NovelToon NovelToon
Topeng Kemiskinan - Rahasia Sang Putri Yang Terkhianati

Topeng Kemiskinan - Rahasia Sang Putri Yang Terkhianati

Status: sedang berlangsung
Genre:Selingkuh / Pelakor / Ibu Mertua Kejam
Popularitas:4k
Nilai: 5
Nama Author: Kim Yuna

Anatasya menyembunyikan identitasnya sebagai putri bungsu keluarga konglomerat dari suaminya. Ia membantu Adrian membuka perusahaan. Tapi siapa sangka ternyata Adrian tidak pernah mencintai Anatasya, dia bahkan jijik dengan bau amis yang melekat pada tubuh istrinya.

Suatu hari, Adrian menceraikan Anatasya dan mengungkapkan bahwa dia memiliki pacar, yaitu Clara, seorang wanita kaya dan cantik yang merupakan adik sepupu dari keluarga Santoso.

Anatasya merasa hancur dan terhina. Tasya akan membuat orang yang menyakiti nya membayar mahal dibantu oleh ketiga abangnya. Damian, Julian dan Rafael.

Ketiga Abangnya tidak akan membiarkan adik bungsu mereka terluka.

Bagaimana reaksi Adrian dan keluarga nya setelah mengetahui jika wanita yang selama ini mereka hina adalah putri konglomerat?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kim Yuna, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 18 Perasaan Damian

Anatasya berbalik dengan cepat, tanpa menunggu jawaban Damian. Langkahnya tergesa-gesa, menjauhi Damian yang terpaku di tempatnya dengan ekspresi terkejut. Jantung Anatasya berdegup kencang, bercampur antara keterkejutan, kebingungan, dan rasa panik yang tiba-tiba menyeruak.

'Tidak... tidak mungkin,' batin Anatasya kalut. Kata-kata Damian barusan bagai petir di siang bolong. Ia tidak pernah menyangka akan mendengar pengakuan seperti itu dari Damian.

Sosok yang selama ini ia anggap sebagai kakak pelindungnya, ternyata menyimpan perasaan yang lebih dalam padanya.

Air mata tiba-tiba menggenang di pelupuk matanya. Ia tidak tahu harus merasa apa. Senang? Terkejut? Takut? Semuanya bercampur aduk menjadi satu. Ia berlari kecil menuju toilet umum terdekat, berharap bisa menenangkan diri sejenak di sana.

Sesampainya di dalam toilet yang sepi, Anatasya bersandar pada dinding bilik, mencoba mengatur napasnya yang tersengal-sengal. Ia menatap dirinya di cermin. Wajahnya pucat dan matanya terlihat panik.

'Kenapa tiba-tiba begini?' pikirnya. Ia tidak pernah mempersiapkan diri untuk situasi seperti ini. Hubungannya dengan Damian selama ini terasa begitu nyaman dan aman sebagai seorang adik dan kakak. Membayangkan hubungan mereka berubah menjadi sesuatu yang lain terasa begitu asing dan menakutkan.

Di sisi lain, jauh di lubuk hatinya, ada secercah perasaan aneh yang mulai terusik. Perhatian Damian yang selama ini ia anggap biasa, kini terlintas kembali dalam benaknya dengan makna yang berbeda. Kehangatan tatapannya, sentuhan lembut tangannya, semua itu tiba-tiba terasa lebih istimewa.

Namun, bayangan masa lalunya bersama Adrian kembali menghantuinya. Ia takut untuk membuka hatinya lagi, takut untuk mempercayai perasaan seseorang. Pengalaman pahit itu masih membekas di hatinya, membuatnya ragu untuk menerima cinta dari siapapun, termasuk dari Damian.

Sementara itu, Damian masih berdiri terpaku di tempatnya, menatap kepergian Anatasya dengan tatapan kosong. Ia bisa merasakan kepanikan dan keterkejutan di mata Anatasya sebelum ia berbalik. Ia menyesali keterburu-buruannya.

Seharusnya ia mencari waktu yang lebih tepat dan suasana yang lebih tenang untuk mengungkapkan perasaannya.

'Apa aku sudah merusak segalanya?' pikir Damian cemas. Ia tidak ingin membuat Anatasya merasa tidak nyaman atau tertekan. Ia hanya ingin jujur pada perasaannya, berharap Anatasya bisa melihat ketulusan hatinya.

Setelah beberapa saat terdiam, Damian menghela napas panjang. Ia memutuskan untuk menunggu Anatasya di luar. Ia berharap adiknya itu bisa menenangkan diri dan mau berbicara dengannya. Ia siap menghadapi apapun jawaban Anatasya, asalkan ia tahu apa yang sebenarnya ada di hati wanita yang sudah lama ia cintai itu.

