NovelToon NovelToon
ISTRI DADAKAN MAS SANTRI

ISTRI DADAKAN MAS SANTRI

Status: sedang berlangsung
Genre:Dosen / Nikahmuda / Poligami / Romansa / Dijodohkan Orang Tua / Pernikahan rahasia
Popularitas:705
Nilai: 5
Nama Author: Miss Flou

Arshaka Beyazid Aksara, pemuda taat agama yang harus merelakan hatinya melepas Ning Nadheera Adzillatul Ilma, cinta pertamanya, calon istrinya, putri pimpinan pondok pesantren tempat ia menimba ilmu. Mengikhlaskan hati untuk menerima takdir yang digariskan olehNya. Berkali-kali merestock kesabaran yang luar biasa untuk mendidik Sandra, istri nakalnya tersebut yang kerap kali meminta cerai.
Prinsipnya yang berdiri tegak bahwa pernikahan adalah hal yang sakral, sekeras Sandra meminta cerai, sekeras dia mempertahankan pernikahannya.
Namun bagaimana jika Sandra sengaja menyeleweng dengan lelaki lain hanya untuk bercerai dengan Arshaka?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Miss Flou, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

RENCANA SANDRA

"San, lo yakin nggak mau lapor polisi aja?"

Beberapa saat lalu rumah Mia kedatangan tamu yang sejujurnya tidak begitu diharapkan oleh wanita paruh baya tersebut. Iya , siapa lagi kalau bukan kedua sahabat Sandra? Keduanya bergegas naik ke lantai dua, masuk ke kamar Sandra dan menanyakan keadaannya.

Sandra duduk bersandar di sofa. Tubuhnya berbalut kaos oversize serta hot pants. Ia melirik kepada Dita yang baru saja bertanya.

"Lo yakin gue bisa ngelawan idola lo berdua?" tanyanya terdengar ketus.

Lantas saja Aca dan Dita saling berpandangan. Keduanya terlihat bingung dengan pertanyaan aneh Sandra.

"Maksud lo?" tanya Aca. "Idola gue sama Dita? Gue fans berat aktor Thailand. Lo mau bilang yang mukul lo semalem itu suami kesayangan gue? Wah, halu sih lo!"

Dita mengangguk setuju. "Iya, San. Maksudnya idola yang mana? Setahu gue, idola yang kita sama-sama suka itu cuma grup K-Pop yang udah bubar sepuluh tahun lalu. Siapa coba?"

Dita menarik kursi di samping sofa dan duduk. Ia menatap lekat wajah Sandra yang terlihat pucat dengan memar samar di pipinya. "Lagian, siapa pun dia, kalo udah main fisik gini, ya harus dilawan. Jangan takut cuma karena dia 'populer' atau semacamnya."

Sandra memejamkan mata sejenak, menghela napas berat. Ia merasa frustrasi karena kedua sahabatnya ini tampaknya tidak mengerti siapa sosok yang ia maksud.

"Ck, bukan idola K-Pop atau aktor Thailand kalian!" ucap Sandra, suaranya sedikit bergetar. "Tapi idola kampus! Idola cewek-cewek seantero Bandung yang selalu kalian puji-puji itu!"

Aca dan Dita kembali saling pandang, kali ini dengan ekspresi kaget yang mulai terlihat. Hanya ada satu nama yang terlintas di benak mereka saat Sandra menyebut 'idola kampus'.

"Jangan bilang..." Aca menutup mulutnya dengan tangan, matanya membulat sempurna.

"Kak Arshaka?" sambung Dita pelan.

Aca menggeleng keras. "Itu nggak mungkin!" bantahnya seakan tahu betul bagaimana Arshaka punya karakter. "Ngapain dia mukul terus nyulik lo? Lo nggak sepenting itu di hidup dia, San. Jangankan penting, gue yakin lo nggak dikenali dia!"

Sandra memutar bola matanya malas. Ia beranjak, berjalan menuju lemari, mengambil sesuatu dari sana sembari telinganya mendengarkan celotehan kedua sahabatnya yang jelas akan terkejut bukan main setelah ini.

