NovelToon NovelToon
DIVINE SIN

DIVINE SIN

Status: sedang berlangsung
Genre:Dark Romance
Popularitas:543
Nilai: 5
Nama Author: Ellalee

''Di balik malam yang sunyi, sesuatu yang lama tertidur mulai bergerak. Bisikan tak dikenal menembus dinding-dinding sepi,meninggalkan rasa dingin yang merayap.ada yang menatap di balik matanya, sebuah suara yang bukan sepenuhnya miliknya. Cahaya pun tampak retak,dan bayangan-bayangan menari di sudut yang tak terlihat.Dunia terasa salah, namun siapa yang mengintai dari kegelapan itu,hanya waktu yang mengungkap.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ellalee, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

SEKUTU DALAM BAYANGAN

"Bel sekolah berdentang, menggema di lorong yang mulai kosong, menyisakan jejak langkah para siswa yang sudah pulang. Haeun melangkah dengan santai, rambutnya masih berantakan sedikit, aura nakal dan percaya diri terpancar dari setiap geraknya.

Jae-hyun muncul di sampingnya, tangannya menepuk bahu Haeun dengan tegas, menariknya ke lorong sepi. “Ikuti aku, Haeun,” katanya rendah, suaranya dingin tapi penuh kewaspadaan.

Haeun menoleh, senyum nakal menghiasi wajahnya. “Apa, oppa? Lorong sepi begini, mau bikin aku takut?” godanya, suaranya menggoda tapi tetap ada rasa waswas di matanya.

" berhenti bercanda seperti itu..... " marah jae-hyun membuat haeun terkesiap.

" “Aku mau bicara serius,” suara Jae-hyun terdengar berat, hampir bergetar di antara sunyi lorong yang mulai diselimuti senja. “Sekarang aku akan mencari cara agar kau bisa keluar dari tubuh ini. Dan selama aku mencari caranya… aku harus memanggilmu dengan nama lain.”

Haeun menoleh perlahan, senyum tipisnya masih terukir, tapi ada kilatan aneh di matanya,bukan milik gadis lembut yang dulu, tapi milik jiwa lain yang kini bersemayam di tubuh itu. “Nama lain? Hm…” ia menyeringai pelan. “Dan apa alasannya?”

Jae-hyun menatap lurus, tajam, tapi suaranya masih lembut. “Aku tidak sudi nama indah Haeun dipakai oleh iblis seperti kau.”

Untuk sesaat, keheningan menggantung. Haeun , atau jiwa yang berdiam di tubuhnya ,hanya terdiam, sebelum akhirnya tertawa pelan, suara tawanya serak, nyaris seperti bisikan dosa. “Iblis, ya? Kau ini benar-benar tahu cara menyakiti seseorang dengan kata-kata.” Ia menunduk sedikit, lalu menatap Jae-hyun dengan sorot menggoda. “Baiklah. Panggil aku saja Rael. Nama yang terdengar… lebih pantas untuk sesuatu sepertiku.”

“Rael…” gumam Jae-hyun pelan, menguji nama itu di bibirnya. Ada sesuatu dalam suara itu, antara marah, sedih, dan pasrah. “Baik. Mulai hari ini, kau bukan Haeun.”

Rael menunduk sebentar, lalu tersenyum miring. “Kau tahu, meski aku bukan dia, aku bisa merasakan sedikit dari jiwanya di sini.” Ia menepuk dada sendiri pelan. “Dia menangis, Jae-hyun! Dia tidak ingin kau benci tubuh ini.”

Wajah Jae-hyun menegang. Matanya meredup sejenak. “Hari ini… eomma-nya Haeun akan dikremasi.” Suaranya melemah, penuh beban. “Aku ingin kau datang. Karena aku tahu… Haeun yang asli pasti sangat sedih melihat ibunya pergi seperti itu.”

