Hana Nayaka tidak percaya, jika pria yang menikahinya dua tahun lalu dengan mudah menjatuhkan kata talak hanya karena dia mendatangi kantor tempat suaminya itu bekerja.
Sudah hampir 3 bulan belakangan ini, Adam Husain melewatkan sarapan dengan alasan harus datang ke kantor pagi-pagi sekali karena pekerjaannya sedang banyak dan mendesak.
Braakkk...
Rantang makanan yang dibawa Hana dilempar hingga semua isinya berhamburan.
"Dasar istri tidak berguna sudah miskin, udik, kampungan lagi. Untuk apa kamu datang ke kantor, mau buat aku malu karena punya istri macam kamu."
"Mulai hari ini, Hana Nayaka bukan istriku lagi. Aku jatuhkan talak satu." Ucap Adam lantang.
"Mas... Kamu kenapa tega padaku? Apa salahku?" Tangis Hana pecah di depan lobby perusahaan tempat Adam bekerja sebagai manager keuangan.
Hana pergi dengan membawa luka yang menganga dan dendam membara.
"Aku pasti akan membalasmu, Adam. Kamu lupa siapa aku." Gumamnya.
JANGAN MENABUNG BAB!
SUPAYA CERITA INI BERUMUR PANJANG.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Erchapram, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Sebuah Konspirasi Besar
Suara kokok ayam membangunkan Adam, pria yang sudah kehilangan reputasi baik itu segera bangun untuk bersiap. Beberapa paper bag masih tergeletak di atas meja kayu, kemarin dia benar-benar berbelanja bareng Ibunya beberapa potong pakaian.
Hari ini sidang pertama dilaksanakan, Adam akan datang bukan serta merta karena tugas yang diberikan.
Tapi juga, karena rasa penyesalan. Mengucapkan kata talak semudah itu di Lobby Perusahaan hanya karena Hana mengantar makan siang untuknya. Adam fikir Veronika lebih baik, Adam fikir bayi itu miliknya. Tapi ternyata hanya omong kosong, apalagi setelah Veronika tahu yang kaya adalah Hana pemilik rumah mewah dan mobil yang dipakainya.
Adam ingin memperbaikin semuanya, dengan cara menyanggah perceraian tetap terjadi. Dia ingin rujuk dengan Hana, dan tidak akan membiarkan laki-laki lain memiliki wanita itu. Setelah ini, Adam akan bermain cantik supaya jika nanti dia punya wanita lain Hana tidak akan tahu. Karena sejujurnya Adam muak dengan bentuk tubuh Hana.
Dengan penuh percaya diri meskipun tanpa didampingi seorang pengacara, Adam melangkah memasuki ruang sidang pertamanya. Tunggu ada yang aneh, kenapa di sisi Hana sama sekali tidak dihadiri oleh siapa pun. Bahkan pengacara keluarga Marva yang bernama Pak Yunus pun absen. Hingga hakim membuka persidangan tapi tidak ada dari pihak Hana.
"Karena pihak penggugat tidak hadir, sidang ditunda sampai minggu depan."
Tok
Tok
Tok
Tidak ada sidang, tidak ada pembelaan, tidak ada pembacaan bukti-bukti. Status perceraian Hana masih digantung oleh Hakim, karena pengacara yang tiba-tiba tidak datang ke persidangan.
"Ada yang aneh, tapi syukurlah dengan begini Hana masih istriku."
Berita tentang menghilangnya Pengacara keluarga, membuat Tuan Angkasa yang sedang membantu mencari Hana kalang kabut.
Braakkk...
Langit sudah tidak dapat menahan emosinya, dia menendang meja kayu ruang tamu hingga retak.
"Brengseekkk... Ini jelas bukan kebetulan. Tidak mungkin Pak Yunus pergi. Dia bukan orang yang tidak bertanggung jawab." Ucap Langit marah.
"Sidang perceraian Hana ditunda Hakim, itu artinya Hana masih berstatus istri dari pria mokondo itu. Dengan kata lain, aku tidak bisa menikahinya dalan waktu dekat. Aku yakin ini permainan seseorang. Papa... Mama... Lihatlah kejadian ini, semua seolah ingin merenggut kebahagiaanku. Tapi dengar baik-baik sumpahku, Hana akan tetap menjadi milikku."
"Aku tidak akan menikah sampai kiamat jika bukan dengan Hana wanita yang sangat aku cintai. Biar saja, keturunan keluarga Marva habis di aku." Ancam Langit.
"Langit... Jangan berkata begitu, Nak. Kita akan temukan Hana segera. Pa... Cari tahu kemana Pak Yunus, kenapa tidak hadir di persidangan Hana." Getir Nyonya Senja.
Saat ini ketegangan jelas terlihat, ruang tamu kediaman keluarga Marva menjadi panas oleh bara amarah. Langit sudah mengepalkan kedua tangannya, gigi saling bergemeletuk menahan emosi. Langit tahu, jalannya mendapatkan Hana tidak mudah. Tapi jika sampai kesulitannya akibat perbuatan licik seseorang. Langit bersumpah akan menyiksa orang itu sampai mereka menginginkan kematiannya.