"Gue nikah sama dia tempo hari lalu!"

Dita adalah orang yang pertama bereaksi atas pernyataan itu, meski suaranya hanya berupa bisikan tak percaya. "Ni...nikah? Sama Kak Arshaka? Lo serius, San?"

Aca menjatuhkan ponselnya ke sofa, matanya terbelalak menatap Sandra yang kini kembali berjalan, membawa sebuah kotak kecil berwarna beludru merah dari lemari.

"Gue nggak lagi bercanda," jawab Sandra, melempar kotak itu ke pangkuan Dita. "Buka aja kalo nggak percaya."

Pernikahan itu seharusnya tetap jadi rahasia. Sandra tidak mau dikenal sebagai istri Arshaka Beyazid Aksara, tapi ia tetap harus menceritakannya pada kedua sahabatnya, berharap mereka bisa membantunya mencari cara untuk bercerai.

Dita menerima kotak itu dengan tangan bergetar. Begitu dibuka, hanya ada tiga lembar foto, tetapi isinya cukup membuatnya terdiam. Salah satunya bahkan memperlihatkan Arshaka menyematkan cincin di jari Sandra.

Aca segera menghampiri Dita, melihat bukti tak terbantahkan di dalam kotak. "Ini ... ini nggak masuk akal! Kapan? Kenapa? Kok lo nggak pernah cerita? Dia kan ..." Aca kesulitan menemukan kata yang tepat. "Dia kan kayak di langit, San! Kalian bahkan nggak pernah terlihat dekat, Lo aja baru tau dia!"

Sandra duduk di tepi tempat tidurnya, menghela napas panjang, lelah dengan segalanya. "Memang nggak masuk akal. Ini semua juga nggak gue rencanain. Ini cuma... perjodohan. Bukan, lebih tepatnya kesalahan gue."

"Maksud lo?"

Sandra lalu menjelaskan semuanya—perjodohan yang ia tolak, ciuman impulsif di kafe, orang tua Arshaka yang melihat, lalu pernikahan kilat karena mereka dianggap sudah kelewat batas.

"Gila!" Aca sampai ternganga. "Jadi, lo nyium Kak Arshaka di kafe, orang tuanya liat, dan blam! Kalian dipaksa nikah? Secepat itu?"

Sandra mengangguk samar. Jemarinya terlihat saling mengepal. Ia bicara panjang lebar, dan menggebu-gebu, meluapkan semua rasa kesal yang sudah bercokol di dalam hati sejak saat itu.

Sandra pikir keduanya akan mengerti, tetapi respon yang didapat justru membuatnya mendengus malas.

"Anjir! Gue iri sih sama lo bisa nikah sama Kak Arshaka!" seru Dita mengundang delikan mata Sandra.

"Kenapa malah iri? Lo nggak tau aja dia keras banget orangnya!"

"Ya nggak papa, yang penting gue bisa ngerasain dia," jawab Dita menutup kotak kemudian tersenyum menggoda kepada Sandra. "Gimana rasanya Arshaka? Enak nggak?"

"Anjing emang lo!" maki Sandra melemparkan bantal ke wajah Dita yang lantas tertawa. "Lo pikir gue sudi disent*h sama dia? Nggak lah gila!"

"Bentar, bentar. Gue masih loading. Kak Arshaka sekarang jadi suami lo?" Sandra mengangguk pada Aca. "Dan semalem lo dipukul sama dia?"

"Nggak. Itu bukan dia. Gue udah tanya. Dia emang nyuruh orang buat jemput gue di kelab. Lagian dia ada di Jawa Timur, nggak mungkin bisa tiba-tiba nongol di Bandung, Ca," papar Sandra kemudian meminta saran. "Kasih tau gue gimana caranya biar bisa cerai dari dia? Jujur gue nggak bisa nikah begini. Sikap dia juga semau sendiri nggak mikirin gue."

"Anjir, cerai?!"

Keduanya sontak terperenyak mendengar permintaan Sandra. Mulut Aca sampai ternganga lebar. "Lo nggak lagi ngigo? Udah dapet cowok spek Kak Arshaka dan lo mau cerai? Wah, nggak normal sih lo!"

