Istri 30 Trillion Mr. Mafia

"Kau yang menggoda ku bukan? Sekarang biar aku menikmati suguhan mu."

Semalam Dave murka hingga memakannya dengan rakus. Dave membuatnya lunglai dengan titihan air mata.

Duduk termenung pada ayunan gantung balkon asrinya, Kiara menatap geming kupu-kupu kuning yang sibuk beterbangan lalu hinggap di bunga-bunga miliknya.

Seandainya saja ia punya sayap, mungkin Kiara akan lari dari rumah besar suaminya.

Penjagaan rumah ini terlalu ketat, sepertinya mustahil bagi Kiara bisa keluar dari sangkar emasnya.

Keceriaan Kiara tiada nampak lagi setelah mengetahui kebenaran tentang Giselle.

Dave kaya raya bukan? Dave berhak memiliki banyak wanita, tapi Kiara tak ingin menjadi salah satunya. Lalu bagaimana caranya terlepas dari Dave?

"Sayang." Suara berat Dave memanggilnya. Tapi sedikitpun Kiara tak mau beringsut.

Dave ingin bereaksi lebih marah lagi dari malam tadi, tapi entah kenapa Dave justru tak bisa murka pada wanita biasa ini.

Mungkinkah hatinya telah terpaut pada istri kecilnya?

Mengingat sepatu yang ia belikan melukai kaki Kiara, Dave membawa krim luka kemudian berjongkok tepat di depan lutut Kiara.

"Biar aku obati kakimu." Dave tarik satu kaki mulus Kiara, mengoles krim pada bagian lecet itu.

"Aku minta maaf, karena kebodohan ku, kamu mengalami ini semua." Sedari tadi pagi Dave hanya mengatakan itu.

Dave menyukai Kiara, tapi akan lebih baik jika Kiara melakukan apa yang dia inginkan. Sampai kapan pun Kiara miliknya.

"Kapan kau membunuh ku?" Kiara menatap frustrasi suaminya.

"Kiar!" Nanar, Dave berkerut kening.

"Aku mau mati menyusul Derry."

Dave reflek mencekal kedua pipi istrinya geram. "Jangan memancing emosi ku lagi! Kau tahu aku bisa saja menghukum mu lagi!" Sentak nya mendelik.

"Kau hanya bisa emosi! Aku menyesal pernah berharap kau membawa ku pulang dari kelab malam! Seharusnya aku bersama teman mu itu, setidaknya menjadi wanita malam lebih baik daripada dijadikan boneka mu!"

"Kiara!"

"Giselle! Bukan Kiara! Sampai kapan pun kau hanya menganggap ku Giselle!" Sergah Kiara.

"Aku hanya pernah di sentuh oleh mu, tapi kau bahkan pernah menghamili kekasih mu!" Tambah Kiara.

Cup.... Dave bungkam ocehan Kiara dengan bibirnya.

Bukan tamparan, bukan bentakan, bukan cakaran, Kiara justru tersiksa saat Dave menyentuhnya dengan kelembutan.

"Ahh!" Kiara berusaha menolak, tapi Dave lebih pandai menguasai dirinya. Seluruh lekukannya Dave jamak.

Secara paksa, Dave pindahkan tubuh Kiara dari ayunan ke sofa. Pukulan bertubi-tubi mengenai pundak Dave, tak pula membuat laki-laki itu menyerah.

"Hentikan Dave! Kamu mendzolimi aku!" Kiara berteriak.

"Aku terpaksa melakukan ini, karena kau baru akan diam setelah aku buat lemas!" Piyama Kiara Dave robek.

"DAVE!" Seorang wanita menarik pundak Dave hingga terlerai dari Kiara. "Apa-apaan kau ini hah?" Bentaknya melotot.

"Mora." Gegas Kiara memeluk wanita itu, ia meminta perlindungan pada satu-satunya orang yang berani membentak Dave di rumah ini.

Brakkk.... Dave menendang meja di hadapannya hingga hancur berantakan.

"Aargh!" Teriaknya.

Dave sendiri pun frustrasi, kenapa ia harus membuat Kiara seperti orang lain? Dari awal pertemuan hingga saat ini Dave nyaman dan tertarik padanya, lalu kenapa harus ada celah yang merenggangkan hubungan mereka.

"Kau sudah gila Dave!" Mora memandang remeh laki-laki itu. "Kau punya adik perempuan, lalu kau berbuat seperti ini pada wanita? Cih!" Decihnya mencibir.

