Alea Permata Samudra, atau yang akrab di sapa Lea. Gadis cantik dengan kenangan masa lalu yang pahit, terhempas ke dunia yang kejam setelah diusir dari keluarga angkatnya. Bayang-bayang masa lalu kehilangan orang tua dan mendapatkan perlakuan buruk dari keluarga angkatnya.
Dalam keterpurukannya, ia bertemu Keenan Aditya Alendra, seorang mafia kejam, dingin dan anti wanita. Keenan, dengan pesonanya yang memikat namun berbahaya, menawarkan perlindungan.
Namun, Lea terpecah antara bertahan hidup dan rasa takut akan kegelapan yang membayangi Keenan. Bisakah ia mempercayai intuisinya, atau akankah ia terjerat dalam permainan berbahaya yang dirancang oleh sang mafia?
Bagaimana kehidupan Lea selanjutnya setelah bertemu dengan Kenan?
Langsung baca aja kak!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon riniasyifa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 18 Serangan dadakan
Jam menunjukkan pukul tujuh malam. Dua jam yang lalu, Lea kembali ke ruang Ken setelah puas mengelilingi gedung Alendra Group. Sementara Satria sudah berpamitan dan meninggalkan kantor tak lama setelah Papi Arga pergi, sebab ia akan berangkat ke Korea bersama Bara dan Bayu menjalankan misi penting.
Di balik mejanya, Ken berdiri, suaranya hangat memecah kesunyian.
“Ayo, Lea. Kita pulang sekarang.”
Lea bangkit dari sofa dengan langkah mantap dan senyum mengembang.
“Ayo, Kak.”
Mereka berjalan keluar ruang kerja, menyusuri lorong panjang yang hanya diterangi lampu plafon putih kekuningan redup. Suasana sepi membungkus koridor, hanya gema langkah kaki mereka yang mengisi keheningan. Lantai marmer yang mengilap memantulkan bayangan samar keduanya.
Beberapa karyawan masih lembur dengan wajah yang lelah, sementara petugas keamanan berjaga di pos masing-masing.
Lea berjalan di sisi Ken, tangan keduanya tanpa sadar tergenggam erat.
Ting!
Pintu lift terbuka mereka masuk ke dalam bilik sempit yang segera menutup rapat. Suasana lift hening dan dingin, hanya suara mekanis yang terdengar. Setelah beberapa saat.
Ting!
Pintu lift kembali terbuka keduanya bergegas kearah mobil Ken, mereka masuk ke dalam mobil tanpa banyak bicara. Suasana hening, Ken memikirkan foto misterius yang tadi dilihatnya, sementara Lea terbenam dalam informasi yang didapat dari Bima.
“Apa kamu lapar?” tanya Ken lembut.
“Menurut kakak?” balas Lea, sedikit kesal karena lapar yang sudah menumpuk sepanjang hari.
Ken tersenyum tipis karena gemas melihat Lea yang cemberut.
“Maaf sayang, kita makan dulu sebelum pulang.”
Deg!
Lea tersipu, pipinya memerah mendengar panggilan sayang yang tak sengaja keluar dari mulut Ken. Ia mengalihkan pandangan ke jendela berharap Ken tak menyadarinya.
“Aku memang sangat lapar, Kak,” akui Lea jujur.
Ken tersenyum tipis lalu melanjutkan perjalanannya. Setelah beberapa menit berkendara, Ken memarkir mobil di depan sebuah restoran kecil yang hangat. Lampu hangat di dalamnya mengundang rasa nyaman.
Mereka turun dari mobil, berjalan berdampingan menembus dinginnya udara malam. Aroma masakan yang menggoda tercium saat mereka memasuki restoran yang cukup sepi, hanya beberapa meja terisi.
Lea tertawa kecil saat melihat menu, "Kak, jangan pilih yang terlalu ribet ya. Aku lapar, bukan mau ikut lomba makan."
Ken menatapnya dengan senyum kecil, "Tenang, aku tahu mana yang enak dan cepat saji."
