Raka Dirgantara, Pewaris tunggal Dirgantara Group. Tinggi 185 cm, wajah tampan, karismatik, otak cemerlang. Sejak muda disiapkan jadi CEO.
Hidupnya serba mewah, pacar cantik, mobil sport, jam tangan puluhan juta. Tapi di balik itu, Raka rapuh karena terus dimanfaatkan orang-orang terdekat.
Titik balik: diselingkuhi pacar yang ia biayai. Ia muak jadi ATM berjalan. Demi membuktikan cinta sejati itu ada,
ia memutuskan hidup Miskin dan bekerja di toko klontong biasa. Raka bertemu dengan salah satu gadis di toko tersebut. Cantik, cerewet dan berbadan mungil.
Langsung saja kepoin setiap episodenya😁
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rizky_Gonibala, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Raka Digoda Cewek Genit
Hari ini Toko Kita Jaya agak sepi. Matahari masih malu-malu menampakkan sinarnya, dan udara pagi membawa aroma hujan semalam. Raka datang lebih awal dari biasanya. Ia mengenakan hoodie abu-abu dan celana training seadanya, rambutnya sedikit berantakan tapi justru itu yang membuat aura “cool miskin” miliknya makin menonjol.
Intan belum datang. Biasanya gadis mungil itu sudah berdiri di depan toko sambil mengunyah roti isi atau meneguk teh kotak bekas diskon. Raka sedikit kecewa. Ada semacam kekosongan di toko pagi itu.
Ia membuka rolling door toko sendirian, menyapu lantai, dan mengecek stok rokok di belakang kasir. Semua berjalan tenang, sampai lonceng pintu berbunyi dengan suara “cincing” yang agak terlalu semangat.
“Selamat pagi~” suara menggoda menyapa dengan raut wajah bahagia.
Raka mendongak. Seorang perempuan berdiri di depan pintu dengan gaya sok manja. Rambutnya dicat cokelat muda, memakai lip gloss mengkilat, dan seragam yang jelas menunjukkan bahwa dia bukan pelanggan. Di dada seragamnya tertera nama Maya.
Dia pegawai baru dari minimarket saingan yang baru buka tiga ruko di sebelah Toko Kita Jaya. Mereka dikenal dengan harga miring dan pegawai yang... terlalu ramah.
“Hai. Boleh lihat-lihat? Lagi survei harga,” kata Maya sambil menyender ke meja kasir dan juga memperlihatkan susunya yang over power ke arah Raka dengan ekspresi tak berdosa.
Raka kaget lalu mengangguk sopan. “Silakan.”
Maya berjalan menyusuri rak perlahan, tapi matanya tidak fokus ke produk. Justru matanya sibuk mengintip Raka dari balik rak teh celup.
“Kamu pegawai baru ya di sini? Celup aku dong!” tanya Maya sambil berdiri terlalu dekat di samping Raka.
“Enggak, udah lama,” jawab Raka datar tapi penuh kepanikan.
Maya memainkan rambutnya. “Oh... kamu yang suka shift pagi ya? Aku sering lihat. Tapi kok baru sekarang nyadar... ternyata kamu sangat Ganteng juga. Mirip oppa-oppa korea utara. Aku suka deh, iihh!.” Ucap Maya sambari mencolek pipi Raka
Raka tersenyum kaku. “Mau cari barang apa, Mbak?”
Maya mencolek lengannya. “Nggak nyari barang sih... nyari perhatian.” Ia tertawa renyah seperti Mak Lampir, di sinetron Tv jam 12 malam.
Raka mundur satu langkah. “Kalau mau bandingin harga, di sana ada flayer promo. Bisa dicek.” Tunjuk Raka ke flayer yang tergantung di salah satu rak toko.
Maya mengangkat alis. “Serius amat sih. Santai dikit, Mas Kasir yang Ganteng.”
Sebelum Raka bisa membalas, pintu toko kembali terbuka.
“MAS RAKA! MAAP TELAT!” teriak Intan sambil ngos-ngosan, setengah berlari masuk. Rambutnya diikat seadanya, dan dia masih memakai sandal jepit yang kedodoran.
Tatapan Intan langsung menabrak pemandangan Maya yang berdiri terlalu dekat dengan Raka.
“Oh... maaf, saya ganggu ya? Lanjut aja,” ucap Intan ketus, dengan senyum dipaksakan yang seperti sambal terlalu pedas.
Maya menyadari kehadiran “ancaman dan juga persaingan” itu. Ia menoleh dan mengamati Intan dari atas ke bawah.
“Kamu pegawai sini juga?” tanya Maya dengan nada sinis.
“Bukan, Saya hiasan rak, bisa juga di jadiin gantungan kunci motor.” jawab Intan ketus sambil menaruh tasnya di balik meja kasir. “Kamu siapa?, Kamu Tahu nggak?, sesuai peraturan Pemkod, Perda, Perdes dan Undang-undang perpegawaian, selain pegawai Toko Kita Jaya, di larang masuk ke kawasan Kasir. Hus-huss..." ucap Intan sambil mengusir Maya dari daerah kekuasaannya.
