Tania seorang gadis yatim piatu yang tinggal bersama paman dan bibinya yang kebetulan tidak memiliki keturunan. Di usianya yang ke 20 tahun ini Tania harus berjuang sendiri melanjutkan hidupnya karena paman dan bibinya pun sudah meninggal dunia.
Memiliki seorang sahabat yang baik, tentu merupakan anugerah bagi Tania. Shasa adalah sahabat yang selalu ada untuknya. Mereka bersahabat mulai dari SMA. Siapa yang menyangka persahabatan mereka akan berubah menjadi keluarga.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Bunda RH, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Jujur
Saif sudah menyelesaikan tugasnya. Awalnya begitu alot karena orang bersangkutan masih bersikukuh untuk tidak mengakui kesalahannya. Namun hukum kuasa Saif langsung mengultimatum tersangka sehingga tersangka pun merasa takut dan mau mengakui kesalahannya. Saif hanya ingin tersangka mengakui kesalahannya dan meminta maaf kepada Tania. Ia tidak akan menuntut apa pun karena ia tahu tersangka adalah orang yang terbilang tidak mampu. Dengan perjanjian hitam di atas putih, tersangka pun menandatanganinya. Besok ia akan datang ke rumah sakit untuk menemui Tania. Saif dan kuasa hukumnya pun pulang.
Setelah mengantar kuasa hukumnya, Saif langsung pulang ke rumah.
Kembali ke rumah sakit.
Shasa masih penasaran dengan apa yang dimaksud Tania.
"Oh ayolah Tania, pasti kamu dilamar orang iya kan? Tapi selama ini kamu tidak pernah cerita satu orang laki-laki pun kepadaku. Sebenarnya siapa orang itu? Jangan membuatku mati penasaran!"
"Sha, kan tadi aku hanya bilang seumpama. Kamu kok malah nuduh aku." Ujar Tania dengan gugup.
Shasa justru semakin tak gentar. Akhirnya ia pura-pura ngambek.
"Kamu sudah ndak jujur lagi. Aku males ngomong sama kamu."
"Ya udah, ndak usah ngomong. Tidur gih!"
"Aku lagi ngambek lho! Dirayu kek."
Tania terkekeh melihat tingkah Shasa.
Saif baru saja sampai di rumah. Ayah dan bunda masih menunggunya di ruang tengah. Mereka tahu kalau Saif sedang mengurus kasus Tania.
"Bagaimana, bang?"
"Alhamdulillah, sudah beres. Tadinya orangnya bersikeras tidak mengaku, bun. Tapi setelah kami perlihatkan bukti-bukti dan sedikit mengancamnya, akhirnya orangnya mau mengakui dan meminta maaf. Besok dia akan menemui Tania."
Saif pun pamit untuk ke kamar karena ia sudah merasa lelah.
Sekitar jam 12 malam, Saif terbangun. Ia kembali bermimpi tentang seorang wanita yang memanggilnya. Dan kali ini ia melihat jelas wajah wanita itu.
"Tania... itu benar Tania. Apa ini petunjuk dari Mu, ya Allah." Lirihnya.
Ia mencoba untuk memejamkan mata kembali, namun sangat sulit baginya.
Krucuk krucuk
Cacing di perut Saif berdendang. Ia merasa lapar. Akhirnya Saif memutuskan untuk pergi ke dapur mencari makanan.
Ternyata masih ada sisa nasi dan lauk pauk sisa mskan malam tadi. Saif memang tidak sempat makan malam di rumah karena sudah terlalu lelah.
Saif mengambil dua centong nasi dan lauk seadanya. Karena sendirian, kali ini ia duduk di kursi makan. Di tengah-tengah saat dirinya makan, ia justru teringat kepada Tania.
"Ehem... "
Suara bunda mengagetkan lamunan Saif.
"Bang, kamu makan kok bengong?"
"Eh bunda. Dari tadi, bun?"
"Ya Allah sampai ndak ngeh kalau bunda di sini."
"Em maaf, bunda."
Saif pun melanjutkan makan.
Bunda mengambil segelas air putih laku meminumnya.
"Sebenarnya apa yang sedang kamu pikirkan, bang? Kamu tidak sedang ingat masa lalumu, kan?"
"Ndak kok, bun. Mana mungkin."
"Tapi bunda lihat abang seperti tertekan."
"Duh, ngomong ndak ya ke bunda." Batinnya.
"Habiskan dulu makanannya, bang. Kalau mau cerita bunda siap mendengarkan. "
Saif mengangguk.
2 menit kemudian, Saif selesai makan. Setelah itu, ia membawa piring kotor ke dapur lalu mencuci tangannya. Dalam hatinya masih ragu-ragu. Namun sepertinya tidak ada, salahnya ia meminta pendapat sangat bunda.
Saif kembali menemui bunda yang saat ini duduk di kursi makan menunggunya.
"Bunda."
"Iya? "
"Em... abang mau minta pendapatnya bunda."
"Iya, bang."
"Misal abang menikah lagi."
