"Om Bima! Apa yang Om lakukan padaku!"
Sambil mengernyitkan dahi dan langkah pelan mendekati Sang Gadis yang kini menjaga jarak waspada dan tatapan setajam silet menusuk netra tajam Bima.
"Seharusnya, Saya yang bertanya sama Kamu? Apa yang semalam Kamu lakukan dengan Alex?"
Bima, Pria yang masih menggunakan handuk sebatas lutut kini menunduk mendekati Laras, Perempuan yang seharusnya menjadi Calon Menantunya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Tiara Pradana Putri, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kecelakaan
Bima meraih ponselnya cepat, berbicara singkat di telepon dengan orang yang memberi kabar.
Raut wajah santai Bima kini berubah seketika selepas menerima telpon, "Ada apa Om?"
"Saya harus ke Rumah Sakit sekarang. Alex kecelakaan."
Bima dan Laras berpamitan dengan Papa Rasyid dan Mama Lana setelahnya segera berangkat menuju Rumah Sakit dimana Alex kini terbaring.
Sampai di Rumah Sakit, bergegas Bima dan Laras menemui Dokter yang menangani Alex, beruntung Alex selamat namun luka-luka di kaki Alex butuh perawatan ekstra.
"Tapi bisa sembuh seperti sedia kala kan Dok?" Wajah khawatir Bima seakan separuh jiwanya ikut merasakan sakit yang kini Alex derita.
"Tentu bisa Pak Bima. Hanya saja butuh waktu dan perawatan intens. Akan ada terapi yang akan Kami berukan kepada Pasien setelah rawat inap selesai. Agar kondisi kaki Pasien bisa kembali beraktivitas seperti sediakala. Namun untuk saat ini, Kami sudah melakukan operasi dan pemasangan pen agar Pasien bisa perlahan sembuh meski dibantu dengan kruk dulu untuk berjalan."
Ada rasa lega disudut hati Bima. Bagaimanapun Alex adalah putranya derita Alex tentu menjadi deritanya. Kini Bima mengajak Laras duduk di lorong rumah sakit sebelum masuk keruang rawat Alex, Ia harus memastikan sesuatu.
"Ras," Bima menatap teduh wajah Laras.
Laras bisa melihat, Bima yang beberapa jam lalu begitu bahagia kini tentu berbalik seratus delapan puluh derajat, tentu saja Laras memakluminya dan perlahan jemari Laras meraih jemari kekar Bima dan membawa kepangkuannya.
"Mas Bima gak sendiri. Ada Aku, jangan sungkan untuk minta bantuanku. Soal Alex, Aku sudah terima, yang terpenting sekarang Mas Bima tetap sehat dan fokus akan pemulihan Alex. Aku mengatakan ini bukan karena Aku masih ada perasaan pada Alex tapi bentuk kepedulianku sebagai sesama manusia, terlebih Alex anak Kamu, dan artinya anakku juga."
"Terima kasih."
"Sebaiknya Om keruangan Alex, biar Aku tunggu disini dulu. Kalian butuh bicara empat mata."
Bima menatap netra Laras. Ketulusan. Tak ada lain yang Bima bisa lihat selain ketulusan dan keikhlasan Laras.
"Mas masuk dulu ya. Kamu kalau mau pulang, Mas akan panggil sopir."
"Aku disini, nungguin Mas."
Genggaman tangan Laras lebih dari sekedar cukup. Tak sekedar genggaman tapi bagi Bima adalah sebuah kekuatan dan dukungan yang begitu berarti.
Perlahan Bima membuka pintu ruang rawat Alex.
Terlihat Putranya dengan balutan di beberapa bagian tubuh, terutama bagian Kaki yang memang parah dan baru saja selesai dioperasi.
Bima melihat wajah tertidur Alex, tenang dan damai. Namun balutan disekujur tubuh dan kaki Alex menyayat pilu nurani Bima sebagai seorang Bapak.
"Kenapa bisa sampai begini Lex? Papa gak ngerti, Apa yang terjadi sama Kamu? Bagaimana bisa Kamu kecelakaan tunggal namun separah ini Nak?"
Bayangan Bima terbawa kepada memori puluhan tahu silam dimana Alex kala itu masih bayi merah yang baru saja dilahirkan.
Meski himpitan dan tekanan kala itu begitu menyiksa dan menguras emosi dan mental Bima, namun tangis dan senyum Baby Alex kala itu menyejukkan Bima, "Anakku, Alexander Saloka." Tak ragu bahkan dengan yakin Bima menyematkan nama belakangnya lada Baby Alex saat itu.
Alex mengerjap, matanya perlahan terbuka. Sisa bius masih begitu terasa, menyisakan rasa pening dan tubuh sedikit menggigil.
"Gue dimana?" Alex merasa tubuhnya kebas, terutama bagian bawah namun Ia masih belum pulih dan sadar sepenuhnya.