Maya terkejut, tapi mencoba tetap elegan. “Wah, galak amat. Tapi kamu lucu juga ya. Kayak boneka kecil. Ihhh imut deh.” Ucap Maya sambil mencubit pipi tembem Intan.
Raka merasa suhu ruangan 45°C.
Intan menyipitkan mata. “Wah-wah kekerasan dalam persaingan bisnis nih. Mas antarin aku ke puskes buat visum pipi aku, pasti udah nggak simetris. Aku laporin mbak-mbak nggak jelas ini.” ucap Intan dengan wajah jengkel
Maya tertawa tipis. “Aduh, Laporin dong, tangkap aku dong, borgol aku Mas, Borgol! Celup aku!” Ucap Maya manasin Intan.
Intan tersenyum Sinis, lalu dengan badan mungilnya tiba-tiba ia naik ke atas meja Kasir “Mbak mau saya SmackDown sekarang?, tinggal pilih, mau 3 hari di opname atau mau paket lengkap di opname 7 hari, saya kasi bonus hidung mancung yang tidak seberapa itu saya bikin pesek. Atau mau saya tusuk pake jarum pentul belahan mbak itu biar bocor, biar kempes, biar nggak bisa di tambal lagi." Ucap Intan dengan wajah marah, mata menyalah dan jari tangan menunjuk ke arah wajah Maya
Raka buru-buru menengahi. “Mbak Maya, makasih udah mampir. Silakan kalau butuh data harga, hubungi kantor pusat ya.”
Maya mendengus pelan. “Baiklah... sampai ketemu lagi, Mas Kasir Ganteng. Kalau bosan sama cewek pendek, dan boneka imut, tahu harus cari siapa.” Ucap Maya dengan mata genit sambil menggigit bibir bawah dan menggerakan tangan seolah agar meneleponnya. Lalu diapun berlalu pergi.
Lonceng pintu berbunyi saat Maya melangkah keluar.
Setelah pintu tertutup, Raka menoleh ke Intan yang sudah turun dari atas meja kasir dan masih diam dengan tangan bersilang.
“Jangan marah-marah dong.”
“Aku nggak marah,” jawab Intan, yang jelas-jelas sedang marah.
“Kamu cemburu?”
“SIAPA YANG CEMBURU?!”
Raka mengangkat tangan. “Tenang. Itu cuma pegawai minimarket sebelah. Dia lagi survei harga.”
“Survei harga? Atau survei cowok?,” Ucap Intan "Awas aja kalau dia datang lagi" tambah Intan.
Raka tertawa pelan. “Udah-udah, jangan marah-marah entar imutnya hilang” Bujuk Raka.
Intan ingin marah, tapi malah tertawa. “Dasar... Iya deh, nggak marah-marah lagi Mas Ganteng.” Ucap Intan malu-malu dengan gestur seperti menahan pipis.
“Yang penting kamu nggak ke toko sebelah, ya? Awas aja kalau berani” Ancam Intan.
“Ngapain?”
Mereka saling pandang. Momen yang awalnya tegang kini cair dengan tawa.
Siang harinya, suasana toko mulai kembali normal. Namun kejadian pagi itu tetap terngiang. Raka merasa aneh bukan karena Maya, tapi karena ekspresi Intan. Gadis itu mungkin cerewet dan keras kepala, tapi tadi ia benar-benar terlihat... posesif.
Dan jujur saja, Raka suka.
Saat break makan siang, mereka duduk di pantry kecil seperti biasa.
“Maaf ya soal pagi tadi,” kata Raka membuka pembicaraan.
“Maaf kenapa? Emangnya kamu salah?” balas Intan sambil menyeruput es teh.
“Ya... kamu kayaknya nggak suka dia dekat-dekat aku.”
Intan menatapnya. “Aku nggak suka bukan karena kamu. Tapi karena aku tahu jenis perempuan kayak gitu.”
Raka mengangguk. “Kayak gitu itu gimana?”
“Yang manis di luar, tapi dalamnya asam, udah hancur lebur. Kayak yoghurt kadaluarsa, pokonya yang modelan begitu udah parah bangat, entar Mas sakit kalau pacaran sama dia.”
Mereka berdua tertawa.
“Kalau kamu, kayak apa?” tanya Raka.
Intan pura-pura berpikir. “Aku? Aku kayak Yakult. Pendek, manis, dan bikin ketagihan.”
Raka hampir tersedak. “Itu bener banget.”
“Makanya jangan lirik yang lain. Nanti mencret,” kata Intan sambil mencubit lengan Raka pelan.
Di saat itu, Raka merasakan sesuatu yang berbeda. Bukan sekadar obrolan lucu atau candaan receh. Tapi ada semacam ikatan yang tumbuh... perlahan tapi pasti.
Dan dalam hati, Raka tahu. Cinta sejatinya bukan datang dari toko saingan yang baru buka. Tapi dari seseorang yang tiap pagi bawain dia roti diskon, gorengan dan bonus omelannya.
Intan mungkin pendek.
Tapi rasa yang tumbuh di hati Raka untuknya, sudah terlalu dalam untuk diukur.
Bersambung.