Alisya, seorang gadis muda yang lulus dari SMA, memiliki impian untuk melanjutkan kuliah dan menjadi desainer. Namun, karena keterbatasan ekonomi keluarganya, ia harus bekerja sebagai asisten rumah tangga di rumah keluarga kaya. Di sana, ia bertemu dengan Xavier, anak majikannya yang tampan dan berkarisma. Xavier memiliki tunangan, namun ia jatuh cinta dengan Alisya karena kepribadian dan kebaikan hatinya.
Alisya berusaha menolak perasaan Xavier, namun Xavier tidak menyerah. Orang tua Xavier menyukai Alisya dan ingin agar Alisya menjadi menantu mereka. Namun, perbedaan status sosial dan reaksi orang tua Alisya menjadi tantangan bagi keduanya.
lalu bagaimana dengan tunangannya Xavier ?
apakah Alisya menerima Xavier setelah mengetahui ia mempunyai tunangan?
bagaimanakah kisah cinta mereka saksikan selanjutnya hanya disini.
setiap masukan serta kritik menjadi motivasi bagi author kedepannya.
Author ucapkan Terimakasih bagi yang suka sama ceritanya silahkan berikan like dan komen.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon kania zaqila, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
27. Cinta yang mengalahkan segalanya
Xavier memandang Alisya dengan mata yang penuh kesedihan, tidak tahu bagaimana cara memperbaiki situasi yang sudah hancur ini. Hujan di luar masih terus turun, menciptakan suasana yang semakin menyedihkan di dalam apartemen kecil itu.
"Alisya, aku tahu ini sulit," kata Xavier dengan suara yang lembut, mencoba mencari kata-kata yang tepat. "Tapi yang aku tahu adalah cinta kita... itu nyata. Bukan pilihan, bukan keputusan, tapi sesuatu yang terjadi begitu saja."
Alisya memandang Xavier dengan mata yang merah karena menangis, suaranya bergetar. "Tapi bagaimana, Xavier? Kita saudara kandung. Apa yang orang akan katakan?"
Xavier menggenggam tangan Alisya, tidak peduli dengan aturan atau apa yang orang lain pikir. "Aku tidak peduli dengan apa yang orang katakan, Alisya. Aku peduli dengan kamu, dengan kita. Kita bisa menghadapi ini bersama, cari jalan keluar."
Alisya menarik napas dalam-dalam, mencoba menahan air matanya. "Aku... aku tidak tahu. Aku merasa seperti semuanya runtuh."
Lisa, yang duduk di sebelah mereka, berbicara dengan suara yang lembut. "Alisya, Xavier, mungkin ini saatnya untuk berhenti dan berpikir. Cinta kalian mungkin tidak salah, tapi kalian perlu waktu untuk memproses ini. Untuk memahami apa yang benar-benar kalian inginkan."
Xavier memandang Lisa, kemudian kembali ke Alisya. "Aku tidak perlu waktu, Alisya. Aku tahu apa yang aku inginkan. Kamu."
Alisya memandang Xavier, dan untuk sejenak, mereka hanya diam, merasakan detak jantung masing-masing. Kemudian, Alisya berbicara dengan suara yang hampir tidak terdengar. "Aku juga, Xavier. Tapi aku takut."
Tiba-tiba, pintu apartemen terbuka dengan keras. Inspektur Lee masuk dengan wajah yang serius, diikuti oleh ayah Xavier yang terlihat tegang.
"Xavier, Alisya, kita harus pergi sekarang," kata Inspektur Lee dengan nada yang tegas. "Rachel melarikan diri dari tahanan. Kami mendapat laporan dia menuju ke sini."
Alisya langsung berdiri, matanya melebar dengan ketakutan. "Rachel? Apa dia ingin menyakiti kita?"
Ayah Xavier mendekati Alisya, suaranya penuh dengan perlindungan. "Dia tidak akan menyakiti kalian. Kami akan melindungi kalian. Xavier, kita harus pergi sekarang."
Xavier langsung berdiri, memegang tangan Alisya dengan erat. "Aku tidak akan meninggalkanmu, Alisya. Kita pergi bersama."