Bima beranjak dari kursi disisi brangkar, menatap wajah bingung Alex yang baru saja siuman.
"Lex, Kamu sudah sadar?"
Suara yang begitu familiar san sangat Ia kenal. Suara Bima. Suara Papanya. Suara yang selama ini tak kenal lelah, menasehati dan mengingatkan akan segala hal.
"Aku dimana Pa? Apa yang terjadi sama Aku?" Bima memaklumi, Alex baru saja siuman ingatannya masih mencari dan merangkai apa yang sebelumnya terjadi.
"Kamu kecelakaan Lex, dan syukurlah operasi berjalan lancar."
"Operasi?" Dahi Alex mengernyit, mencerna dan menyusun kepingan memori sebelum kejadian kecelakaan hingga Ia tak sadarkan diri saat dibawa keluar dari mobilnya yang terguling.
"Kaki Kamu baru saja dioperasi, dipasangkan Pen dan Kamu masih harus banyak Istriahat Lex." Bima menekan tombol disisi Alex sebagai kode bahwa meminta bantuan Perawat dan Dokter.
Di luar, Laras menunggu dengan segala perasaan yang entah bagaimana harus terdefinisi dalam situasi yang memang serba dadakan sekarang.
Laras melihat seorang Dokter masuk ditemani seorang perawat kemudian menutup kembali pintu. Laras melihat dari balik pintu yang tembus dari kaca kecil yang ada melihat gerak bibir dan wajah-wajah serius dalam ruang rawat Alex.
Tapi bagi Laras, tatapan sendu Bima menimbulkan tanya besar dalam benak Laras. Terlebih saat Laras saksikan Alex dengan amarahnya meledak dengan tangis penuh emosi hingga kembali di berikan sesuatu yang menenangkan oleh perawat atas instruksi Dokter.
Hanya sebuah gerakan tanpa suara karena memang Laras menyaksikannya dibalik pintu melalui kaca kecil yang ada dipintu.
Penasaran?
Tentu saja. Tapi Laras memilih menunggu. Menunggu Bima keluar, menjelaskannya sendiri dan tentu saja kehadirannya akan mengguncang bagi Alex yang saat ini terlihat tak baik-baik saja.
"Tidak! Aku gak mau lumpuh!" Teriakan Alex saat dijelaskan oleh Dokter.
"Lex tenang, Papa sudah bicara dengan Dokter, Kamu akan pulih, Kami akan mengusahakan yang terbaik untuk Kamu." Ketegasan Bima seiring haru dan rasa bersalah bercampur jadi satu.
"Tapi Aku gak mau lumpuh!"
"Mas Alex akan sembuh, asal istirahat teratur, minum obat sesuai anjuran Kami dan terapi untuk proses pemulihan." Dokter menjelaskan dengan telaten dan sabar.
Alex mungkin maish belum bisa terima kondisinya kini, Ia mengamuk dan Dokter meminta izin kepada Bima untuk bisa memberikan penenang agar Alex bisa istirahat cukup.
Bima mengiyakan, hancur hatinya melihat sang Putra meronta dengan pilu namun nasi sudah menjadi bubur.
Setelah berbicara dengan Dokter, Dokter pun pamit keluar diiringan perawat meninggalkan ruang rawat Bima.
Laras yang sempat menatap dibalik pintu, kini memberanikan diri masuk, Alex sudah kembali terlelap.
"Mas,"
Laras mengusap bahu Bima, bisa Laras rasakan ada isak tak terdengar, ada piku tak teraba dan ada sesak yang terbaca.
"Alex,"
"Alex akan baik-baik saja Mas. Percayakan semua pada Dokter, Mereka pasti melakukan yang terbaik."
"Tapi Alex begini ada andil Mas Ras, Mas,"
"Suits, Mas gak salah. Ini takdir. Mas jangan menyalahkan diri sendiri."
Bima berbalik, menatap wajah Laras, seketika, Pelukan Bima terasa kencang dan erat. Laras melakukan hal yang sama, mengusap perlahan punggung kekar Suaminya.
"Mas, sudah, Kita keluar dulu yuk, Mas butuh istirahat."
"Tapi Alex,"
"Alex sedang ada dibawa pengaruh obat penenang, Mas juga butuh istirahat, nanti Kita kesini lagi, Mas perlu makan, agar punya tenaga untuk merawat Alex."
Akhirnya Bima menuruti perkataan Laras. "Makasi Ras, Mas gak tahu kalau Kamu gak ada disini."
"Ayo, Aku temani Mas."
tokoh utamanya karakternya tegas.
kebaikan bima dibalas dngn kehadiran laras yg msh fresh dan suci.
cinta bs dtng dngn sendirinya asalkan ketulusan sllu menyertainya.