Setelah beberapa menit yang terasa seperti berjam-jam, Anatasya akhirnya keluar dari toilet. Wajahnya sudah sedikit lebih tenang, meskipun jejak air mata masih terlihat jelas di pipinya. Ia berjalan perlahan, mencoba mencari sosok Damian di tengah keramaian wahana bermain.

Dari kejauhan, ia melihat Damian berdiri di dekat bianglala, tepat di tempat mereka berpisah tadi.

Pria itu tampak gelisah, sesekali mengusap rambutnya dengan tangan. Ketika melihat Anatasya mendekat, Damian segera menghampirinya dengan langkah cepat.

"Tasya, kamu tidak apa-apa?" tanya Damian dengan nada khawatir. Tatapannya penuh dengan penyesalan. "Maafkan aku. Seharusnya aku tidak mengatakan itu tiba-tiba seperti tadi. Aku..."

Anatasya mengangkat tangannya, menghentikan ucapan Damian. Ia menarik napas dalam-dalam, mencoba menenangkan gejolak emosi yang masih terasa.

"Tidak apa-apa, Kak," ucap Anatasya pelan, meskipun suaranya sedikit bergetar. "Aku hanya... terkejut."

Damian menatap Anatasya dengan penuh harap.

"Apa kamu... marah padaku?"

Anatasya menggeleng lemah. "Aku tidak tahu, Kak. Aku hanya... bingung. Selama ini, aku selalu menganggapmu sebagai kakakku. Perasaan ini... terasa asing bagiku."

"Aku tahu," sahut Damian lembut. "Aku tidak mengharapkanmu langsung membalas perasaanku. Aku hanya ingin kamu tahu apa yang sebenarnya ada di hatiku. Aku sudah memendamnya terlalu lama."

Keheningan kembali menyelimuti mereka. Suara riuh rendah dari wahana bermain menjadi latar belakang percakapan yang terasa begitu intim dan personal. Anatasya menunduk, memainkan ujung bajunya dengan jari-jari.

"Kenapa... kenapa kamu tidak pernah mengatakannya sebelumnya?" tanya Anatasya akhirnya, dengan suara lirih.

Damian menghela napas panjang. "Aku takut. Aku takut akan merusak hubungan baik kita. Aku takut kamu akan menjauhiku jika kamu tahu perasaanku yang sebenarnya. Kamu adalah orang yang sangat berarti bagiku, Tasya. Kehilanganmu sebagai adik... itu adalah ketakutan terbesarku."

Anatasya mengangkat wajahnya, menatap mata Damian yang tampak begitu tulus dan penuh dengan keraguan. Ia bisa melihat kejujuran di sana, ketakutan yang sama yang juga ia rasakan saat ini.

"Tapi... Kak Julian juga bilang..." Anatasya menggantungkan kalimatnya, merasa ragu untuk melanjutkan.

"Julian tahu?" tanya Damian terkejut.

Anatasya mengangguk pelan. "Dia... dia yang membuatku mempertanyakan semuanya."

Damian tersenyum tipis, sebuah senyum yang mengandung sedikit kelegaan. "Sepertinya kakakmu itu memang selalu tahu apa yang terjadi di antara kita."

"Lalu... bagaimana denganmu, Tasya?" tanya Damian dengan nada yang lebih berhati-hati. "Apa yang kamu rasakan sekarang?"

Anatasya kembali terdiam. Ia mencoba merasakan gejolak di dalam hatinya. Kebingungan masih mendominasi, namun di antara kebingungan itu, ada setitik rasa penasaran, bahkan mungkin... ketertarikan yang baru pertama kali ia sadari. Perhatian Damian yang selama ini ia anggap biasa, kini terasa lebih istimewa. Sosok Damian yang selalu ada untuknya, yang selalu melindunginya, tiba-tiba terlihat dari sudut pandang yang berbeda.

"Aku... aku tidak tahu, Kak," jawab Anatasya jujur. "Aku butuh waktu untuk memikirkannya. Semua ini... terlalu tiba-tiba bagiku."

Damian mengangguk penuh pengertian. "Tentu. Aku akan menunggu selama yang kamu butuhkan. Aku tidak akan memaksamu. Yang penting bagiku adalah kamu tahu perasaanku yang sebenarnya." Ia meraih tangan Anatasya dengan lembut, menggenggamnya erat. "Dan aku harap... suatu hari nanti, kamu bisa melihatku lebih dari sekadar seorang kakak."

Anatasya menatap tangan Damian yang menggenggam tangannya. Kehangatan dan ketulusan terasa begitu nyata. Ia tidak menarik tangannya, membiarkan Damian menggenggamnya.

