Tidak ada sugarbaby yang berakhir dengan pernikahan.
Namun, Maira berhasil membuktikan bahwa cinta yang tulus kepada seorang pria matang bernama Barata Yuda akhirnya sampai pada pernikahan yang indah dan sempurna tidak sekedar permainan di atas ranjang.
"Jangan pernah jatuh cinta padaku, sebab bagiku kita hanya partner di atas tempat tidur," kata Bara suatu hari kepada Maira. Tai justru dialah yang lebih dulu tergila-gila pada gadis ranum itu.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon julies, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Dua Cincin
Maira terbangun pagi hari dengan Bara yang masih tertidur pulas. Ia berniat melepaskan satu lengan Bara yang melingkar erat di pinggangnya. Namun, Bara nampak mengunci dirinya, ia jadi susah sekali bergerak. Maira memandang kesal Bara yang masih terpejam dan mengurung dirinya itu.
Maira menatap mata yang sedang terpejam itu dengan sejuta perasaan yang bercampur menjadi satu. Ada panas menjalar di matanya. Sejujurnya, selama hampir setahun ini, Maira sangat tersiksa menahan rindu akan pria ini. Namun, Maira tidak mau lagi menyerahkan hatinya untuk Bara. Lelaki berkuasa itu boleh saja mendapatkan tubuhnya, tapi tidak lagi dengan hatinya.
"Bee ..." Suara berat itu menyadarkan Maira dari lamunan. Ia kembali pura-pura terpejam. Terasa Bara mengelus jemarinya lembut. Gerakan itu terhenti pada cincin yang ia kenakan. Ia menyentak Maira tiba-tiba. "Mana cincin yang dulu aku beri padamu?!" tanyanya dengan intonasi suara meninggi. Maira memalingkan muka. Ia memang tidak lagi mengenakannya.
"Ada," sahut Maira singkat, meski ia terlihat berani namun tetap saja ia tidak tahan menatap kilatan emosi dari mata Bara.
"Kenapa kau tidak memakainya?! Dan ini, siapa yang memberi cincin ini padamu?!" tanya Bara berang. Ia menatap nyalang cincin yang kemarin Arya pasang di jemari Maira.
"Aku akan menerima lamaran Mas Arya! cincin ini adalah buktinya!" Maira memberanikan diri menatap mata Bara yang sudah dipenuhi emosi. Namun, ia segera beringsut, saat Bara membuka selimut lalu kembali menjatuhkan Maira ke atas kasur.
"Buka!" perintahnya sambil menunjuk jari Maira. Maira bergeming.
"Tidak!"
"Aku bilang buka!" katanya dengan suara menggelegar. Maira tetap bersikukuh tidak mau membuka cincin itu.
"Tidak mau!" pekik Maira lagi.
"Bee, kau sungguh akan menyesal jika tidak membuka cincin ini." Ia menurunkan volume suaranya.
"Kenapa? Kau mau mengancamku?"
"Buka cincin itu, Bee. Tolak lamarannya hari ini juga. Atau kau akan melihat aku menghancurkan keluargamu itu, juga Arya tanpa sisa!" desis Bara dingin. Maira menatap Bara sendu, pandangannya yang tadi berani kini jadi memudar.
"Kenapa kau suka sekali mengancam, hah?! jangan sentuh keluargaku jangan juga Mas Arya." Maira meraung mendorong kasar Bara agar menjauh dari dirinya.
"Bukannya kau sendiri dulu yang ingin membalas paman dan bibimu? Jangan lupa, Bee, mereka menjadi baik kepadamu sekarang juga karena aku," balas Bara santai. Ia beranjak, duduk di kursi yang ada di seberang ranjang dengan handuk melilit di pinggangnya.
Maira menunduk. Benar, semua memang karena Bara. Ia tidak bisa menghindari itu.
"Baik. Aku tidak akan menerima lamaran Mas Arya," putusnya kemudian.
Bara menyunggingkan senyum penuh kemenangan. Dihampirinya Maira lalu ia mengecup kening gadis itu lembut.
"Aku akan menemanimu mengembalikan cincin itu. Pakai cincin yang ku beri dulu, sekarang!"
Maira menatap Bara tanpa sepatah kata pun lagi. Ia kesal, marah tapi tak bisa apa-apa. Maira membuka laci lemari mengambil kotak cincin pemberian Bara lalu membuka dan hendak memasangnya.
"Kemarikan," ujar Bara, Maira mendekat lalu menyerahkan cincin itu.
Bara meraih jemari Maira lalu memasangkan kembali cincin yang sudah hampir satu tahun dilepas olehnya itu. Terasa dada Maira bergemuruh hebat. Apalagi setelah itu Bara kembali menatapnya lembut lagi.
"Ikut aku kembali ke Jakarta besok." Maira membuang muka. Ia mau memberontak, namun lidahnya saat ini keluh.