Mereka segera memilih tempat duduk yang nyaman. Tanpa banyak bicara, mereka memesan makanan favorit masing-masing. Tak lama kemudian, hidangan datang. Aroma rempah dan kelezatannya langsung menguasai indra pencium dan pengecap.
Lea makan tanpa jaim, sesekali suapannya cepat, membuat Ken terkekeh kecil. “Kamu ini, kalau lapar jadi serangan bertubi-tubi ya,” goda Ken sambil menyaksikan Lea yang lahap.
“Lain kali jangan bikin aku tunggu lama, kak,” ujarnya santai tapi sinis, membuat suasana jadi hangat.
Setelah makan mereka keluar dari restoran, udara malam yang dingin kembali menyambut mereka.
Di perjalanan, suara mesin mobil dan lampu jalan yang berkelip menciptakan irama tenang. Namun, ketenangan itu pecah saat Ken tiba-tiba melirik kaca spion dan menyipitkan mata.
Dua mobil gelap mengikuti mereka dengan kecepatan yang sama.
“Sial, siapa mereka?” gumam Ken pelan, raut wajahnya berubah serius.
Ken menggenggam setir lebih erat, napasnya menjadi lebih berat.
“Lea, ada yang mengikuti kita,” ucapnya dengan suara rendah tapi penuh kewaspadaan.
Lea menatap ke belakang melalui kaca samping, alisnya mengerut sedikit. “Siapa mereka? Kenapa mereka mengikuti kita?”
Ken tak menjawab langsung. Matanya fokus pada jalan. Tiba-tiba, dua mobil itu mempercepat lajunya, dan dengan gerakan serentak memotong jalan Ken dari kanan dan kiri.
Ken sigap menginjak rem, decitan ban menggema menembus hening malam. Mobil berhenti mendadak, tepat di tengah jalan kecil yang diterangi lampu jalan yang remang.
Pintu kedua mobil terbuka dengan cepat, lalu delapan pria berbadan kekar dan berseragam hitam keluar, langkah mereka mantap dan penuh ancaman.
Ken menatap mereka dari balik kemudi, tak ada tanda ketakutan melainkan ketegasan membara.
“Lea, kunci pintu dan jangan keluar apapun yang terjadi.” Perintah Ken tegas.
Lea mengangguk pelan di dalam mobil, pandangannya mengikuti gerak tubuh para pria itu. Rasa tenang mengendap dalam dadanya, meski sedikit rasa was-was tetap mengintip di sudut pikirannya.
Seorang pria berkepala plontos melangkah maju, suaranya lantang dan penuh intimidasi, “Cepat keluar! Kami tidak suka basa-basi.”
Ken menggeleng pelan, lalu membuka pintu mobil dengan gerakan tenang. Lalu Ia menutupnya kembali dengan santai seolah ancaman di hadapannya hanyalah gurauan semata.
Pria plontos itu tersenyum sinis melihat sikap tenang Ken.
“Wah, pria dingin yang anti wanita, sekarang bawa wanita cantik. Menarik.” Suaranya penuh ejekan, bergaung di jalanan sepi itu.
Ken tetap tak menggubris, matanya tajam menatap lurus ke arah musuh.
“Minggir. Jangan ganggu aku,” ucap Ken dengan suara tegas, nada yang membuat udara di sekitar seolah ikut membeku.
Mendengar itu, para pria berseragam hitam itu langsung menerjang Ken tanpa ragu. Suara benturan tinju dan tendangan mengisi udara malam, bergema di antara gedung-gedung kosong.
Bagh!
Bugh!
Krakk!
Ken bergerak dengan ketenangan penuh percaya diri, serangan-serangannya terarah dan menghempaskan satu per satu lawan yang mendekat. Ia melindungi Lea sambil mematahkan serangan musuh dengan efisien dan cermat.
Tiba-tiba, dari arah belakang, salah satu musuh mencoba menyerang Ken dengan senjata tajam.
