Ayuna Sekar, gadis yatim piatu yang tulus dan pekerja keras, dikhianati oleh tunangannya sendiri—pria yang selama ini ia biayai hidup dan kuliahnya. Di hari pernikahan yang seharusnya menjadi hari bahagianya, ia justru dipermalukan dan dihina hingga mengalami serangan jantung.
Namun takdir memberinya kesempatan kedua—kembali tiga hari sebelum hari itu. Kali ini, Ayuna membalikkan takdir. Ia membatalkan pernikahan dan nekat menikahi seorang satpam tampan bernama Arjuna.
Tanpa ia tahu, Arjuna adalah seorang miliarder yang menyamar. Pernikahan sederhana mereka penuh tawa, cinta, dan kejutan. Dan Ayuna akan membuktikan bahwa cinta sejati tak pernah butuh harta... tapi hati yang setia.
Ayo ikuti keseruan ceritanya
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon inda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 18
Hari-hari berlalu dengan cepat. Kehadiran Sekar Langit Arumadani bagaikan sinar matahari yang memeluk rumah Arjuna. Tawa keluarga, tangis kecil bayi, dan canda-canda kecil dari sepupu-sepupu Arjuna menjadikan rumah itu hidup dan penuh cinta.
Ayuna mulai kembali aktif, meskipun perlahan. Ia kerap menulis di ruang kerja, menyusun program baru untuk yayasan yang kini ia kelola bersama Ibu Amalia. Semangatnya tak pernah surut, apalagi sejak Sekar hadir dalam hidupnya. Kini ia bukan hanya memperjuangkan hak perempuan dan anak-anak melalui yayasan, tapi juga menjadi contoh langsung kekuatan seorang ibu.
Di balik semua kebahagiaan itu, ada sesuatu yang bergerak diam-diam…
Sementara itu — Di Suatu Tempat
Wanita misterius yang sebelumnya mengintai dari kejauhan, duduk di sebuah ruang kecil penuh berkas dan foto-foto keluarga Ayuna. Di dinding, tertempel foto pernikahan Ayuna dan Arjuna, foto Sekar dari berita media sosial, dan bahkan potret Ibu Amalia yang sudah disunting dari arsip lama.
Wajah wanita itu menyimpan amarah. Matanya tajam, namun senyum liciknya membuat bulu kuduk berdiri.
“Ayuna… kau pikir semuanya sudah selesai? Kau pikir hidup bahagiamu akan terus berjalan begitu saja?”
Wanita itu mengambil satu foto — foto bayi Sekar — lalu menggenggamnya erat. Tangannya gemetar menahan emosi.
“Aku akan mengambil semuanya kembali… karena seharusnya semua itu milikku…”
Di Rumah Arjuna
Suasana rumah tampak tenang. Ayuna duduk di taman belakang bersama Ibu Amalia. Sekar tertidur dalam ayunan kecil, sementara Arjuna terlihat di kejauhan berbincang dengan Papi dan Mami-nya tentang rencana proyek keluarga yang baru.
“Ayahmu akan senang melihatmu sekarang, Ayuna,” ujar Ibu Amalia pelan.
Ayuna tersenyum. “Aku nggak pernah membayangkan bisa merasa sebahagia ini, Bu. Tapi kadang… aku juga takut.”
“Takut kenapa, Nak?”
“Takut semua ini hanya sementara. Bahwa suatu saat… kebahagiaan ini akan direbut.”
Ibu Amalia menggenggam tangan Ayuna. “Jangan hidup dalam bayangan masa lalu. Kau sudah terlalu lama bertarung sendirian. Sekarang, kamu tidak sendiri. Kami semua di sini.”
Ayuna tersenyum, meski sedikit mengalihkan pandangan. Seolah hatinya menangkap sesuatu… firasat kecil yang belum bisa dijelaskan.
Suatu pagi, saat Ayuna membuka pintu rumah setelah pelayan menyebutkan ada kiriman paket penting, ia tertegun. Sebuah kotak kecil berwarna merah darah tergeletak di depan pintu.
