Alan Andrew adalah generasi kesepuluh pria dari keluarga Andrew, pewaris tahta kejayaan dalam bisnis otomotif kelas dunia. Ia sempurna di mata banyak wanita; tampan, cerdas, kaya, dan berwibawa. Sosok yang merupakan definisi dari pria idaman. Namun, di balik pesonanya, Alan menyimpan hasrat yang bertolak belakang dengan nilai-nilai ketimuran: ia mencintai tanpa komitmen, menganggap hubungan tak harus diikat dengan pernikahan. Baginya, wanita hanyalah pelengkap sementara dalam hidup, bisa datang dan pergi sesuka hati.
Namun segalanya berubah ketika ia bertemu Maya Puspita, gadis manis dari Jawa Tengah yang datang dari keluarga sederhana namun menjunjung tinggi moral dan etika. Takdir menempatkan Maya bekerja di perusahaan Alan.
Alan sudah menjadikan Maya sebagai ‘koleksi’ berikutnya. Tapi tanpa ia sadari, Maya menjeratnya dalam dilema yang tak pernah ia bayangkan. Sebab kali ini, Alan bukan sekedar bermain rasa. Ia terjebak dalam badai yang diciptakannya sendiri.
Akankah Maya mampu?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sarah Mai, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
HTA18
“Berdasarkan laporan tim intelijen, Maya terlihat bersama Shela di Hotel Grand Lux City. Mereka menuju kamar 506D yang dihuni dua pria hidung belang. Indikasi kuat menunjukkan Shela sedang menjebak Maya dalam transaksi open BO gelap,” lapor Jacob tegas.
“SHELA!!!” teriak Alan penuh amarah. Tangannya mengepal kuat, menahan gejolak emosi yang hampir meledak.
“Lagi-lagi kau cari masalah denganku!”
Tanpa pikir panjang, Alan dan pasukannya langsung meluncur menuju lokasi hotel.
Sementara itu, Maya mulai merasakan firasat buruk. Sejak dari lobi, langkahnya terasa berat mengikuti Shela yang melangkah cepat menyusuri lorong mewah hotel menuju kamar 506D.
“Shel, kenapa interview-nya di hotel?” tanya Maya curiga.
Shela tak menjawab. Ia terus berjalan cepat di depan, matanya fokus pada layar ponsel, sibuk berkomunikasi dengan pria-pria hidung belang itu. Pertanyaan Maya sengaja diabaikan.
Maya menarik napas panjang. Ia memilih diam, mencoba tetap percaya. Shela sudah banyak membantunya, bahkan rela mengeluarkan uang untuk keperluan Maya.
“Cepat, May! Kita udah telat! Nanti posisimu keburu diambil orang lain!” ucap Shela dengan nada terburu-buru, memainkan peran liciknya dengan sangat meyakinkan.
Tak lama kemudian, langkah mereka terhenti. Seorang pelayan hotel menyambut mereka dengan senyum manis, membuka pintu menuju kamar 506D.
Dua pria hidung belang itu sudah duduk santai di ruang sofa, masing-masing dengan segelas minuman di tangan. Aroma parfum mahal dan asap rokok tipis memenuhi udara.
"Hallo Apa kabar!" sapa Shela dengan nada centil, seolah mereka sahabat lama yang baru bertemu kembali.
Dengan cepat, Shela menarik tangan Maya, menyeretnya ke tengah ruangan dan memamerkannya seperti barang pameran.
"Ini, loh! Teman saya yang mau kerja. Namanya Maya Puspita. Orangnya baik, cantik, dan... bisa diandalkan, hehehe," kata Shela sembari mengedipkan mata nakal ke arah kedua pria itu.
Dua pria tersebut saling pandang, senyum mereka menyeringai penuh makna. Mata mereka menelusuri tubuh Maya dari atas hingga bawah, seolah menilai barang dagangan.
Outfit merah menyala yang Maya kenakan, sedikit terlalu ketat dan terlalu pendek semakin menonjolkan kulit putihnya yang mulus dan wajah teduhnya yang polos. Sebuah kontras yang justru membuat mereka semakin tergoda.
"Hehehe..." tawa ringan meluncur dari bibir keduanya, alis terangkat tinggi penuh hasrat tersembunyi.
"Mari, silakan duduk," ujar salah satu dari mereka, mencoba terdengar sopan meski nada suaranya menyiratkan maksud lain. Mereka tampak sedikit salah tingkah, karena tidak bisa menyembunyikan ketertarikan mereka.
Tak lama, seorang pelayan masuk membawa dua gelas jus jeruk segar dan menyajikannya di atas meja untuk Maya dan Shela.
"Perkenalkan, saya Cale, dan ini Brayan. Kami pemilik saham utama di PT BRMS Fashion," ujar Cale, menjulurkan tangan dengan senyum tipis.
"Maya Puspita," jawab Maya dengan tenang, membalas jabat tangan itu sambil memaksakan senyum ramah.
Obrolan ringan pun mengalir. Mereka membahas sedikit soal dunia fashion dan peluang kerja. Maya bahkan sempat menjalani interview singkat, sekadar untuk menjaga ilusi bahwa pertemuan itu benar-benar profesional.