Langit pernah menjadi laki-laki baik, putra yang sangat penurut. Dan sekali mengalah terhadap takdir. Tapi kini, Langit tak akan pernah mau dipermainkan oleh takdir.
Dreettt
Dreettt
Dreettt
Ponsel Tuan Angkasa berdering berulang kali menandakan ada panggilan telepon yang mendesak.
"Ya Halo..."
"Tuan... Tolong selamatkan suami saya." Suara tangis seseorang.
"Katakan yang lebih jelas Bu." Tidak dipungkiri jika pikiran buruk telah memenuhi kepala Tuan Angkasa. Karena dia sangat tahu siapa yang saat ini sedang menghubunginya.
"Suami saya tadi sudah akan berangkat ke persidangan perceraiannya Hana. Tapi di ujung jalan rumah, mobilnya dicegat oleh beberapa orang berbaju hitam-hitam. Dia diculik."
"Kebetulan ada tetangga yang melihat, lalu memberitahu tapi sudah terlambat. Karena kejadiannya tadi pagi, sedangkan tetangga saya memberitahukan baru sekarang. Setelah mengantar suaminya yang sesak nafas berobat ke Rumah Sakit. Tuan tolong selamatkan suami saya. Anak-anak kami masih kecil, masih butuh sosok ayah yang membiayai hidup kami." Ucapnya terisak.
"APA? Jadi... Pak Yunus diculik?" Ini jelas ada konspirasi besar. Siapa yang punya kepentingan untuk menggagalkan perceraian Hana?" Geram Langit.
Sedetik kemudian Langit menatap Mamanya sambil berkata dengan sangat tajam.
"Jika ternyata semuanya ada hubungannya dengan calon menantu pilihan Mama. Ingat Ma, aku akan menghabisi keluarga itu hingga tak tersisa."
Kemudian Langit pergi membawa amarah, tanpa Langit ketahui jika semua memang sudah direncanakan dengan matang. Bahkan kepergian Langit dari rumah juga sudah diperhitungkan oleh mereka. Seseorang yang sedang diselimuti emosi, akan dengan mudah untuk dikalahkan. Langit mengendarai mobil ugal-ugalan, seolah sedang melampiaskan seluruh amarahnya. Emosi yang perlahan menggerus logikanya.
Sementara di rumah, Nyonya Senja kembali menangis tergugu karena Putranya. Perasaan bersalah yang sudah reda, kini kembali lagi ke permukaan.
"Papa... Benarkah ini perbuatan Marisa? Dia menggagalkan perceraian Hana karena tidak ingin Langit menikahi Hana? Kenapa semakin runyam masalah ini." Air mata yang mengalir sejatinya tidak mampu membendung masalah baru.
Dreettt
Dreettt
Dreettt
Kembali ponsel Tuan Angkasa berdering sangat nyaring.
"Haloo..." Kali ini, yang sedang menghubunginya adalah detektif suruhan Langit.
"Mohon maaf, saya sudah mencoba menghubungi Tuan Langit tapi gagal. Ada informasi yang mungkin penting, tolong nanti sampaikan saja padanya. Adam, mantan suami Hana sudah dibebaskan kemarin pagi dengan jaminan."
"Dan hari ini, Adam hadir ke persidangan untuk membatalkan perceraian. Katanya dia ingin mengajukan rujuk langsung pada Hakim saat persidangan. Ketidak hadiran Pengacara membuat Hakim menunda sidang hingga minggu depan. Waktu kita kurang dari 7 hari untuk menemukan Nona Hana dan Pak Yunus yang kabar terakhir telah diculik." Ucap Detektif.
"Apa Polisi mengatakan siapa yang telah mengeluarkan Adam dengan jaminan?" Tanya Tuan Angkasa dengan suara bergetar, antara marah dan takut. Marah karena mereka semua kecolongan, dan takut karena pasti Putranya akan semakin frustasi memikirkan Hana.
"Tidak Tuan, mereka menjaga privasi. Tapi dari pantauan kamera cctv, dia seorang wanita berpakaian terbuka."
Bahu Tuan Angkasa seketika melorot, Nyonya Senja yang mendengar pembicaraan karena di loudspeaker ikut syok.
Jelas sudah ini bencana besar, dan semua berasal dari kesalahan Nyonya Senja yang membawa ular berkepala sepuluh masuk ke rumahnya. Bukan hanya menyebar bisa racun, bahkan ular itu meremukkan seluruh tubuh penghuni rumah tanpa terkecuali.
Seringai tajam tersungging di bibir seorang wanita yang sekarang sedang melayani seorang laki-laki sebagai bayaran atas keberhasilan rencana mereka.
"Terima kasih sayang, aku sangat senang karena rencana kita benar-benar berjalan mulus tanpa hambatan. Setelah menyelesaikan ronde terakhir ini, bolehkah aku bertemu dengan Langit?" Tanyanya sesekali terdengar dia mendesah.