Tiba-tiba dering ponsel miliknya memecah keheningan yang mulai terasa nyaman. Sebuah pesan singkat dari ibunya muncul di layar, cahayanya sedikit mengganggu tatapan lembut Damian yang tertuju padanya. Perasaan hangat yang tadi melingkupinya sedikit terusik oleh panggilan dari dunia luar.

Dengan sedikit enggan, Anatasya menggerakkan tangannya yang masih dalam genggaman Damian untuk meraih ponselnya. Matanya membaca sekilas isi pesan dari sang ibu, dan alisnya sedikit bertaut. Ada nada mendesak dalam pesan itu, membuatnya merasa sedikit khawatir dan bersalah karena tidak segera membalas.

"Ibu," ucap Anatasya pelan, tanpa mengalihkan pandangannya dari Damian.

Damian mengangguk kecil, mengerti. Ia sedikit melonggarkan genggamannya, memberikan Anatasya ruang untuk merespons pesan ibunya. Namun, ia tidak melepaskan sepenuhnya, seolah masih ingin mempertahankan kontak fisik yang baru saja terjalin.

Anatasya membuka pesan itu kembali dan membacanya lebih saksama. Jantungnya berdebar sedikit lebih cepat. Isi pesan itu singkat, namun cukup untuk membuatnya merasa tidak tenang.

"Dia bilang... kita harus segera pulang," lanjut Anatasya dengan nada bingung. "Tidak ada penjelasan lebih lanjut."

Kini, tatapan Anatasya beralih sepenuhnya pada layar ponsel.

"Ya sudah kita pulang sekarang." ajak Damian.

...----------------...

Sementara itu, di kediaman Pratama yang megah namun terasa suram oleh awan krisis finansial, Adrian masih terlelap di bawah tebal selimut bersama Clara. Sisa-sisa malam penuh gairah tanpa ikatan pernikahan masih terasa di udara kamar. Keduanya tampak enggan beranjak dari ranjang, seolah mencari pelarian sementara dari kenyataan pahit yang mengintai.

Namun, di balik kehangatan tubuh Clara dan kenyamanan ranjang, pikiran Adrian berkecamuk. Stres mencengkeram benaknya seperti rantai dingin. Usahanya berada di ujung tanduk, jurang kebangkrutan menganga lebar di depannya.

Satu-satunya harapan yang tersisa adalah uluran tangan dari keluarga Santoso, sebuah tumpuan yang belum pasti.

Setiap sudut rumah mewah itu kini terasa seperti saksi bisu kemerosotan ekonominya. Harta benda yang dulu ia kumpulkan dengan susah payah satu per satu lenyap. Mobil mewah yang menjadi simbol kejayaannya kini telah berpindah tangan. Dan yang lebih menakutkan, surat peringatan dari bank tentang potensi penyitaan rumah megahnya tergeletak di meja kerjanya, menjadi momok yang menghantuinya siang dan malam.

Adrian mengerang pelan dalam tidurnya, tanpa benar-benar terbangun. Mimpi buruk tentang kehilangan dan kehancuran mungkin sedang merayap dalam alam bawah sadarnya. Clara, yang tidur di sampingnya, sedikit bergerak mendengar suara lirih Adrian. Ia membuka matanya perlahan, menatap wajah Adrian yang tampak tegang meskipun sedang terlelap.

Ia mengulurkan tangan, membelai lembut rambut Adrian. Ada rasa iba dan mungkin juga kekhawatiran dalam hatinya. Ia tahu betul betapa Adrian sedang tertekan. Namun, ia juga menyadari bahwa hubungannya dengan Adrian tidak memiliki kepastian, membuatnya merasa gamang untuk memberikan dukungan yang lebih dari sekadar kehangatan di ranjang.

Sinar matahari siang yang mulai menyusup melalui celah gorden sedikit menerangi kamar itu, kontras dengan kegelapan yang melingkupi pikiran Adrian. Ia menggeliat lagi, kali ini matanya terbuka. Ia menatap langit-langit kamar dengan pandangan kosong, sebelum akhirnya menoleh dan mendapati Clara sedang menatapnya dengan raut khawatir.

"Kau tidak apa-apa?" tanya Clara lembut.

Adrian menghela napas panjang, mencoba mengusir kabut pikiran yang menyesakkan. Ia tersenyum tipis, sebuah senyum yang tidak mencapai matanya. "Hanya sedikit mimpi buruk."

Namun, Clara tahu ada yang lebih dari sekadar mimpi buruk yang mengganggu Adrian. Ia bisa merasakan aura keputusasaan yang memancar dari pria di sampingnya.

"Kau tahu kalau Pak Gabriel dan istrinya akan segera pulang," ucap Clara memecah keheningan, suaranya lembut namun mengandung informasi yang cukup mengejutkan.