Mereka bergegas keluar dari apartemen, menuju ke mobil yang sudah menunggu di bawah. Hujan deras membuat jalan licin, tapi Xavier tidak melepaskan tangan Alisya, menariknya masuk ke dalam mobil.
Saat mereka melaju, Alisya memandang Xavier dengan mata yang penuh kekhawatiran. "Xavier, apa yang akan terjadi?"
Xavier memelainya dengan lembut. "Aku tidak tahu, Alisya. Tapi kita akan menghadapi ini bersama. Selalu."
Inspektur Lee, yang duduk di depan, berbicara dengan suara yang serius. "Kami sudah mengutus tim ke lokasi Rachel. Tapi kita harus ke tempat yang aman dulu. Ada rencana untuk membawa kalian berdua ke luar kota sampai situasi lebih stabil."
Ayah Xavier memandang Alisya dan Xavier dengan mata yang penuh kesedihan. "Anak-anak, aku sorry. Aku tidak ingin ini terjadi."
Alisya memandang ayah Xavier, kemudian ke Xavier. "Ayah, apa yang akan kita lakukan tentang... tentang kita?"
Ayah Xavier mengambil napas dalam-dalam. "Kita akan cari jalan, Alisya. Yang penting sekarang adalah kalian aman. Cinta kalian... itu tidak salah. Kita akan menghadapi semua ini, bersama."
Mereka tiba di sebuah villa terpencil di luar kota, dikelilingi oleh hutan yang lebat. Inspektur Lee memastikan keamanan sekeliling, sementara Xavier dan Alisya duduk di ruang tamu yang sunyi.
"Alisya," kata Xavier dengan suara yang lembut, memegang tangan Alisya. "Aku tahu ini tidak mudah. Tapi aku janji, aku akan selalu ada untuk kamu. Tidak peduli apa."
Alisya memandang Xavier, air matanya mengalir lagi. "Aku juga, Xavier. Aku cinta kamu."
Mereka berdua saling memeluk, merasakan cinta yang kuat di tengah badai. Di luar, hujan masih turun, tapi di dalam, ada kehangatan yang tak tergantikan.
Tiba-tiba, suara tembakan terdengar dari luar villa. Inspektur Lee langsung masuk ke ruang tamu, wajahnya tegang. "Kami diserang! Xavier, Alisya, kita harus pergi sekarang!"
Xavier langsung melindungi Alisya, memandang ayahnya. "Ayah, kita harus—"
Ayah Xavier memotong dengan suara yang tegas. "Bawa Alisya ke ruang aman! Sekarang!"
Xavier menarik Alisya, berlari menuju ruang aman di basement villa. Mereka mendengar suara tembakan dan teriakan di luar, jantung mereka berdetak kencang.
Saat mereka tiba di ruang aman, Xavier meng kunci pintu, memandang Alisya dengan mata yang penuh tekad. "Kita akan baik-baik, Alisya. Aku tidak akan membiarkan apa pun terjadi pada kamu."
Alisya memeluk Xavier erat, suaranya bergetar. "Aku cinta kamu, Xavier."
Xavier membalas pelukan itu, suaranya lembut. "Aku juga cinta kamu, Alisya. Selama-lamanya."
Di luar, pertempuran terus berlanjut. Inspektur Lee dan timnya melawan penyerang, berusaha melindungi villa. Ayah Xavier, dengan wajah yang tegang, menghadapi seseorang yang berdiri di kegelapan.
"Rachel," katanya dengan suara yang dingin.
Rachel tersenyum dengan sinis, memegang pistol. "Ayah, kamu tidak bisa melindungi mereka. Aku akan mengambil apa yang menjadi milikku."
Di dalam ruang aman yang sempit, Xavier dan Alisya saling berpelukan, napas mereka cepat dan tidak teratur. Suara tembakan dan teriakan di luar villa membuat jantung Alisya berdetak kencang, sementara Xavier mencoba menenangkannya dengan pelukan yang erat.
"Alisya, aku ada di sini," bisik Xavier, suaranya lembut tapi penuh keyakinan. "Kita akan keluar dari sini, bersama."