"Ya gimana. Gue nggak betah. Lagian gue nggak cinta sama dia. Ngapain coba?"

"Pangeran kampus lho, San! PANGERAN! Lo beneran mau cerai sama dia?" tanya Dita memastikan.

"Yaudah si, orang guenya nggak mau. Kalo lo mau ya sana ambil aja. Ikhlas lahir batin gue!" timpal Sandra dengan ketus. " Lo pada mau bantuin gue nggak buat cerai sama dia?!"

"Y-ya gue mau bantu tapi—hm okelah. Tapi mending kita bahas di luar. Takut kedengeran nyokap lo. Bisa jadi pepes kita berdua."

Ya. Sandra tetap pada keinginan serta prinsipnya. Mencari cara untuk bercerai dari Arshaka adalah prioritas hidupnya saat ini.

Sementara Sandra sibuk menyusun rencana demi bercerai dengan Arshaka, atmosfer ndalem Kyai Yaseer kini dibelenggu oleh ketegangan. Ahmad merasa sangat berat hati dengan keputusan sang adik, tidak rela bila Nadheera dipersunting oleh Gus Lutfi.

"Aku selalu manut sama Mas. Tahun lalu Mas menolak pinangan Arshaka untukku. Aku masih bisa menerima alasan yang Mas sampaikan. Tapi sekarang, Mas juga menentang keputusanku menerima Gus Lutfi? Kenapa, Mas? Kenapa setiap keputusan yang kuambil untuk hidupku sendiri, selalu saja salah di mata, Mas?"

Ada getar dalam suara Nadheera. Mata indah gadis itu menatap sendu pada kakaknya yang duduk di samping Kyai Yaseer.

Tidak ada sesiapa terkecuali keluarga inti. Seluruh santri ndalem diminta Umi Habibah untuk beranjak sejenak—merasa tak seharusnya perdebatan ini disaksikan oleh mereka.

"Mas tidak bilang kalau keputusan kamu itu salah, Dira. Mas hanya tidak rela. Kamu itu permata kami. Dibesarkan dengan penuh kasih sayang. Mas tidak ingin kamu masuk ke sebuah pernikahan yang sudah ada pembagian hati dan tanggung jawab sejak awal."

Suara Ahmad terdengar berat dan tercekat, jelas menahan emosi yang meluap. Ia mencondongkan tubuh sedikit ke depan, pandangannya tajam menusuk mata Nadheera, ingin meyakinkan adiknya betapa besar kesalahannya.

"Pernikahan itu bukan tentang utuh atau tidak, Mas. Tapi takdir dan istiqomah. Gus Lutfi membutuhkan seseorang untuk membantunya dalam dakwah dan mengurus pesantren. Sementara Ning Alfi sakit dan merelakannya. Justru ini adalah bentuk pengabdian yang lebih besar, bukan?"

Kyai Yaseer yang sedari tadi diam, kini menghela napas panjang. Beliau memejamkan mata sejenak, merasa beban yang dipikul kedua anaknya terlampau berat.

"Ahmad, Dheera," sela Kyai Yaseer dengan suara tenang tetapi berwibawa. "Keputusan seorang wanita dalam pernikahan adalah haknya. Namun, Ahmad benar. Jalan yang kamu pilih ini tidak mudah. Kamu akan menghadapi ujian yang berlipat ganda, Nduk. Apa kamu benar-benar siap menanggung segala risikonya?"

Nadheera meremas gamis panjangnya dengan perasaan gusar. Jari-jarinya terlihat gemetar, kendati wajahnya berusaha untuk terlihat tegar. Ia menunduk sejenak untuk mengumpulkan keberanian sebelum akhirnya kembali menatap ayahnya.

"InsyaAllah, Abah … Dira siap. Kalau ini jalanku untuk bermanfaat bagi orang lain, Dira tidak ingin mundur hanya karena takut pada rasa sakit."

Ahmad langsung menggeleng keras. "Bukan soal takut sakit, Dira! Kamu itu masih sangat muda. Kamu belum tahu rasanya hidup berdampingan dengan laki-laki yang hatinya sudah terikat lebih dulu pada orang lain. Kamu belum merasakan bagaimana rasanya harus menyesuaikan diri dengan keluarga yang sudah terbentuk sebelum kamu datang."

