NovelToon NovelToon
Bukan Berondong Biasa

Bukan Berondong Biasa

Status: sedang berlangsung
Genre:Beda Usia / Identitas Tersembunyi / CEO / Romantis / Cinta pada Pandangan Pertama / Berondong
Popularitas:12.4k
Nilai: 5
Nama Author: Jemiiima__

Semua ini tentang Lucyana Putri Chandra yang pernah disakiti, dihancurkan, dan ditinggalkan.
‎Tapi muncul seseorang dengan segala spontanitas dan ketulusannya.
‎Apakah Lucyana berani jatuh cinta lagi?
Kali ini pada seorang Sadewa Nugraha Abimanyu yang jauh lebih muda darinya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Jemiiima__, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Dilanda Bahaya

“Gue belum siap buat pakai cincin ini..."

Lucy menggenggam kedua tangannya di atas meja, mencoba mencari kata-kata.

“Lo tau sendiri, kita kenal belum lama ini. Tiba-tiba nikah gitu aja…” suaranya menurun, terdengar ragu. “Rasanya gak masuk akal buat gue.”

Dewa diam. Tatapannya jatuh ke cincin di meja, lalu beralih ke wajah Lucy sebentar sebelum mengalihkan pandangannya. Ada sedikit kekecewaan di matanya, tapi cepat ia sembunyikan di balik nada datarnya.

“Oke,” katanya singkat. “Gue paham. Gak usah dijadiin beban.”

Ia berdiri, mengambil tas dan kunci motor yang tergantung di kursi. “Gue ke kampus dulu. Kabari kalau ada apa-apa.”

Lucy hanya bisa mengangguk pelan. Begitu pintu tertutup, barulah ia sadar—raut wajah Dewa tadi… terasa berbeda.

Dia marah? pikir Lucy.

Dewa menyalakan motornya tanpa banyak pikir. Angin pagi menyambutnya, tapi entah kenapa udara terasa lebih dingin dari biasanya. Di lampu merah, ia menatap pantulan wajahnya di spion — datar, tapi matanya jelas menyimpan sesuatu yang tak tenang.

Ia mengembuskan napas panjang, mencoba meyakinkan diri kalau memang seharusnya begitu. Tapi bagian kecil di hatinya tahu, mendengar Lucy bilang belum siap tetap meninggalkan rasa perih.

Ia baru sadar, selama ini mungkin terlalu berharap.

Bukan berharap Lucy langsung mencintainya. Tapi setidaknya menganggap pernikahan mereka bukan sekadar “kecelakaan keadaan.”

Motor melaju pelan menembus jalanan kampus yang mulai ramai.

Dewa berhenti sejenak di parkiran, menatap cincin di jarinya yang masih ia pakai.

“Belum siap ya…” ia tersenyum miris. “Oke, gue tunggu sampe lo siap.”

Sepeninggal Dewa, suasana rumah mendadak terasa sunyi.

Lucy berjalan pelan menyusuri ruang demi ruang di rumah sederhana itu — setiap langkahnya bergema lembut di lantai yang bersih tapi sepi. Ada perasaan aneh yang tak bisa ia jelaskan, seperti udara dingin yang menempel di kulit tanpa sebab.

Ia berhenti di ruang tamu, menatap dinding polos yang hanya dihiasi jam dan rak buku kecil.

Tak ada satu pun foto keluarga, tak ada potret masa kecil, bahkan tidak ada bingkai berisi senyum siapa pun.

Hening itu terasa janggal.

“Kenapa gak ada satupun foto dia dan keluarga nya, ya?” gumamnya pelan, jemarinya menyusuri permukaan rak yang nyaris kosong.

Hatinya mendadak terasa berat.

Ia sempat bertanya-tanya, seperti apa sebenarnya masa lalu Dewa — tapi segera menggeleng, menepis rasa ingin tahu yang makin tumbuh.

Beberapa saat kemudian, Lucy menepuk jidatnya ringan, mencoba mengembalikan fokus.

Ia baru ingat pintu apartemennya masih terblokir dan perlu segera diperbaiki.

Dengan cepat, ia bersiap, mengambil tas, lalu memesan ojek online.

Tak lupa mengabari dewa.

Gue pulang ke apartemen buat benerin pintu apartemen.

Pesan terkirim.

...****************...

Begitu tiba di apartemen, Lucy langsung disambut petugas teknisi yang sudah ia hubungi sebelumnya.

