NovelToon NovelToon
My Hazel Director

My Hazel Director

Status: sedang berlangsung
Genre:Dosen / Teen School/College / Cinta pada Pandangan Pertama / Romantis
Popularitas:695
Nilai: 5
Nama Author: redberry_writes

Ketika Victoria “Vee” Sinclair pindah ke Ashenwood University di tahun terakhirnya, ia hanya ingin belajar dari sutradara legendaris Thomas Hunt dan membuktikan mimpinya. Tapi segalanya berubah saat ia bertemu Tyler Hill, dosen muda yang dingin, sekaligus asisten kepercayaan Thomas.

Tyler tak pernah bermaksud jatuh hati pada mahasiswanya, tapi Vee menyalakan sesuatu dalam dirinya, yaitu keberanian, luka, dan harapan yang dulu ia kira telah padam.

Di antara ruang kelas dan set film, batas profesional perlahan memudar.
Vee belajar bahwa mimpi datang bersama luka, dan cinta tak selalu mudah. Sementara Tyler harus memilih antara kariernya, atau perempuan yang membuatnya hidup kembali.

Sebuah kisah tentang ambisi, mimpi, dan cinta yang menyembuhkan.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon redberry_writes, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Chapter 8 - Thomas Hunt

Tyler

Rumah Thomas selalu sama setiap kali aku datang, tradisional, tenang, dan teduh. Halamannya luas, dipenuhi pepohonan tua yang membuat udara di sekitarnya terasa seperti waktu berhenti.

Tipikal Thomas. Seorang sutradara legendaris yang tak pernah tertarik pada kemewahan. Ia membuat film murni karena kecintaannya pada film itu sendiri, bukan pada ketenaran yang mengikutinya.

Di luar sana, banyak sutradara baru yang berlomba membuat film box office dengan efek komputer berlebihan, dentuman, ledakan, dan visual yang sibuk memanjakan mata. Namun Thomas tetap setia pada keyakinannya bahwa kekuatan sejati sebuah film terletak pada naskah, aktor, dan kemampuan sutradara untuk membuat keduanya berbicara.

Dalam setiap proyek—besar maupun kecil—ia memperhatikan setiap detail. Karena itu, hanya sedikit orang yang bisa bekerja dengannya. Tidak semua mampu menyesuaikan diri dengan cara kerjanya yang teliti dan menuntut kesempurnaan.

Penggemar Thomas Hunt juga bukan penonton biasa. Mereka adalah orang-orang yang benar-benar memahami dunia sinema, yang tak mudah dibuat kagum oleh cerita terburu-buru atau efek visual berlebihan.

Beberapa karyanya yang paling terkenal antara lain Emberfall, The Clockmaker’s Son, dan The Last Duchess—film yang begitu dicintai Vee.

Aku mengunjungi rumah ini setiap minggu. Sebagai asisten Thomas, aku harus bolak balik kesini pada awalnya untuk membicarakan pekerjaan, karena Thomas tidak suka komunikasi melalui telepon, atau email. Tapi sejak aku mengambil alih tugasnya sebagai dosen, sebenarnya aku tidak perlu kesini setiap minggu karena semuanya kulakukan sendiri.

Tapi karena kebiasaan lama, dan karena aku masih sangat menghormatinya, aku selalu menyempatkan datang. Walaupun setiap kali datang, Thomas selalu menggerutu bilang aku hanya membuang-buang waktu dengan mengunjunginya.

Seperti biasa, Thomas sudah duduk di ruang tamu, menonton film lama. Malam ini Casablanca—film yang sudah ia tonton puluhan kali tapi tetap membuatnya menatap layar seperti pertama kali.

“Sudah kubilang, kau hanya membuang waktu dengan datang ke sini setiap minggu,” katanya tanpa menoleh. “Kau pasti sibuk sekarang.”

“Aku sedang tidak sibuk,” jawabku datar.

Tak lama, Elara muncul dari dapur. Rambutnya digulung rapi, apron masih menempel di pinggang. Senyumnya hangat, lembut—kontras dengan segala ketegasan Thomas.

Thomas dan Elara Hunt

“Kamu makan malam di sini, kan? Aku membuat potato casserole yang terlalu banyak untuk dimakan berdua.”

“Tentu saja,” jawabku. “Terima kasih, Elara.”

Ia kembali ke dapur, dan Thomas mematikan televisi. “Bagaimana Ashenwood University?” tanyanya. “Ada masalah selama kau mengajar?”

“Tidak ada. Semua baik-baik saja.”

“Kalau universitas menekanmu, beri tahu aku,” lanjutnya, suaranya mulai meninggi. “Stafford suka membuat acara konyol dan berpura-pura itu bagian dari ‘kolaborasi akademik’. Jangan biarkan ia menyeretku lagi ke sana.”

Aku menahan tawa kecil. “Soal itu… Stafford memang ingin kita membuat proyek yang melibatkan mahasiswa lagi. Aku bilang akan mendiskusikannya denganmu.”

Thomas menghela napas, lalu menatapku dengan mata yang mulai redup tapi tetap tajam. “Apapun proyeknya, kau yang pimpin. Aku sudah terlalu keras kepala menunda pengobatan. Sekarang lihat akibatnya.”

Sebelum aku sempat menjawab, Elara kembali, membawa casserole panas dan aroma yang memenuhi ruangan.

