NovelToon NovelToon
System Apocalypse Zombie

System Apocalypse Zombie

Status: sedang berlangsung
Genre:Zombie / Hari Kiamat / Evolusi dan Mutasi / Horor / Epik Petualangan / Sistem
Popularitas:3.4k
Nilai: 5
Nama Author: Wahyu Yudi

Di hari ketika dunia runtuh oleh Virus X-Z, kota berubah menjadi neraka. Zombie berkeliaran, manusia bertahan mati-matian, dan pemerintahan hancur dalam hitungan jam.

Di tengah kekacauan itu, Raka, seorang pria yang seluruh hidupnya terasa biasa, tiba-tiba mendapatkan Zombie Hunter System—sebuah sistem misterius yang memungkinkannya melihat level setiap zombie, meningkatkan skill, dan meng-upgrade segala benda yang ia sentuh.

Saat menyelamatkan seorang wanita bernama Alya, keduanya terjebak dalam situasi hidup-mati yang memaksa mereka bekerja sama. Alya yang awalnya keras kepala perlahan melihat bahwa Raka bukan lagi “orang biasa”, tetapi harapan terakhir di dunia yang hancur.

Dengan sistemnya, Raka menemukan kendaraan butut yang bisa di-upgrade menjadi Bus Tempur Sistem:

Memperbesar ukuran hingga seperti bus lapis baja

Turret otomatis

Armor regeneratif

Mode penyimpanan seperti game

Dan fitur rahasia yang hanya aktif ketika Raka melindungi orang yang ia anggap “pasangan hidup”

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Wahyu Yudi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Rasa Takut yang Tak Pernah Padam

Hujan turun tipis seperti abu yang larut bersama angin, membasahi aspal hitam yang retak dan penuh noda darah. Langit kelabu, suram, seperti menegaskan bahwa dunia memang tidak lagi punya ruang untuk harapan. Bus tempur milik Raka—yang sekarang tampil seperti kendaraan militer futuristik dengan garis-garis biru menyala—berhenti perlahan di depan sebuah rest area besar yang tampak kosong, namun tidak terlihat aman sama sekali.

Raka turun pertama, memeriksa sekitar sambil membawa senjata hasil upgrade sistem yang menggantung di punggungnya. Alya menyusul di belakang. Wajahnya tegang, rambut hitamnya basah oleh hujan, matanya menatap sekeliling penuh waspada.

“Raka… ini tempatnya beneran aman?” suara Alya gemetar sedikit.

“Belum tahu. Kita cek pelan-pelan. Biasanya rest area besar punya stok makanan atau generator cadangan—kalau belum dijarah orang atau zombie yang lebih pintar dari biasanya.”

Kacanya pecah, lampunya mati. Ada jejak darah menyeret di lantai, tetapi memudar di tengah hujan. Bahkan aroma bangkai samar masih terasa.

“Level zombie di area ini gimana?” tanya Alya lagi.

Raka mengikuti nalurinya, lalu muncullah panel biru sistem di hadapannya.

> [Scanning…]

No Elite Zombie detected within 300 meters.

Zombie Level Range: 1–8.

Threat Level: Low.

“Untuk sekarang aman,” kata Raka. “Tapi jangan lengah.”

Alya mengangguk, meski wajahnya tampak tidak setuju dengan kata “aman”. Dalam dunia seperti ini, aman hanya mitos.

MASUK KE MINIMARKET

Saat mereka melangkah masuk, bel pintu yang rusak mengayun tanpa suara. Bau lembap, debu, dan sisa makanan busuk memenuhi udara. Rak-rak terbalik, beberapa makanan kaleng masih tersebar, sebagian terbuka seperti ada seseorang yang memakannya terburu-buru. Lampu-lampu mati, hanya sinar matahari samar dari luar yang menerangi ruangan.

Alya mengambil satu kaleng sup, memeriksa tanggal kadaluarsa, lalu menyimpannya ke dalam tas.

“Ini masih aman,” katanya pelan. “Kalau kita kumpulin segini banyak buat beberapa hari pun cukup.”

Raka menyisir area lain, mengambil baterai, korek, pisau kecil, dan apa pun yang bisa berguna. Setiap langkahnya berhati-hati, matanya terus memeriksa lantai dan sudut gelap.

Baru beberapa menit, tiba-tiba sistem berbunyi.

> [Warning!] Movement detected.

Level 6 Zombie approaching from storage room.

“Duduk!” Raka mendorong Alya ke belakang rak.

Alya langsung menahan napas.

Raka berdiri tegak, menodongkan senjata.

Pintu gudang berderit pelan. Dari baliknya muncul sosok yang membungkuk, tubuh kurusnya bergerak terhuyung. Kulitnya abu-abu, matanya kosong. Zombie level 6, tapi pergerakannya lebih cepat daripada biasanya.