Adrian tersentak dari lamunannya dan menatap Clara dengan mata melebar. "Benarkah?" tanyanya, nada suaranya meninggi karena terkejut. Kepulangan orang tuanya adalah sesuatu yang ia harapkan sekaligus ia takuti saat ini.

"Iyah," jawab Clara, mengangguk pelan. "Keluarga sedang mengatur jamuan nanti malam untuk menyambut kepulangan mereka."

Mendengar itu, seberkas harapan sekaligus kalkulasi bisnis langsung terpancar di mata Adrian. Ia bangkit berdiri, mengabaikan rasa lelah yang masih mendera tubuhnya. Pikirannya langsung tertuju pada satu nama, satu peluang terakhir untuk menyelamatkan dirinya dari jurang kebangkrutan.

"Kalau begitu," ujar Adrian dengan nada yang tiba-tiba penuh semangat, "Putri keluarga Santoso pasti ada di sana?" Pertanyaan itu terlontar dengan nada mendesak, seolah nasibnya bergantung pada jawaban Clara. Ia menatap Clara dengan intens, menanti konfirmasi yang bisa menjadi titik balik dalam hidupnya.

Kehadiran Putri keluarga Santoso di jamuan makan malam itu bisa menjadi kesempatan emas untuk mendekati keluarga Santoso, menjalin hubungan, dan yang paling penting, mendapatkan suntikan dana yang sangat ia butuhkan untuk menyelamatkan bisnisnya yang hampir kolaps.

...----------------...

1
Heny
Duh clra gk malu y sok kenal sok akrab
Heny
Knp clara dan anastasya gk saling knl y
Heny
Baru kaya dkt sdh sombong
Ma Em
Clara tdk ada kapok2 nya sdh minta maaf malah skrg bertambah gila mau membuat Tasya menderita , siap2 saja Clara pasti hidupmu akan hancur dan untuk bu Jamilah dan Adrian sekarang kamu baru sadar dan baru tau bahwa Tasya adalah anak seorang pengusaha sukses Adrian menyesalkan karena sdh membuang berlian hanya untuk kerikil yg tajam pasti akan menusukmu Adrian
Ma Em
Thor kapan waktunya Adrian dan keluarganya tau bahwa Anatasya adalah putrinya Santoso, mau tau reaksi Adrian dan keluarganya begitu juga dgn Clara dan usaha si Adrian bangkrut agar si Andin dan ibunya yg sombong itu merasakan hdp nya susah lagi.
Ma Em
Kenapa sih Anatasya sama ibunya Adrian ditampar kok diam saja Ana itu bkn sabar tapi kamu terlalu bodoh jadi orang masa setiap di buly sama keluarga Adrian dan selalu dihina Ana diam saja tdk melawan heran saja ada orang dihina ditampar biasa saja , coba tunjukan Ana pada Adrian dan Clara bahwa kamu benar putri bungsu santoso kayanya punya empat kakak yg sangat menyayangi Anatasya tapi waktu Ana dihina dan tampar kok tdk ada yg belain , jadi ga seru karakter si Anatasya nya terlalu lemah
Ma Em
Thor maaf up nya yg banyak lagi seru2nya habis , ga sabar mau tau Adrian dan keluarganya hancur.
Ma Em
Fans apaan begitu fanatik hanya membahayakan orang saja .
Ma Em
Adrian pasti menyesal karena sdh menyakiti dan menyia nyiakan putri dari keluarga Santoso malah memuja muja si anak haram dari keluarga Santoso si Clara, si Adrian sdh salah pilih berlian yg sdh ada digenggaman malah Adrian lepaskan dan di tukar dgn tembaga
Serenarara: Ubur-ubur makan sayur lodeh
Minum sirup campur selasih
Coba baca novelku berjudul Poppen deh
Dah gitu aja, terimakasih. /Joyful/
total 1 replies
Ma Em
Thor tambah dong bab nya lagi seru banget ingin melihat reaksi tiga orang ini Adrian, Winda dan Clara setelah tau kalau Tasya adalah putri bungsu pak Santoso ditunggu thor upnya lagi.
Ma Em
Clara ngaku2 adik Rafael padahal teman2 Rafael sdh tau adik Rafael adalah Tasya bakalan malu tuh si Clara yg pede banget ngaku dari keluarga Santoso apalagi si Adrian dan si Winda kalau tau Tasya putri bungsu Santoso bakal pingsan dia.
Ma Em
Adrian dan keluarganya menghina Anatasya kok ga berhenti2 hina Tasya coba tunjukan sama kamu Tasya bahwa kamu putrinya tuan Santoso bungkam tuh mulut si Clara yg cuma anak selingkuhan saja kok bangga juga sama si Adrian sama keluarganya agar si Adrian menyesal karena sdh membuang berlian dan ngambil yg imitasi
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!