AKU BUKAN PELACUR
Tan Palupi Gulizar nama yang manis. Namun tak semanis perjalanan hidup yang harus ia lalui untuk mencari jawaban siapa jati dirinya yang sebenarnya.
Sosok yang selama ini melindungi dan membesarkannya, ternyata menyimpan sebuah cerita dan misteri tentang siapa dia sebenarnya.
Lika-liku asmara cinta seorang detektif, yang terjerat perjanjian.
Ikuti kisah kasih asmara beda usia, jangan lupa komentar dan kritik membangun, like, rate ⭐🖐️
Selamat membaca 🤗🤗
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Delima Rhujiwati, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 18
John kalang kabut mencari keberadaan Palupi. Pikirannya seketika kacau melihat jendela kamar terbuka lebar.
Dalam benaknya terbersit apakah Palupi melarikan diri? Sekelebat bayangan Riris muncul, dalam otaknya.
Jangan-jangan Riris membuntuti sampai ke villa ini dan menculiknya? John menjadi trauma dengan sebuah penculikan.
"Ahhh!" Teriak John sambil menepok dahinya dan menggelengkan kepalanya untuk kembali tersadar.
Dia lantas bergegas keluar mencari jejak di bawah jendela kamar yang ada di lantai dua, melalui pintu samping.
"Tidak mungkin Gulizar menjatuhkan diri dari jendela itu, jarak ini sangat membahayakan! Lalu di mana gadis itu sekarang berada?"
Tanya John dalam hati, pencarian di tengah malam begini membuatnya sangat frustrasi dan kesal.
Dengan langkah cepat ia segera masuk kembali ke dalam ruangan. Namun tiba-tiba, manik mata John mendapati sekelebat bayangan dari arah dapur. Dengan perlahan dia melangkahkan kakinya menuju dapur dengan sedikit mengendap-endap agar tidak terdengar olah siapapun.
John antusias mengejar bayangan itu, dengan meraih dan membawa stick golf yang tersimpan di dekat rak sepatu.
"Jangan bergerak!" Teriak John bersiap mengayunkan stick golf itu.
"Aahhkk.....!"
Praankk..... Suara gelas terjatuh dan teriakan membuat kebisingan di dapur itu. Bergegas Merry terbangun dan juga berlari mendekat ke arah timbulnya kegaduhan.
"Gulizar...! Apa yang kau lakukan di sini?" John melempar stick golf dan mendekat ke arah Palupi yang terduduk sambil menundukkan kepala di pojok bawah kabinet dapur, dengan raut muka ketakutan.
"Oh...maaf," ujar John sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal. "Apa yang sedang kaulakukan di sini? Bukankah seharusnya kau sedang tidur di kamarmu?" Pertanyaan beruntun mengarah ke Palupi.
John kemudian mendekat dan memeluk sambil membantu berdiri gadis yang sedang ketakutan itu.
Begitupun Merry mendekat dengan tangan gemetar memberikan air minum kepada Palupi.
"Nona Gulizar, katakan apa yang terjadi padamu? Untung saja tuan Norman tidak melakukan pemukulan padamu. Bisa saja dia mengira maling masuk ke dalam rumah kita."
Dengan masih ketakutan dan badan gemetar, Palupi menjawab,
"Merry... Aku mau minum air hangat, perutku tiba-tiba serasa kram dan sakit."
Palupi meraih gelas yang berisi air hangat dan meminumnya, kemudian mengembalikan kepada Merry.
Mendengar kata sakit, dengan sigap John segera mengendong Palupi, kemudian pelan-pelan membaringkannya di kursi sofa yang tidak jauh dari area dapur.
"Tuan lepaskan! Saya tidak apa-apa, saya bisa jalan sendiri, anda lebay sangat." Palupi memberontak namun apalah daya tenaga Palupi jelas tidak mampu melawan kekuatan John Norman.
Setelah terbaring, Palupi mendorong dada John sambil membuang muka.
"Aku mau Merry saja, bukan dengan tuan John! Dasar omes, masih saja mencari kesempatan, huh..."
Sambil memegangi perutnya yang masih terasa sakit.
Kembali John terkejut dengan sebutan 'omes' yang disangkanya hantu penghuni villa itu.
Merry mendekat. Sebagai perempuan sekaligus seorang ibu, Merry sangat memahami apa yang sebenarnya terjadi pada Palupi.
"Tuan! Sebaiknya tuan minggir saja dulu, biar saya membantu nona Gulizar."
"Lihat Merry" Sambil menunjuk Gulizar yang memucat wajahnya menahan sakit. "Dia kesakitan Merry, aku akan menelepon Ray dan membawa dia ke dokter sekarang." John segera beranjak hendak menelepon Ray.
"Tuan... Jangan panik, ini hanya masalah perempuan. Sakit ini selalu dihadapi kaum perempuan setiap bulan. Jadi anda tidak perlu khawatir."