“Jangan membuat suara,” bisik Raka.

Zombie itu mengendus-endus di udara, terpancing oleh aroma manusia.

Namun sebelum sempat melompat, Raka menembakkan satu tembakan presisi.

BRUKK!

Peluru menembus dahi zombie itu, membuat tubuhnya langsung roboh ke lantai.

Alya menutup mulutnya, syok. “Aku benci ruang gelap… kenapa selalu ada kejutan kayak gini…”

Raka menarik napas panjang. “Di dunia baru ini, rasa takut itu hal wajar.”

Alya berdiri perlahan. “Raka…”

“Hm?”

“Kalau aku tiba-tiba hilang akal dan berubah jadi zombie… kamu bakal bunuh aku juga?”

Raka menatapnya cukup lama. Kedua matanya serius, nada suaranya rendah.

“Tidak akan aku biarkan kamu berubah.”

Alya menggigit bibir. “Itu jawabannya—atau hanya penghibur?”

“Bukan penghibur.” Raka menarik napas. “Alya, aku bakal mati duluan sebelum ngebolehin kamu terinfeksi.”

Alya terdiam lama, dan entah kenapa dada Raka berdebar mendengar kata-katanya sendiri.

MENEMUKAN SESUATU YANG TIDAK TERDUGA

Setelah memastikan minimarket aman, mereka menuju ke bangunan lain di rest area. Ada kantor pengelola, area servis kendaraan, dan sebuah gudang besar di belakang. Dari luar, gudang itu tampak masih utuh meski catnya mengelupas.

“Tunggu di sini,” kata Raka.

Alya menggeleng cepat. “Tidak. Aku ikut.”

Mereka mendekati pintu gudang. Pintu itu sedikit terbuka, seperti ada seseorang masuk tergesa-gesa lalu lupa menutupnya. Raka mendorong pelan dan pintu itu berdecit panjang.

Gudang itu gelap, hanya ada celah cahaya dari atap yang rusak. Banyak kotak kargo, sparepart kendaraan, dan tumpukan ban. Tidak ada suara selain tetesan air dari kebocoran atap.

Sistem memberi notifikasi.

> [No immediate threat detected.]

[Multiple mechanical resources available.]

“Resource mekanik banyak,” gumam Raka. “Mungkin ini berguna buat upgrade bus.”

Mereka mulai menyisir isi gudang. Raka membuka beberapa kotak besar yang berisi komponen bus seperti alternator, kabel, panel metal, dan beberapa peralatan berat lain. Alya membantu menyalakan senter sambil memindahkan barang-barang ringan.

Alya membuka satu kotak kayu yang tampak lebih baru dari lainnya. “Raka, lihat ini.”

Raka mendekat.

Isi kotak itu adalah satu mesin generator mini yang masih terbungkus plastik, lengkap dengan manual.

“Generator?” Alya bersinar.

“Dan sepertinya baru. Ini bisa ngebantu sistem bus jauh lebih baik.”

Belum sempat mereka mengamati lebih jauh, tiba-tiba terdengar suara geraman panjang dari luar gudang.

Raka langsung menepuk lengan Alya. “Mundur.”

Mereka bersembunyi di balik kotak besar.

Suara langkah berat terdengar masuk ke gudang.

THUMP… THUMP… THUMP…

Alya menelan ludah.

Zombie? Atau sesuatu yang lebih besar?

Raka menyiapkan senjata, tapi sistem belum mengeluarkan peringatan apa pun.

Namun begitu makhluk itu memasuki cahaya, Raka langsung paham kenapa sistem tidak mendeteksi sebagai ancaman—karena itu bukan zombie.

Itu seorang pria.

Namun tubuhnya gemuk, napasnya tersengal, bajunya compang-camping. Tangannya membawa koper kecil. Ketika ia melihat sekeliling, wajahnya pucat, ketakutan, bukan agresif.

Raka keluar dari persembunyian. “Hey. Diam di situ. Kamu manusia kan?”

Pria itu tersentak, hampir menjatuhkan koper. “Ja-jangan tembak! Saya bukan zombie! Tolong!”

Alya muncul di samping Raka.

“Kamu sendirian?” tanya Alya.

“Ya… saya sudah tiga hari bersembunyi di sini… zombie-zombie itu makin pintar… saya takut…” Pria itu menangis tersedak. “Nama saya Bima… saya cuma teknisi bus…”

Raka dan Alya saling pandang.

Seorang teknisi bus?

Di saat seperti ini?

Seakan dunia sedang memberi hadiah tak terduga.

PERCAYA ATAU TIDAK?

Mereka membawa Bima ke bus untuk bicara lebih aman. Hujan semakin deras, membuat keadaan di luar semakin dingin dan mencekam. Begitu melihat bus sistem itu, Bima langsung terpana.