Rael terdiam. Tatapannya kini berbeda , ada sesuatu yang bergetar halus di balik senyum nakalnya, sesuatu yang mungkin bukan miliknya sendiri. “Kau ingin aku berpura-pura menjadi dia?” tanyanya pelan.

“Tidak.” Jae-hyun menggeleng. “Aku ingin kau datang… karena meskipun bukan dia, tubuh ini masih bagian dari dirinya. Dan kalau ada sedikit pun dari jiwanya yang masih di sana, dia berhak mengucapkan selamat tinggal.”

Rael menatap Jae-hyun cukup lama, lalu berjalan mendekat. “Kau ini aneh,” katanya lirih. “Kau mencintaiku, tapi bukan aku.”

“Yang kucintai adalah jiwanya,” ucap Jae-hyun pelan, nyaris seperti doa. “Dan aku akan menemukannya, sekalipun harus masuk ke neraka untuk menjemputnya.”

Rael tersenyum samar, menatap wajah Jae-hyun yang begitu dekat. “Kau tidak tahu apa yang kau ucapkan, Kang Jae-hyun. Tapi aku akan menunggumu… sampai kau benar-benar mengerti siapa yang kini ada di hadapan mu.

"“Kau pergi duluan saja, aku harus ke suatu tempat,” ucap Rael datar sambil mengibaskan rambutnya yang setengah berantakan. Tatapannya tidak menatap Jae-hyun sepenuhnya,seolah ada sesuatu yang lebih menarik di balik pikirannya.

Jae-hyun menatapnya curiga. “Ke mana lagi kau mau pergi? Aku sudah bilang....”

“ckk” Rael memotong, senyumnya menggoda tapi dingin. “Santai saja, aku nggak akan kabur. Aku cuma… ingin ke perpustakaan sebentar. Ada sesuatu yang harus kucari.”

Suaranya terdengar ringan, tapi tatapan matanya… tidak. Ada sesuatu di sana,seperti ingatan yang ingin menuntun tubuh itu pada sesuatu yang terlupakan.

Jae-hyun hanya bisa menghela napas panjang. “Jangan lama. Aku akan menunggumu di depan gerbang.”

Rael hanya mengangkat alisnya sedikit, lalu melangkah pergi, sepatu hitamnya berdetak pelan menyusuri koridor sekolah yang mulai sepi.

Perpustakaan sekolah sudah hampir kosong. Cahaya matahari sore masuk lewat jendela besar, menembus debu yang beterbangan seperti serpihan waktu. Rael berjalan di antara rak-rak buku, jarinya menyusuri punggung buku-buku tua yang berjejer rapi.

Entah kenapa, langkahnya berhenti di satu rak paling pojok, bagian yang jarang dijamah siswa. Ia memiringkan kepala, menatap buku tebal tanpa judul yang sedikit menonjol dari barisan.

“Ini apa…” gumamnya, pelan. Tapi sebelum tangannya sempat menyentuh, suara langkah pelan terdengar di belakangnya.

Rael menoleh. Kosong. Tak ada siapa pun.

Ia mengerutkan kening, lalu kembali menatap rak buku,namun belum sempat ia menarik napas, kain plastik hitam tiba-tiba menutupi kepalanya dari belakang.

“....Apa....!!” teriaknya tertahan. Tubuhnya berontak, tapi seseorang menahan kedua tangannya kuat-kuat. Napasnya tersengal di balik plastik yang menempel ketat di wajahnya.

“Diam,” bisik suara laki-laki, datar namun tajam.

Rael hanya bisa menendang, tapi seseorang lain sudah memegang kakinya.

Mereka menyeretnya keluar perpustakaan, melalui pintu belakang yang jarang dibuka. Rael hanya mendengar tawa pelan, suara langkah tergesa, dan desiran napas yang berpadu dengan jantungnya yang berdetak kencang.

Ketika plastik itu akhirnya dilepas, dunia di sekitarnya gelap.