“Ayo makan, sebelum dingin,” katanya lembut.

Aku bangun, mencoba membantunya berdiri, tapi ia menepis tanganku. “Aku bukan pria tua tak berdaya. Aku masih bisa berjalan sendiri ke dapur.”

“Baiklah,” sahutku pelan, tersenyum. Thomas memang terkenal keras kepala, hanya Elara satu-satunya yang bisa menaklukkannya.

Di meja makan, suasananya hangat. Elara duduk di samping suaminya, tangannya menyentuh lembut tangan Thomas. Ada keheningan kecil di antara kami, keheningan yang nyaman.

“Aku dengar dari Holly kalau Markus Claud menawarimu peran baru,” kataku. “Tentang seorang janda veteran Perang Dunia I yang memimpin revolusi. Kedengarannya sempurna untukmu.”

Thomas menoleh. “Aku sudah bilang, ambillah. Aku bukan bayi yang harus dijaga terus menerus. Kamu masih bisa mengejar mimpimu.”

Senyum Elara sedikit goyah. “Mungkin sekarang prioritasku sudah berubah.”

Thomas mendesah. “Omong kosong. Kamu selalu berkata ingin kembali berakting—”

“Aku sudah bilang ini bukan tentangku lagi—”

“Tidak, dengarkan aku—”

Dan begitu saja, mereka mulai seperti biasanya. Orang lain yang mendengar mungkin akan mendengar pertengkaran, tapi inilah cara mereka berkomunikasi. Dan satu-satunya cara untuk membungkam keras kepalanya Thomas Hunt oleh Elara.

Setelah suaranya melembut, Elara berhenti bicara. Suaranya pecah, gemetar.

“Aku hamil, Thomas.”

Hening.

Aku terpaku. Thomas pun begitu. Elara menunduk, matanya berkaca-kaca.

“Aku tahu ini tidak kita rencanakan,” ucapnya perlahan. “Dan aku tahu kamu takut anakmu tumbuh tanpa ayah. Tapi aku merasa sesuatu mengganjal selama beberapa minggu kebelakang, jadi aku tespack pagi ini. Hasilnya positif. Maafkan aku tidak bilang lebih cepat.”

Thomas menatapnya lama, lalu menarik Elara ke pelukannya. Tangannya gemetar saat menyusuri rambut istrinya.

“Jangan minta maaf,” bisiknya. “Ini kabar yang membahagiakan. Aku bahagia, Elara. Sungguh bahagia.”

Air mata Elara jatuh di bahunya. Untuk pertama kalinya malam ini, Thomas Hunt tidak membantah apa pun. Ia hanya memeluk istrinya, saling menguatkan satu sama lain.

Dan aku duduk di seberang mereka, berharap bisa lenyap begitu saja.

Karena di depan mataku, aku tidak sedang melihat legenda film. Aku sedang melihat seorang manusia yang akhirnya menyerah pada hal paling sederhana yaitu cinta.

\~\~\~

Setelah makan malam, aku bersikeras mencuci piring. Elara sudah kembali ke kamar untuk beristirahat. Aku ingin memberinya sedikit waktu tenang setelah makan malam yang intens tadi

Saat aku kembali ke ruang tamu, Thomas duduk di kursi favoritnya, lampu temaram memantulkan garis-garis waktu di wajahnya, menampilkan wajah pria yang terlihat rapuh.

“Aku sudah tidak berharap hidup lebih lama, Tyler.”

Kata-katanya keluar begitu saja, pelan, datar, tapi berat.

“Aku sudah tua. Aku sakit. Daftar tunggu donor ginjal itu sangat panjang, dan aku tidak tahu apakah aku akan sempat melihat anakku lahir… atau tumbuh besar. Aku tidak ingin mereka menderita karena aku.”

Aku terdiam. Dalam delapan tahun mengenalnya, aku belum pernah melihatnya sejujur ini. Thomas selalu tampak kuat dan mengintimidasi. Tapi malam ini, ia terlihat manusiawi.

Aku tidak mencoba berkata apa pun. Aku hanya meletakkan tangan di bahunya, diam cukup lama agar ia tahu aku mendengar.

Beberapa menit berlalu sebelum ia berbicara lagi.

“Aku ingin mengunjungi Ashenwood University,” katanya perlahan. “Dan aku ingin kau menemaniku.”

Aku menatapnya, menahan napas. “Baiklah, sebuah kehormatan mengantarmu kembali.”

Namun begitu kata itu terucap, bayangan wajah seseorang muncul di pikiranku, gadis berambut gelap, mata hazel, tawa lembut yang masih terngiang di kepalaku.

Vee.

“Ada seorang mahasiswa,” kataku pelan. “Penggemarmu. Sudah menunggu seumur hidup untuk bertemu denganmu.”

Thomas tersenyum samar. “Kalau begitu, aku tak boleh membuatnya menunggu terlalu lama.”

\~\~\~

1
Randa kencana
ceritanya sangat menarik
Abdul Rahman
Ceritanya asik banget thor, jangan lupa update terus ya!
Erinda Pramesti: makasih kak
total 1 replies
laesposadehoseok💅
Aku bisa merasakan perasaan tokoh utama, sangat hidup dan berkesan sekali!👏
Erinda Pramesti: terima kasih kak ❤️
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!