cahaya menyilaukan meledak keluar dari tubuh Asterion, membentuk pusaran energi biru keperakan yang bercampur dengan kilatan emas. Suhu ruangan turun drastis, tapi bukan karena dingin biasa—ini adalah tekanan murni dari kekuatan yang bangkit.

Ryu terhuyung selangkah ke belakang, matanya melebar. “Ast… Asterion… kau… kau…”

Bahkan Elsha, yang biasanya tetap tenang di situasi apa pun, kini terpaku, matanya membesar tak percaya. Aura yang memancar dari Asterion bukanlah sesuatu yang seharusnya dimiliki anak seusianya.

Asterion berdiri tegak, rambutnya terangkat sedikit oleh pusaran energi di sekitarnya. Matanya berpendar, seperti dua bintang kecil yang terperangkap di balik retina. “Ya… aku sudah membangkitkan Star Soul ku… lebih awal.”

Cahaya itu meredup sedikit, memperlihatkan siluet simbol kosmik di punggungnya—bentuk bintang berlapis, berputar perlahan, memancarkan cahaya seperti nebula yang hidup.

Sekelilingnya bergetar, lantai retak-retak tipis seolah tak mampu menahan tekanannya.

“Sekarang…” Asterion menatap mereka berdua, suaranya berat tapi mantap. “…aku adalah Stellaris tingkat satu.”

Ryu menatap anaknya dengan campuran rasa bangga, terkejut, dan… cemas. Ia tahu apa artinya pencapaian ini. Membangkitkan Star Soul jauh lebih awal berarti Asterion melangkah ke medan pertempuran yang bahkan para prajurit terbaik pun segan memasukinya.

Elsha memandangnya lama, dadanya naik-turun. Ada air yang menggenang di matanya, tapi ia menahannya. “Kau… bodoh sekaligus luar biasa…” suaranya lirih, namun penuh perasaan.

1
Candra Fadillah
hahahahahaha, naga semesta yang perkasa di cubit oleh seorang wanita
Unknown
keren kak, semangat teruss
RDXA: siap terimakasih atas dukungannya /Determined/
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!