Alisya mengangguk, wajahnya tertekan di dada Xavier, tapi rasa takut tidak bisa disembunyikan. Dia memikirkan bayi di dalam kandungannya, tentang masa depan yang mereka impikan. "Xavier, aku takut," katanya dengan suara yang bergetar.
Xavier mengangkat wajah Alisya, memandang mata yang penuh air mata dengan cinta yang mendalam. "Aku tidak akan membiarkan apa pun terjadi pada kamu, Alisya. Aku janji."
Tiba-tiba, ledakan keras mengguncang villa, membuat lampu di ruang aman berkedip-kedip. Alisya berteriak, menggenggam Xavier dengan kuat. "Xavier!"
Xavier langsung melindungi Alisya dengan tubuhnya, matanya memindai ruang aman untuk mencari jalan keluar. "Tetap di sini, aku akan cari jalan lain," katanya dengan nada yang tegas.
Saat Xavier mencoba mencari jalan, pintu ruang aman tiba-tiba terbuka dengan paksa. Rachel berdiri di ambang pintu, pistolnya terarah ke Xavier dan Alisya. Senyum sinisnya membentang, tapi mata Rachel terlihat kacau, seperti orang yang sudah kehilangan akal.
"Akhirnya, aku bisa mengakhiri ini," kata Rachel dengan suara yang bergetar, matanya penuh dengan kebencian.
Xavier langsung berdiri, melindungi Alisya di belakangnya. "Rachel, hentikan! Apa pun yang salah, kita bisa bicara."
Rachel tertawa, suara yang keras dan histeris. "Bicara? Kamu tidak mau bicara, Xavier. Kamu hanya mau dia. Alisya, yang tidak pernah pantas untukmu."
Alisya, yang bersembunyi di belakang Xavier, merasakan gelombang marah dan sedih. "Rachel, hentikan ini! Kamu tidak bisa terus menyakiti orang lain karena sakit hati kamu sendiri."
Rachel memandang Alisya dengan mata yang merah, seperti luka lama yang diungkit lagi. "Kamu tidak tahu apa yang aku rasakan! Kamu tidak tahu bagaimana rasanya kehilangan segalanya karena kamu!"
Xavier mencoba mendekati Rachel dengan hati-hati. "Rachel, aku sorry. Tapi ini tidak akan menyelesaikan apa pun. Letakkan pistol itu."
Rachel mengangkat pistolnya lebih tinggi, jari-jarinya bergetar di atas pemicu. Alisya merasa napasnya terhenti, matanya terfokus pada pistol itu. Xavier, tanpa ragu, melompat ke depan, melindungi Alisya dengan tubuhnya.
"Xavier, jangan!" teriak Alisya, rasa takutnya meledak.
Tapi sebelum apa pun terjadi, suara tembakan terdengar dari belakang Rachel. Rachel terkejut, pistolnya terjatuh, dan dia jatuh ke lantai. Inspektur Lee berdiri di belakangnya, senapannya masih terarah ke Rachel.
"Xavier, Alisya, kalian aman," kata Inspektur Lee dengan napas yang berat, sambil memanggil bantuan medis.
Xavier langsung memeriksa Alisya, memastikan dia baik-baik. Alisya menangis, memeluk Xavier erat, rasa lega yang campur dengan ketakutan masih menghantui.
"Aku ada, Alisya. Aku ada," bisik Xavier, membelai rambut Alisya.
Saat paramedis membawa Rachel pergi, Alisya memandang Xavier dengan mata yang penuh air mata. "Xavier, aku... aku tidak bisa kehilangan kamu."
Xavier memegang wajah Alisya dengan lembut, tersenyum di tengah kesedihan. "Aku tidak akan pergi, Alisya. Kita akan melalui ini, bersama. Selama-lamanya."
Di luar villa, hujan masih turun, tapi di dalam hati mereka, ada secercah harapan. Mereka tahu perjuangan belum berakhir, tapi dengan cinta yang mereka miliki, mereka siap menghadapi apa pun.
boleh mampir juga baca novel baru akuuu yaa🤭😄