Kiara menangis, sesenggukan, ia ingin pergi dari tempat ini. Dave sudah seperti monster yang jika marah justru ingin memakannya.

"Bos!" Marvin baru saja tiba dengan gurat lain, seperti membawa berita kecemasan.

Dave menoleh pada Marvin, reflek ia meraih selimut bulu halus dari ayunan istrinya lalu melemparkannya pada Mora demi menutupi tubuh molek Kiara.

"Duduklah." Kata Mora pada Kiara. Secara bersamaan mereka duduk di sofa yang sama, saat ini Mora satu-satunya teman yang bisa diandalkan di rumah ini.

"Ada apa?" Dave mencecar penembak jitunya.

"Ada yang ingin bertemu dengan mu." Kata Marvin ragu-ragu. "Di luar, sebaiknya kau keluar saja." Lanjutnya lagi.

"Kamu jaga istriku." Dave melangkah keluar setelah memastikan istrinya dalam keadaan baik di tangan Mora.

Berlari kecil, Dave menuruni anak tangga. Suara gaduh mulai terdengar di telinganya.

"SURUH DAVE MENEMUI KU!" Teriakan seorang wanita yang terdengar dengan bahasa asing menggema.

"Giselle!" Dave menyeletuk. Matanya mengarah pada wanita murka yang selama ini membuatnya sulit beralih.

"Mana istri mu!" Giselle menerjang tubuh Dave untuk bisa naik ke lantai atas.

"Giselle! Cukup!" Dave meneriaki mantan kekasihnya. Sosok cantik itu lah yang membuat Dave melakukan hal gila terhadap pasangannya.

"Dave!" Giselle menatap tajam mantan kekasihnya, kemudian secara seksama ia beralih pada foto-foto pernikahan Dave dan Kiara yang terpajang di setiap sisi dinding.

Tak dipungkiri, Kiara segar, masih muda, cantik, putih mulus, mempesona.

"Kau menikahi wanita binal ini?" Menatap tajam kearah Dave, Giselle menuding foto Kiara.

"Jaga bicaramu! Dia istriku!" Dave melotot.

Dari lantai atas, Marvin menggeleng ringan, inilah api yang Marvin maksudkan. Kiara dan Giselle berada di hidupnya, dan Dave kerepotan menghadapi keduanya.

"Kau mengkhianati ku Dave! Kau mengingkari janji mu padaku! Dulu kau bilang hanya akan menunggu ku!" Menangis Giselle menyerang, memukuli berkali-kali dada bidang mantan kekasihnya.

"Bajingan kamu Dave! Apa seperti ini balasan mu padaku? Kau pernah menghamili ku, kau pernah membuat ku berharap banyak, lalu kau menikahi wanita lain!" Teriaknya histeris.

"Kau yang lebih dulu menikah dengan Kakak ku bukan?" Lirih Dave mengatakan itu. "Kau ipar ku Giselle." Ujarnya kemudian.

Giselle tajam menatap Dave. "Tapi aku sedang berjuang untuk bercerai!" Pekiknya.

"Tidak perlu repot-repot, aku sudah beralih darimu." Sanggah Dave.

Giselle tergelak. "Beralih dariku, tapi kau membuat wanita itu mirip dengan ku, begitu?" Tudingnya mencemooh.

"Apa pun prosesnya, aku sudah resmi menikahinya. Dia istriku, dan kau tidak lebih dari Kakak ipar ku." Dave mengingatkan kembali posisi mereka yang sudah tidak lagi pantas meributkan hal ini.

Giselle terkekeh samar. "Kau lupa kau sudah mengukir nama ku di sini?" Ia tepuk keras dada sebelah kiri Dave. "Di sini ada nama ku, dan aku yakin, setiap kali kau menggaulinya, hanya aku yang kau fantasi kan!"

"Mulanya seperti itu." Sela Dave. "Tapi aku akui, aku nyaman bersamanya." Dave berujar santai, seperti tak ada satupun beban.

Giselle menggeleng tak percaya. Satu inci lagi ia mendekati Dave yang terdiam menatap dirinya. Ia raih tangan besar Dave lalu membawanya pada gundukan padat yang dahulu sering Dave puji.

"Satu malam saja bersama ku, setelah itu kau boleh putuskan, akan terus berlanjut dengan istrimu, atau tidak." Bujuk Giselle.

"Pastikan hatimu tidak lagi menginginkan aku Dave. Karena akulah cinta sejati mu, aku cinta pertama mu." Lirihnya merayu.