Merry mengulum senyumannya melihat kegugupan John.
John melihat dan memperhatikan Merry yang sedang menyiapkan kantung air panas untuk kompres dan meletakkan di perut Palupi agar nyaman.
John kembali mendekati Palupi setelah Merry memberikan alat pengompres pada perutnya.
"Benarkah Gulizar? Apakah cukup dengan kantung itu hilang sakitmu?"
Dengan nada suara panik.
John yang tidak punya saudara perempuan tentu saja bingung dan terheran-heran melihat yang dilakukan Merry dan Palupi. Pelajaran biologinya juga jeblug.
Baginya, yang namanya orang sakit itu ya harus diperiksa dokter dan minum obat. Tetapi yang dilihatnya, bagaimana mungkin sakit perut cukup diobati dengan sekantung air panas?
"Gulizar... Jangan membuatku cemas! Katakan, mana yang sakit, hhmm...?" Dengan kelembutan John mengelus perut bagian samping Palupi.
Perasaan yang belum pernah Palupi rasakan sebelumnya, dan diperlakukan dengan lembut yang dirasakan berlebihan, membuatnya speechless sambil menatap ke arah John.
Begitu pula halnya dengan Merry yang mengusap lembut di ujung kepala Palupi. Hilang sudah rasa pembatas antara majikan dan pelayan. Merry pun mulai jatuh hati dan menyayangi Palupi seperti anak sendiri.
"Merry, tolong bantu aku. Di mana aku bisa mendapatkan pembalut? Kalau harus membelinya, satu rupiah pun aku tak punya uang." Bisik Palupi pelan ke telinga Merry agar tidak terdengar oleh John.
"Kan non Liana sudah menyiapkan semua kebutuhan nona Gulizar. Mari bangun, saya tunjukkan tempat penyimpanannya.
Perlahan Gulizar bangun dan mengikuti Merry berjalan menuju lemari kecil tempat penyimpanan perlengkapan kewanitaan di dekat kamar tidur Merry.
John yang mendengar percakapan mereka, masih bingung karena tidak tahu banyak tentang problem wanita. Sementara itu yang dilihatnya sangat rumit. John hanya mampu tersenyum sambil menaikkan sebelah alisnya saja.
Setelah keluar dari kamar mandi, Merry bertanya, "Sekarang bagaimana? Apa sudah baikan nona? Bila sudah nyaman, kembalilah ke tempat tidurmu karena masih terlalu malam dan gelap."
Merry membereskan sisa kegaduhan, lalu kembali ke peraduannya dan kembali merajut mimpi yang terpotong sesaat tadi.
John menatap Palupi dengan merasa iba, lalu mendekat. "Diamlah nona, kau masih sakit. Aku akan menggendongmu ke kamar atas, dan aku janji tidak akan membawa hantu omes ikut serta."
Dua jari John mengacung ke atas kepalanya, menandakan perjanjian sementara di antara mereka.
Palupi mengangguk pasrah, sebab sakit perut yang ia alami kali ini masih sangat luar biasa rasanya.
Perlahan John menggendong Palupi ala-ala bridal tanpa gaun pengantin.
Palupi meringkuk dalam pelukan John. Telinganya dengan jelas mendengar degup kencang jantung John yang tidak normal pada umumnya manusia.
That's mean.... Melebihi kecepatan detak jantung yang normal untuk orang dewasa memang antara 60-100 kali/menit.
Pelan-pelan John merebahkan tubuh Palupi di tempat tidur, dan duduk di sebelahnya.
"Tidurlah, aku akan menjagamu bila menginginkan sesuatu bilang saja. Jangan ke dapur sendiri! Aku khawatir nanti akan terasa sakit kembali."
Dalam diam Palupi memandangi wajah John yang tampan. Masih tersisa gurat kekhawatiran di wajah yang terkadang menggilitik hatinya.
Sikap lembut John yang dirasakan Palupi, membuat hatinya serasa di jungkir-balikkan. Perhatian yang diberikan John walau hanya sesaat, mampu menggetarkan hati sang gadis yang masih polos itu.
Dua jam kemudian, Palupi terbangun. Gerakan tubuhnya mengagetkan John yang tertidur dalam posisi duduk bersandar headboard tempat tidur.
Dengan sigap John bangun. "Ada apa? Perlu sesuatu? Ini masih gelap. Tidurlah kembali."
"Tapi Tuan, saya mau ke kamar mandi," Palupi berkata sambil beranjak bangun dan perlahan masuk ke kamar mandi.
John mengikutinya berjalan pelan dari belakang Palupi, "Tuan. Apa yang akan anda lakukan?"
...****************...
Apa sih 🤧, modus hantu omes mengikuti hingga mau masuk kamar mandi tuh 🤣
TBC 😘😉
klo palupi dia terlalu baik