"Kau egois, Mas," lirih Maira dengan suara bergetar. Pada akhirnya ia memang harus kembali lagi ke dalam penjara yang telah diciptakan Bara untuknya. Setelah sempat bebas dan bersembunyi hampir setahun lamanya.
"Kau sudah cukup lama bebas, Maira, waktunya untuk kembali," balas Bara sengit. Maira beranjak hendak berbalik, namun Bara kembali menarik tangannya. Ia kembali menjatuhkan Maira ke atas ranjang.
Bara menatap Maira yang kini semakin dewasa di usianya yang sudah 19 tahun. Penyatuan yang kerap mereka lakukan dulu, nyatanya membuat tubuhnya semakin berlekuk. Ia sempurna seperti perempuan dewasa dengan tubuh seksi dan menggoda.
"Bee ... Dimana kamar mandi?" tanya Bara lirih. Maira menunjuk satu pintu tertutup di dalam kamarnya.
Bara mengangkat tubuh Maira, menggendongnya masuk ke dalam kamar mandi. Di kamar mandi yang tidak seberapa besar itu, Bara menikmati waktu bersama Maira di bawah pancaran air.
***
"Ayo turun dan segera kembalikan cincin itu," ujar Bara ketika mobil telah sampai di depan sebuah rumah berpagar milik Arya.
Maira turun diikuti Bara, Para pengawal juga turun dari mobil lain.
Maira mengetuk pintu. Bara menunggu agak jauh darinya. Matanya sedetik pun tidak lepas dari gadis itu.
Terlihat pintu terbuka. Arya keluar dengan mata berbinar menemukan Maira. Ia belum menyadari kehadiran Bara dan para pengawalnya.
"Mas Arya, maafkan aku, aku tidak bisa menerima lamaranmu." Maira menyerahkan cincin pemberiannya kemarin ke tangan Arya.
Senyuman Arya perlahan menghilang. Ia menatap nanar cincin yang kembali diserahkan Maira. Lalu menatap cincin lain yang melingkar manis di jarinya.
"Mai ..." ujar Arya dengan suara bergetar menahan sembilu yang menikam. Lalu ia mengangkat wajah, menyadari bahwa Maira tidak datang sendiri. Pandangannya bertemu dengan Bara yang menatapnya tajam.
"Lelaki itu?" tanya Arya. Ia tidak perlu meneruskan kata-katanya yang lain. Maira sudah paham.
"Ya, aku akan kembali pada Mas Bara," ujar Maira lirih dengan kepala tertunduk.
Lama keduanya terdiam sampai akhirnya Arya menarik Maira ke dalam pelukannya. Bara berdiri dengan tubuh menegang melihat Arya memeluk Maira tanpa memperdulikan dirinya. Ia hendak menghampiri Maira, namun Dimas menahan langkahnya.
"Tuan ..." ujar Dimas singkat, Bara menghentikan langkah, mengepalkan tangan namun tetap menunggu di tempatnya.
Arya melepaskan pelukannya, menahan sembilu yang semakin dalam. Di tatapnya Maira untuk terakhir kali lalu ia mengangguk, mengisyaratkan penerimaan.
"Maafkan aku, Mas Arya. Semoga Mas bisa mendapatkan perempuan lain yang jauh lebih baik dan lebih segalanya dariku," gumam Maira lirih, Arya tidak menjawab. Ia hanya memandang Maira dengan senyum yang tetap dipaksa terulas.
Arya bukannya tidak bisa melihat bagaimana Maira sebenarnya masih sangat menginginkan kehadiran Bara dalam hidupnya. Arya cukup tahu, Maira bukan lagi merasa dirinya hanya sekedar teman tidur bagi lelaki itu, tetapi memang ia telah terjerat dalam perasaan cinta pada lelaki bernama Bara.
Inilah akhir segalanya bagi ia dan Maira. Kalau saja kita bertemu lebih dulu, Mai. Kalau saja kau tidak pernah melangkahkan kakimu ke Jakarta waktu itu. Tidak akan ada Bara, tidak akan ada cinta yang lain. Pasti hanya ada aku. Arya. Batin Arya sedih.
"Aku pulang, Mas. Jaga dirimu baik-baik." Maira mengakhiri pertemuan terakhir mereka. Langkahnya yang semakin jauh setelah masuk ke dalam mobil mewah dengan diikuti mobil para pengawal, menjadi penutup yang sempurna perpisahan mereka.
Senyuman Maira selama ini untuknya memang hanya untuk menunda luka yang datang hari ini.
untungnya Kevin mati....kl ngga perang Baratayudha beneran
Tuhan pasti memberikan kebaikan yg terbaik dibalik kejadian yg menimpa kita.
teruslah berpikir positif atas segala kejadian.
memang tdk mudah...
semangat kak💪
othor keceh comeback again, apa kabare si Beben kak??????😂😂
masi kah pake pempers?????
ada notif langsung gassss.....
apa kabar mak, moga mak Julie yg cantik mem bahenol selalu sehat2 dan lancar semuanya Aamiin🤲
biar semangat up nya...🥰🥰🥰