"Abang mau nikah lagi? Berarti sudah ada calon? Siapa, bang? Apa bunda kenal dengan orangnya? MasyaAllah mimpi apa bunda semalam. " Bunda langsung memberikan pertanyaan yang bertubi-tubi.
Saif hanya bisa menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Ia tidak bingung harus menjawab apa terlebih dahulu.
"Bang, kok ndak dijawab sih?"
"Bunda pertanyaan nya banyak banget. Kan abang belum selesai ceritanya."
"Oh iya, hehe... Maaf bunda terlalu bersemangat, bang."
Karena bunda tak kunjung kembali ke kamar, ayah pun menyusulnya.
"Pantesan ndak balik-balik. Ternyata lagi disabotase."
"Ayah, bahasanya."
Ayah pun ikut duduk bergabung dengan mereka.
Mumpung ada ayah, sekalian saja Saif meminta izin. Dalam hatinya berdo'a semoga kedua orang tuanya merestuinya.
"Ayah, bunda. Abang ingin menikahi seseorang. Sebenarnya tujuan utamanya karena abang ingin lebih leluasa membantu dan mendampinginya. Tapi InsyaAllah abang akan menerimanya dengan sepenuh hati."
Ayah dan bunda saling berpandangan. Mereka masih menunggu lanjutannya.
"Ayah dan bunda kenal kok sama orangnya. Abang rasa, dia berhak untuk bahagia. Dan abang akan berusaha untuk membahagiakan nya."
"Bang, jangan bilang wanita yang abang maksud adalah Tania?" Sahut bunda.
Saif menganggukkan kepala.
Bunda menutup mulutnya dengan kedua tangannya. Bunda terkejut sekaligus terharu.
"Bang, abang tidak bercanda, kan? Ini masalah serius lho bang?"
"Apa bunda pernah lihat abang bercanda?"
"MasyaAllah, ayah. Ayah dengar, kan?"
"Iya, bun."
Saif melihat kebahagiaan pada kedua orang tuanya. Entah karena Saif ingin menikah lagi, entah karena calonnya adalah Tania, entah kedua-duanya.
"Apa Tania tahu soal ini?"
"Abang sudah bilang sama dia. Tapi dia belum jawab."
"Mungkin dia kaget bang. Dan mungkin juga masih mau mikir."
"Iya, bun."
"Apa perlu bunda turun tangan?"
"Eh ndak usah. Jangan bun! Biarkan dia mengikuti kata hatinya. Yang penting ayah dan bunda merestui. Bantu do'akan saja.
Akhirnya mereka kembali ke kamar. Saif merasa lega karena sudah menyampaikan kepada orang tuanya.
Keesokan harinya.
Shasa masih ingat kalau semalam ia masih pura-pura ngambek. Pagi ini pun ia masih melanjutkan aksinya.
Bangun tidur, Shasa langsung masuk ke kamar mandi lalu shalat Shubuh. Sedangkan Tania dari tadi memperhatikannya.
"Apa Shasa beneran marah? Ndak pernah dia nyuekin aku kayak gini." Batinnya.
Shasa baru saja selesai berdo'a. Ia melipat kembali mukenahnya. Setelah itu, ia mengambil buah apel lalu mengupasnya. Tania kira Shasa mengucapkan apel untuknya. Namun ternyata apel itu dimakan sendiri oleh Shasa. Tania hanya bisa menekankan salivanya sendiri.
"Sha... "
"Hem.... "
"Kamu masih marah?
Shasa mengedikkan bahunya.
Tania merasa tidak enak hati. Apa lagi Shasa sudah setia menunggunya. Rasanya ia tidak bisa menyembunyikannya lahi dari Shasa.
"Sha, sini deh! Aku mau bisikin sesuatu."
"Apa?"
"Sini dulu!"
Shasa pun berjalan mendekati Tania. Lalu ia duduk di kursi samping brangkar.
"Mendekatlah!"
Shasa memajukan tubuhnya.
"Sha, aku dilamar abangmu." Bisik Tania.
Mata Shasa langsung mendelik. Ia tersedak apel yang dimakannya.
"Uhuk uhuk uhuk... " Shasa segera mengambil air minum.
"Tania, aku tidak salah dengar, kan?"
Tania menggelengkan kepala.
"Kamu yakin, Tania? Kamu ndak sedang ngigau, kan?"
"Ndak lah. Kemarin abang yang bilang. Tapi aku belum jawab."
"Demi apa coba abangku berani lamar kamu? Si kulkas pintu empat itu.... oh aku ngerti sekarang. Rupanya dia mulai tertarik denganmu. Kalau tidak, mana mungkin dia melakukan ini. Ini di luar nurul ku."
Pipi Tania mendadak merah merona mendengarnya.
Bersambung....
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Maaf jika othor belum bisa up double ya kak
Othor masih ada kendala. Terima kasih atas support nya. ❤❤❤
sukses dan sehat selalu untuk author🤲😍
duh ikutan seneng klu keluarga saif pd mendukung keinginan saif😄
Gasss Bang Saif ,2 restu sudah di dapat