Ia berada di sebuah ruangan kosong, mungkin gudang tua di belakang sekolah. Tali tambang kasar melingkar di pergelangan tangannya, mengikatnya ke kursi kayu yang dingin.

Dari kegelapan, terdengar suara tawa perempuan,renyah tapi penuh kebencian.

“Lihat siapa yang sekarang berani menantang ku di depan kelas,” ujar salah satu dari mereka Hyeri.

Rael mengangkat kepalanya perlahan.

Rambutnya terurai berantakan, menutupi sebagian wajah yang diterangi cahaya lampu redup dari langit-langit tua.

Namun di balik tirai kusam itu, terselip senyum dingin, samar, dan entah kenapa begitu menenangkan sekaligus mengerikan.

Tidak ada ketakutan di sana.

Tidak ada air mata, tidak ada jeritan minta tolong seperti yang mereka harapkan.

Yang ada hanya tawa pelan, menggema lembut di antara dinding-dinding kosong ruangan itu,tawa yang membuat bulu kuduk para pembully berdiri satu per satu.

Hyeri menelan ludah, langkahnya mundur setengah. “Apa yang kau tertawakan, hah?”

Rael menoleh pelan, sudut bibirnya terangkat.

“Lucu,” bisiknya lirih, “betapa keras kalian mencoba menakutiku, padahal aku sudah terlalu akrab dengan kematian.”

Suara itu terdengar seperti puisi yang dibisikkan oleh seseorang dari dasar jurang.

Rael menunduk sedikit, menatap tali yang mengikat pergelangan tangannya.

“Aku tidak takut mati,” lanjutnya, senyum tipis masih menghiasi wajahnya yang pucat.

“Toh… ini bukan pertama kalinya aku mati.”

Tatapannya naik, menatap mereka satu per satu.

“Dan bukan yang terakhir kali aku bangkit lagi.”

Udara di ruangan itu seolah membeku. Tak ada yang tertawa lagi.

Hanya terdengar detak jam tua di luar dinding, dan napas mereka yang mulai tersengal.

“Dasar aneh, sama anehnya dengan Jae-hyun,” bisik salah satu siswa laki-laki, mencoba menutupi ketakutannya dengan nada mengejek, tapi suaranya bergetar.

“Dia cuma ngomong ngelantur!,itu akibat karena dia terlalu dekat dengan anak dukun itu...” seru yang lain, pura-pura berani.

Tapi langkah kaki mereka tak lagi mendekat. Mereka menatap Rael seperti menatap sesuatu yang tak seharusnya hidup di tubuh manusia.

Rael menunduk lagi, tertawa pelan.

“Tahukah kalian,” ujarnya lembut, “orang mati tidak bisa merasa sakit… tapi aku masih bisa tertawa atas ketakutan kalian.”

---

Sementara itu, di luar, malam mulai menelan cahaya terakhir di langit sekolah.

Jae-hyun berdiri di depan gerbang yang hampir tertutup. Tangannya memegang ponsel, menatap layar yang menunjukkan satu nama: kim haeun

Sudah lima kali ia menelepon. Tidak dijawab. Tidak juga dibaca.

Ia menghela napas keras, pandangannya beralih ke arah perpustakaan yang gelap.

“Bukankah kau bilang cuma sebentar?” gumamnya, suaranya pelan tapi terdengar getir.

Tanpa pikir panjang, ia melangkah kembali ke dalam area sekolah.

Sepatu hitamnya berdecit di lantai yang sudah lembap karena embun malam.

Saat sampai di depan perpustakaan, pintunya sedikit terbuka, gelap di dalamnya.

“Rael?” panggilnya pelan. Tak ada jawaban.

Ia menyalakan senter dari ponselnya, menyapukan cahaya di antara rak buku yang sunyi.

"“야! 시발 새끼야!” (Ya! shibal sekkiya!)