Tanpa label pengirim.
Ayuna membawanya masuk dengan alis berkerut. Saat ia membuka kotaknya perlahan… jantungnya seketika berdegup kencang.
Isinya adalah foto dirinya saat masih kecil — di panti asuhan. Di balik foto itu tertulis tulisan tangan: “Aku tahu siapa keluargamu yang sebenarnya.”
Ayuna terduduk. Matanya menatap kosong ke arah foto.
“Mas…!” panggilnya panik. Arjuna langsung datang.
“Ada apa?”
Ayuna menunjukkan isi kotak itu dengan tangan bergetar. Arjuna mengernyit, lalu menatap istrinya serius.
“Kayaknya… ini belum berakhir, Na.”
Beberapa Malam Kemudian
Keluarga Arjuna berkumpul. Ayuna menjelaskan soal kiriman misterius. Ibu Amalia terdiam cukup lama sebelum akhirnya berkata, “Aku pikir semua ini akan berhenti setelah kita bersatu kembali… Tapi kalau ini benar… ada kemungkinan dia yang kembali.”
“Dia?” tanya Arjuna.
Ibu Amalia menatap mereka. “Adik tiriku. Perempuan itu menyimpan dendam pada keluarga besar kita. Ia dulu sangat iri karena aku yang dipilih Ayah untuk mewarisi bisnis keluarga.”
“Dan dia tahu tentang Ayuna?”
“Dia tahu kamu pernah menghilang. Tapi tidak pernah tahu wajahmu… sampai pernikahanmu disorot media.”
Arjuna langsung berdiri. “Berarti kita harus siaga. Aku akan tambah pengamanan, dan aku akan minta bantuan intel pribadi dari teman-temanku.”
Ayuna menatap Arjuna, menggenggam tangannya. “Mas… aku nggak takut selama kamu di sisiku.”
Arjuna menatapnya dalam. “Dan aku akan pastikan, kamu dan Sekar selalu aman. Siapa pun dia… dia tidak akan menyentuh keluarga kita.”
Langit malam Jakarta tampak cerah, namun angin yang bertiup membawa rasa tak biasa. Di kejauhan, dari sebuah balkon hotel mewah, wanita misterius itu berdiri sambil melihat foto terbaru Sekar yang ia cetak dari sosial media.
“Bersiaplah, Ayuna. Kau akan tahu bahwa darah yang mengalir di tubuhmu… tak sebersih yang kau pikirkan…”
...----------------...
Pagi itu, suasana rumah tak seceria biasanya. Ayuna tak henti menatap foto masa kecilnya yang kini terbuka pada pertanyaan besar: Siapa aku sebenarnya? Sementara itu, Arjuna terlihat sibuk di ruang kerja bawah tanah—ruangan yang hanya ia dan beberapa orang kepercayaannya ketahui.
“Kita harus bertindak sebelum dia lebih dekat,” ujar Arjuna kepada Reza, sahabat sekaligus mantan anggota intelijen militer yang kini menjadi kepala keamanan pribadi keluarga mereka.
“Tim sudah menyisir data CCTV dari sekitar rumah selama 14 hari terakhir. Kami menemukan satu wajah mencurigakan. Perempuan, usia sekitar 30-an, sering terlihat di sekitar kompleks, kadang menyamar sebagai pengantar makanan,” jelas Reza sambil memperlihatkan foto hasil zoom wajah wanita misterius.
Arjuna mengepalkan tangan. “Tangkap dia. Tapi jangan sampai mencelakai. Aku ingin tahu siapa sebenarnya dia dan apa maunya.”
Sementara Itu – Di Kamar Bayi
Ayuna sedang menyusui Sekar. Tangannya lembut mengelus rambut bayinya sambil menyanyikan lagu pelan. Hatinya berusaha tenang, meski rasa cemas mengendap seperti kabut tipis.
Ibu Amalia masuk ke kamar. “Sayang… apa kamu baik-baik saja?”