Dari dalam mobil, Lea menahan napas, matanya membelalak saat melihat Ken berusaha menghindar dengan cekatan, gerakannya begitu terlatih dan terarah.
Tanpa pikir panjang, Lea membawa langkah cepat keluar dari mobil, mengabaikan perintah Ken.
Ia bergerak cepat mendaratkan tendangan keras tepat pada tangan pria yang memegang pisau. Pisau itu terjatuh dengan bunyi nyaring,
Kleng!
Ken terkejut sejenak, tapi segera tersenyum sedikit bangga melihat keberanian Lea.
“Kau memang bukan wanita sembarangan,” gumamnya dalam hati sebelum kembali fokus pada lawan.
Lea berlari kembali, segera berdiri di belakang punggung Ken dengan postur siap, mata penuh waspada.
“Kak, ayo kita selesaikan ini. Aku sudah sangat merindukan kasurku,” katanya santai, tapi dengan semangat membara yang tak bisa disembunyikan.
Salah seorang pria berwajah sangar tak bisa menahan diri. “Wah, ternyata bukan cuma cantik, tapi juga berani, sangat menarik."
“Jangan banyak bacot, Om jelek. Ayo kita segera bereskan ini,” balas Lea dengan nada ketus, tatapannya berkilat penuh tantangan.
Ken mengerutkan alis namun segera menyunggingkan senyum nakal, menikmati dinamika kedekatan mereka di tengah ancaman ini.
Mereka pun bergerak selaras, seperti dua petarung yang telah terbiasa bertarung bersama.
Ken memutar tubuh Lea dengan lembut namun kuat, melepaskan putaran penuh tenaga yang membuat kaki Lea terangkat tinggi dan melayang menendang tepat sasaran ke wajah salah musuh.
Bugh!
Bagh!
Bugh!
Mengiringi setiap pukulan dan tendangan mereka. Musuh-musuhnya mulai goyah, satu per satu terjatuh tak berdaya akibat serangan mematikan dari Ken dan Lea.
Di tengah pertarungan, salah seorang musuh mencoba menyerang Ken dengan tombak besi panjang.Tanpa ragu, Ken menangkap tangannya, memutar dan melepaskan serangan balik dengan pukulan keras ke rahang, menjatuhkan musuh itu seketika.
Lea dengan cepat melompat ke depan, menendang dengan keras ke sisi badan musuh lain.
Krak!
Suara tulang yang patah itu menusuk keheningan malam. Setelah pertempuran sengit itu, nafas Ken dan Lea mereka terengah-engah. Namun mata mereka tetap waspada.
Tak lama kemudian, beberapa anak buah Ken datang dengan langkah cepat, sigap mengamankan para pria berseragam hitam yang pingsan dan membawanya ke mobil.
Dion, salah satu anak buah yang paling setia, segera mendekati Ken sambil menunjukkan kekhawatirannya.
"King, apakah Anda terluka?" tanyanya khawatir.
"Aku baik-baik saja. Bawa mereka ke markas, kita harus tahu siapa di balik ini."
Dion langsung mengiyakan dan segera bertindak membawa para pria-pria itu ke mobil mereka.
Ken kemudian memalingkan pandangan ke Lea dengan ekspresi penuh perhatian.
“Lea, kamu baik-baik saja?” tanyanya sambil memeriksa tubuhnya dengan hati-hati.
Lea tersenyum tipis, menggeleng sambil memukul pelan lengan Ken.
“Aman, Kak. Hanya memar sedikit, mungkin gara-gara tendangan tadi." Suaranya kalem tapi tegas, berusaha menenangkan Ken yang terlihat khawatir.
contoh: "pergilah yang jauh," terang pamanku.
dan yang pakai tanda titik itu seperti ini: "aku akan menguasai dunia." Rea menghantam dewa itu dengan yakin.
contoh: aku makan nasi putih setelah/saat/sebelum salto-salto kayak monyet 🐒