Suara Hyeri menggema keras di ruangan sempit itu, membuat semua kepala yang ada di sana menoleh. Nafasnya memburu, wajahnya merah karena emosi.

“Beraninya kau tertawa setelah kami memperingatkanmu?” bentaknya, lalu menatap teman-temannya tajam. “Apa yang kalian tunggu? Pukul dia!”

Seketika beberapa siswa laki-laki melangkah maju. Mereka menarik rambut Rael, mendorongnya ke dinding.

Bahu kecil itu menghantam rak kayu, bunyi benda jatuh terdengar berturut-turut.

Namun,tak ada teriakan.

Tak ada tangisan.

Rael hanya menatap mereka dengan mata yang kosong tapi menawan.

Lalu… tertawa.

Tawa yang rendah, pelan, namun mampu membuat udara di ruangan itu seolah kehilangan oksigennya.

“Hah… sakit?” gumamnya dengan nada lembut, seolah mengejek.

Ia menyeka sudut bibirnya yang berdarah dengan ujung jarinya, menatap warna merah itu di kulitnya, lalu tersenyum.

“Rasanya aneh. Mungkin karena tubuh ini bukan milikku.”

Tatapannya menembus ruang kosong, dingin tapi indah.

“Pukul saja sesukamu. Tubuh ini bukan aku. Aku hanya… numpang tinggal di sini.”

Salah satu anak yang memukulnya menelan ludah, tangannya gemetar.

“Apa maksudmu… tubuh ini?”

Rael menatapnya lama, senyum di bibirnya makin melebar.

“Bukankah menyedihkan?” bisiknya pelan, “Kau menyiksa seseorang… tapi yang merasakan bukan dia.”

Tawa lirihnya menggema lagi, menyayat, menembus rasa takut mereka.

Hyeri mundur setapak, wajahnya mulai pucat tapi tetap berteriak, “Dasar gila!”

Namun sebelum bisa melanjutkan, lampu di ruangan itu berkedip dua kali—suara angin menembus celah jendela tua, membuat suasana makin menegangkan.

---

Sementara itu di luar, Jae-hyun masih menyusuri lorong sekolah yang gelap.

Langit sudah benar-benar hitam, hanya lampu taman sekolah yang berkelip samar.

Ia terus menelpon nama itu — Rael. Tapi tak juga ada jawaban.

Saat hendak menyerah, sebuah suara samar terdengar dari arah belakang sekolah.

Bukan suara biasa—tapi tawa.

Tawa perempuan… rendah, bergetar, tapi anehnya, menyedihkan sekaligus menakutkan.

Jae-hyun membeku sejenak.

Tawa itu…

Ia mengenalnya. Tawa yang sama seperti waktu Rael menatapnya pertama kali dengan senyum setengah gila di mata yang penuh rahasia.

Tanpa pikir panjang, Jae-hyun berlari. Langkahnya menapaki jalanan gelap menuju gudang belakang sekolah.

Semakin dekat, tawa itu makin jelas—diselingi suara benda jatuh, dan suara seseorang berteriak panik.

“Rael…” bisiknya pelan, napasnya memburu, “Jangan bilang kau di sana…”

Dan begitu pintu gudang itu terbuka, yang pertama ia lihat adalah darah di lantai juga dengan rael di tengahnya, dengan senyum yang terlalu tenang untuk seseorang yang baru saja disiksa.

"Di balik tawa itu, tersembunyi kekuatan yang tak seorang pun bisa pahami.

Setiap pukulan, setiap ejekan, hanyalah bayangan yang menari di hadapannya.

Dan di sana, di tengah gudang yang sunyi, malam menjadi saksi—bahwa jiwa yang seharusnya rapuh kini berdiri, menantang dunia, menantang takdir.

1
Ngực lép
Bikin klepek-klepek!
Zhunia Angel
Gemes deh!
Kakashi Hatake
Bagus banget thor, jangan lupa update terus ya!
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!