Nadheera terdiam. Ada sekilas luka di matanya, tapi ia tidak menepis kata-kata itu.

"Aku tahu, Mas…" ucap Nadheera lirih. "Tapi bukankah setiap perempuan punya ujian masing-masing? Mungkin ini memang bagian dari ujian hidupku."

Ahmad mengusap wajahnya, frustasi. Haruskah ia memberitahu kesehatan Gus Lutfi pada adiknya? "Nadheera … kamu itu adik Mas. Mas lihat kamu tumbuh, Mas tahu kamu itu lembut hatinya—"

"Aku bukan anak kecil lagi," sela Nadheera tegas tanpa berniat tidak sopan. "Mas selalu menganggapku rapuh. Padahal Mas yang belum siap melihat aku dewasa."

Ucapan itu membuat ruangan tiba-tiba hening. Kyai Yaseer membuka mata, menatap Nadheera lama—ada rasa bangga sekaligus cemas.

"Nduk, dengarkan Umi. Menikah dengan lelaki yang sudah beristri itu bukan perkara ringan. Kalau Ning Alfi ridha, itu satu hal. Tapi kamu harus siap menghadapi perasaanmu sendiri. Siapkah kamu kalau suatu hari kamu merasa tersisih? Itu bukan perkara yang mudah untuk diselesaikan."

Umi Habibah yang sejak tadi diam kini akhirnya ikut bersuara. Sebagai perempuan yang dinikahi untuk menjadi istri kedua, ia paham betul pahit getirnya melawan perasaan sendiri. Banyak keinginan yang harus ditahan karena waktu suami terbagi untuk istrinya yang lain.

"Hidup setelah akad itu panjang, Nak. Dan tidak semua orang sanggup. Umi cuma ingin kamu pikir jangka panjang. Jangan sampai keputusan ini malah jadi luka baru buat semua."

"Insyaa Allah Dira siap, Umi," jawab Nadheera terdengar sudah sangat memantapkan hati.

Urat-urat yang mencuat di punggung tangan, sudah cukup menjadi jawaban bahwa Ahmad tidak lagi sanggup menahan perasaan marah dan khawatir yang bercokol di hatinya. Dengan begitu ia kembali menatap Nadheera dengan tatapan yang jauh lebih dalam tapi sarat akan kasih sayang.

"Baik, kalau itu sudah menjadi keputusanmu dan siap menjadi madu. Tapi kamu perlu ingat satu hal, Nadheera, bahwa ilmu harus diwariskan. Tapi bagaimana bisa kamu mewariskan ilmu yang kamu miliki sedangkan jika menikah bersamanya, kamu tidak akan bisa memiliki anak?!" seru Ahmad pada akhirnya.

Nadheera membelalakkan mata. "A-apa maksudmu, Mas?" tanyanya tergagap.

"Kamu pikir kenapa anak mereka usianya dua tahun lebih dewasa dari usia pernikahan mereka? Itu karena kecelakaan yang menimpa Gus Lutfi di tahun pertama pernikahan mereka, Nadheera. Sejak kejadian itu dia tidak bisa memenuhi kebutuhan biologis istrinya. Mereka mengadopsi anak dari panti asuhan. Kamu tahu apa artinya? Ya! Gus Lutfi mengalami disfungsi ereksi berat!"

1
Marlina Selian
haha lucu banget
Marlina Selian
lanjut thoor tetap semagat 🥰🥰🥰🥰
Marlina Selian
ikutan hayut dalam cerita ya hati ku teriris jugak
윤기 :3
Gila aja nih cerita, bikin gue baper dan seneng banget!
Miss Flou: Hallo, terima kasih sudah mampir, Kak. Semoga betah ya di sini sampe ending🥰
total 1 replies
Miss Flou
Annyeong, selamat datang😍
Ini novel pertama saya, semoga kalian suka ya. Jangan lupa tinggalkan jejak di kolom komentar, Sayangku🥰
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!