Ayuna menoleh, tersenyum lemah. “Aku hanya... merasa seperti semua ini bisa hancur dalam sekejap. Aku ingin Sekar tumbuh tanpa rasa takut.”
Ibu Amalia memeluknya dari belakang. “Dan itu yang akan kita pastikan. Kamu punya keluarga sekarang. Dan Arjuna… dia tidak akan membiarkan apa pun menyentuh kalian.”
Satu Malam Kemudian – Operasi Penangkapan
Reza dan tim keamanan sudah siap. Mobil-mobil tanpa plat menunggu di ujung blok. Berdasarkan pelacakan sinyal dan wajah, target diketahui menyewa kamar di hotel mewah lantai 17, atas nama samaran: Maya Wirasati.
Pukul 02:17 dini hari, mereka bergerak.
Reza memimpin masuk bersama dua agen wanita.
Tok tok.
“Room Service.”
Wanita misterius membuka pintu dengan waspada. Tapi terlambat. Dalam hitungan detik, dua agen masuk dan mengamankan kedua tangannya.
“Apa-apaan ini?! Lepaskan aku! Aku keluarga mereka!” teriaknya histeris.
Reza menatapnya tajam. “Kita lihat nanti di ruang interogasi.”
Pagi di Rumah Arjuna
Di ruang bawah tanah yang sudah diubah menjadi ruang interogasi dengan keamanan tinggi, Arjuna berdiri di depan wanita itu. Ayuna menonton dari layar atas bersama Ibu Amalia dan Reza.
“Kamu Maya?” tanya Arjuna dingin.
Wanita itu mendesis. “Aku lebih dari itu. Aku saudara tiri ibu dari Ayuna. Dan aku pantas mendapatkan warisan, posisi, dan semuanya yang dia miliki. Tapi dia diambil dari keluarga… disembunyikan oleh ibunya… dan sekarang hidup sebagai ratu?! Tidak adil!”
Arjuna menahan emosi. “Jadi karena iri, kamu menguntit dia? Mengancam anak kami?”
“Aku cuma ingin mengungkap kebenaran! Dia bukan siapa-siapa!”
Ayuna menutup mulutnya yang gemetar di ruang atas.
Ibu Amalia berkata pelan, “Maya adalah anak dari istri kedua ayahku. Tapi saat dewasa, ia merasa tak dianggap… dan sejak aku ‘menghilangkan’ Ayuna dari dunia bisnis, ia jadi terobsesi mencari celah untuk menjatuhkan keluarga ini.”
“Dan akhirnya dia menemukan Ayuna,” gumam Reza.
Beberapa Hari Kemudian – Keputusan Besar
Arjuna memutuskan tidak membawa kasus ini ke jalur hukum. Maya dibawa ke fasilitas rehabilitasi jiwa dengan pengawasan penuh, setelah hasil pemeriksaan menunjukkan ia mengalami gangguan obsesif yang membahayakan.
Ayuna sempat menemui Maya terakhir kalinya.
“Aku tidak membencimu, Bibi Maya. Tapi anakku harus tumbuh dengan damai. Kamu butuh bantuan. Bukan permusuhan.”
Maya hanya tertunduk, air matanya jatuh. Untuk pertama kalinya, amarah di matanya padam.
Malam itu, rumah besar Arjuna kembali hangat. Ayuna duduk di samping ranjang Sekar, mendongengkan kisah tentang bintang yang mencari rumahnya.
“Dan akhirnya… si bintang kecil tahu, rumah bukan hanya tempat. Tapi siapa yang bersamanya.”
Sekar tertidur dengan senyum tenang.
Arjuna datang, memeluk Ayuna dari belakang. “Sudah aman. Sudah selesai.”
Ayuna menatap wajah Arjuna, lalu Sekar. “Mungkin tidak pernah benar-benar selesai… Tapi setidaknya, kita bisa terus melangkah.”
Lampu kamar diredupkan. Di luar, angin berhembus lembut. Langit malam begitu tenang, seolah semesta pun ikut merayakan kedamaian kecil itu.
Bersambung
lanjut