“Ini… bus apa? Desainnya tidak pernah saya lihat… bahkan bus militer pun tidak begini…”

Raka tidak langsung menjawab. Ia hanya menatap Bima tajam, memastikan orang ini jujur.

Alya menyodorkan air minum. “Minum dulu. Tenangkan diri.”

Bima meminumnya rakus, seolah sudah berhari-hari tidak minum.

“Terima kasih… saya benar-benar tersesat…”

“Bagaimana kamu bertahan selama tiga hari di rest area?” tanya Raka.

“Saya mengunci diri di gudang kecil dekat toilet belakang… ada snack, ada air… itu saja yang membuat saya tidak mati kelaparan…”

Raka mengangguk.

Alya lalu bertanya, “Kalau kamu teknisi bus… apa kamu bisa bantu kami memperbaiki bus ini?”

Bima tampak bimbang. “Saya… saya tidak tahu. Ini bus yang bahkan teknologinya tidak saya mengerti.”

Raka maju selangkah. “Kalau kamu tunjukkan apa yang kamu tahu… mungkin kamu bisa ikut kami. Kami tidak akan meninggalkanmu sendirian.”

Bima menelan ludah. “B-beneran? Kalian… kalian mau nolong saya?”

“Kalau kamu tidak bohong,” jawab Raka singkat.

Bima mengangguk cepat. “Saya akan bantu apa saja! Please jangan tinggalkan saya…”

RASA TAKUT YANG SELALU ADA

Di malam yang dingin itu, setelah mereka makan dan istirahat sebentar, Alya duduk di depan pintu bus sambil memeluk lutut. Raka menghampirinya.

“Kamu kepikiran sesuatu?”

Alya menatap hujan. “Raka… kalau kita terus bertemu orang baru… apa kita bisa percaya semuanya?”

“Tidak.” Raka duduk di sampingnya. “Tapi kalau kita menolak semua orang… kita akhirnya cuma akan bertahan sendirian.”

Alya menatap jauh ke jalan gelap. “Aku cuma takut. Takut semuanya hilang, takut kamu terluka, takut aku… kehilangan akal…”

Raka menoleh pada Alya, wajahnya serius. “Alya.”

“Hm?”

“Takut itu wajar. Tapi kamu Tidak sendirian.”

Alya menatap Raka lama. Wajahnya dekat, matanya sendu, bibirnya sedikit gemetar. Ada banyak hal yang ingin ia katakan, tapi ia memilih diam.

Karena Raka sudah mengerti.

Setidaknya, itu yang ia rasakan.

SUARA YANG MENGGANGGU KETENANGAN

Tiba-tiba sistem berbunyi keras.

> [Warning!] Multiple zombies detected approaching from highway.

Level Range: 5–12.

Elite Zombie present.

Raka langsung berdiri.

“Ini buruk.”

Alya bangkit panik. “Tingkat berapa?”

“Level 12 yang paling tinggi. Dan ada satu elite.”

“Elite zombie di area terbuka seperti ini… kenapa cepat banget munculnya?”

Raka menggenggam senjatanya erat. “Karena kita tidak sendirian di sini. Suara mesin bus, lampu, aktivitas… semua bisa menarik sesuatu yang lebih kuat.”

Alya menghela napas gemetar.

Sementara Bima muncul dari dalam bus. “A-apa yang terjadi?!”

Raka menatapnya. “Pegang apa pun yang bisa kamu jadikan senjata. Kita akan diserang.”

Bima pucat seketika. “Saya… saya tidak bisa bertarung…”

Alya menghampirinya. “Kalau kamu mau tetap hidup, kamu harus belajar sekarang.”

Di kejauhan, suara geraman dan langkah cepat mulai terdengar semakin jelas.

Hujan semakin deras.

Garis-garis cahaya biru bus tempur menyala.

Dan Raka berdiri paling depan, bersiap menghadapi gelombang zombie yang semakin mendekat.

Pertarungan baru akan dimulai.

Dan rasa takut itu—yang tidak pernah padam—kini berubah menjadi bahan bakar untuk bertahan hidup.

1
ラマSkuy
keren nih novel seperti ini jarang jarang ada yang bikin dengan tema apocalyptic

semangat thor
Cindi Margareta
thor cerita nya nanti sampai tamat ya Thor,suka kali aku kalok cerita nya tentang zombie dll . semangat author
Wahyu Yudi: Tenang Aku buat nya per Season jadi Jangan Khawatir bakal Sampai Tamat
total 1 replies
adib
survivornya kmana td
Wahyu Yudi: Hayo Kemana Tebak Dong😅
total 1 replies
Wahyu Yudi
Semoga Kalian Suka Sama Novel ku Ini
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!