Namun, di balik senyum manis dan gelak tawa tipis menyimpan maksud bejad.
"Tenang, Dik Maya. Kamu sudah pasti kami terima. Selain kamu cocok dengan kriteria kami, kami juga sudah lama menjalin kerja sama yang baik dengan Shela," ucap salah satu pria berkemeja mahal, dengan senyum menyeringai yang penuh maksud.
"Hehehehe..." tawa khas pria hidung belang itu menyusul, matanya menyapu tubuh Maya dengan lirikan penuh nafsu.
"Terima kasih," balas Shela diiringi senyum tipis Maya yang polos, dan begitu yakin bahwa semua ini adalah bukti tulus dari bantuan sahabatnya.
Wajah Maya tampak berseri. Ia benar-benar merasa beruntung memiliki Shela yang membantunya mendapatkan pekerjaan ini tanpa melalui proses panjang, Perasaannya penuh harapan.
Brayan, pura-pura mengajaknya ke meja sebelah, berdalih ingin menunjukkan isi kontrak kerja yang akan ditandatangani jika Maya resmi bergabung dengan perusahaan mereka.
Di situlah aksi Shela dimulai.
Saat Maya sedang fokus mendengarkan Brayan. Shela dengan cepat membuka sachet kecil berisi serbuk bening dan menuangkannya ke dalam minuman jus jeruk dingin kesukaan Maya.
"Biar makin hot, Om," bisik Shela lirih dengan senyum licik. Hatinya sudah dipenuhi bisikan iblis. Kebenciannya pada Maya membakar akal sehatnya, dan kini ia tega menjebak sahabatnya sendiri demi uang dan rasa iri yang tak berkesudahan.
"Ahahaha! Kau memang cerdas, Shela," puji Cale sambil melirik nakal. "Kami sudah tidak sabar," ucapnya dengan suara yang nyaris tak bisa menutupi nafsunya.
"Hehehe, sabar dong om! sedikit lagi kok!" jawab Shela centil, memainkan matanya.
"Om, tugas Shela kan sudah selesai. Jadi, gimana transaksinya? Udah bisa ditransfer dong..." kata Shela sambil menahan senyum kemenangan.
"Karena yang kamu bawa ini istimewa, benar-benar sesuai selera kami, aku tambah 10 juta. Jadi totalnya 110 juta," kata Cale seolah-olah menunjukkan ia pria royal.
"Oh!" Shela menutup mulut, menahan pekikan senang. Ia bertepuk pelan dengan wajah berbinar, seperti anak kecil yang baru diberi mainan mahal.
"Makasih, Om!" ucapnya centil, tak menyembunyikan kesenangannya.
Tidak berapa lama, Maya dan Brayan kembali ke meja. Jus jeruk Maya sudah menunggu.
"Mari kita bersulang," ajak Cale.
Tanpa curiga, Maya mengangkat gelas dan meneguk habis minumannya. Selain memang haus, itu minuman kesukaannya.
Rasa perangsang itu tidak berbau, hanya meninggalkan aroma samar di gelas, aroma yang hanya bisa dikenali oleh orang yang mengerti.
Tawa menggema di ruangan itu, tawa orang-orang yang merasa perangkap mereka telah mengatup sempurna.
Di tengah perjalanan, Alan dan Jacob terhambat kemacetan yang padat menjelang jam makan siang. Mobil mereka nyaris tidak bergerak.
“Aduh, ini terlalu lama!” gerutu Alan gelisah, menggertakkan rahangnya sambil menatap jam di pergelangan tangan.
Tanpa pikir panjang, ia menghubungi salah satu bodyguard-nya agar menjemputnya dengan sepeda motor. Tak lama, raungan moge terdengar mendekat. Alan segera turun dari mobil, mengenakan helm, lalu melompat naik ke motor yang melaju cepat menembus kemacetan.
Sementara itu, Jacob memerintahkan pasukan lainnya untuk bersiaga, berjaga-jaga menangkap Shela yang diduga terlibat dalam skenario kelam ini.
**
Di hotel, Maya meneguk habis jus jeruk yang tadi disajikan. Beberapa menit kemudian, ia merasa ingin ke toilet.
“Shela, aku ke toilet dulu ya,” ujar Maya lirih.
“Aku tunggu di sini, May,” jawab Shela dengan senyum manis, lalu mengantar Maya sampai depan pintu toilet.
Begitu pintu toilet tertutup, wajah Shela berubah dingin. Ia berbalik cepat dan menyelinap keluar hotel, meninggalkan Maya sendirian tanpa tahu apa yang tengah direncanakan.
Di dalam kamar, dua pria yang sejak tadi duduk santai mulai membuka kancing baju mereka satu per satu. Nafas mereka berat. Tatapan mereka penuh hasrat jahat.
**
kalau Maya nanti benar2 pergi dari Alan,bisa jadi gila Alan.
begitu pengorbanan seorang kakak selesai maka selesai juga pernikahannya dengan alan
emang uang segalanya tapi bukan begitu juga