Mereka berbicara sebentar, membahas sistem keamanan yang sempat terblokir. Dalam waktu tak lama, pintu apartemennya kembali bisa diakses.

“Sudah beres ya, Bu. Silakan dicek,” ujar si teknisi sambil tersenyum ramah.

Lucy mengangguk lega. “Terima kasih, Mas.”

Begitu teknisi itu pergi, suasana apartemen kembali tenang. Hanya suara pendingin ruangan yang terdengar samar di antara dinding.

Lucy menutup pintu, menaruh tasnya di sofa, lalu berbalik hendak menuju dapur.

Ia tidak menyadari bahwa dari celah pintu yang belum terkunci sempurna, seseorang sudah menyelinap masuk — berpakaian serba hitam, wajah tertutup masker dan topi.

Sebelum sempat berteriak, tangan kasar membekap mulutnya dari belakang.

“Mmmph—!!” suara Lucy teredam, tubuhnya meronta panik.

Napasnya terengah, jantungnya berpacu keras. Ia mencoba menendang, memukul, tapi pegangan itu semakin kuat.

“Diam!” desis pria itu pelan namun penuh tekanan.

Lucy terus berjuang melepaskan diri, namun kekuatannya perlahan melemah. Pandangannya mulai buram, suara di telinganya memudar, hingga akhirnya tubuhnya terkulai tak sadarkan diri dalam dekapan orang itu.

Beberapa saat kemudian, Lucy terbangun dengan kepala terasa berat. Pandangannya buram, tubuhnya kaku—baru ia sadari kedua tangannya terikat di belakang tubuhnya. Mulutnya pun tertutup rapat oleh lakban.

Ia mencoba berteriak, tapi yang keluar hanya suara samar dan napas panik.

Seseorang berjongkok di hadapannya.

“Andika.”

Pria itu menyeringai, menatapnya dengan pandangan campuran marah dan gila.

“Lucyana, lucyana... akhirnya lo muncul juga. Tau gak? Gue udah nunggu lama momen ini.”

Lucy menatapnya tajam, penuh benci. Tak ada rasa takut di matanya meski tubuhnya gemetar.

Andika meraih ujung lakban di bibirnya dan menariknya kasar.

KRAKK!

Lucy meringis, udara dingin langsung menyentuh kulitnya.

“Cih,” gumamnya dengan nada getir. “Apa lagi yang lo mau? Duit gue?”

PLAK!

Sebuah tamparan keras mendarat di pipi Lucy memberi bekas kemerahan yang kontras.

Andika mendekat sedikit, nadanya rendah tapi berbahaya.

“Mau gue cuma satu Luc. Lo cabut laporan itu, sekarang!"

Lucy menatapnya, rahangnya mengeras. “Sampai mati pun, gue nggak akan nurutin lo kemauan lo!"

Di pos keamanan Apartemen Gateway Pasteur, Pak Rudi yang sedang duduk sambil menyeruput kopi sore tiba-tiba menatap layar monitor dengan dahi berkerut.

Di kamera lantai tujuh, terlihat seorang pria berpakaian serba hitam dan mengenakan masker masuk ke salah satu unit. Gerak-geriknya mencurigakan.

Ia memperbesar tampilan rekaman. Pria itu masuk tepat saat pintu belum tertutup sempurna, seolah sudah memperhatikan waktu dengan sangat hati-hati.

Tanpa pikir panjang, ia berdiri dan menekan tombol intercom ke petugas patroli di dalam gedung.

“Unit tujuh belas, hati-hati, ada seseorang masuk tanpa akses. Cek segera, mungkin pencuri.”

Namun firasatnya makin tak enak.

Tangannya gemetar sedikit saat ia mengangkat telepon darurat dan menghubungi pihak kepolisian.

“Halo, Polsek Sukajadi? Saya Rudi, petugas keamanan di Apartemen Gateway Pasteur.

Ada pria mencurigakan masuk ke unit penghuni atas nama Lucyana Putri Chandra. Mohon segera kirim bantuan, sepertinya ini darurat.”

“Baik, laporan diterima. Unit terdekat segera meluncur,” jawab petugas di seberang.

Pak Rudi menatap layar monitor lekat-lekat.

Di layar, bayangan pria bertopi itu menghilang di balik pintu unit Lucy.

Napasnya tercekat. Ia tak tahu apa yang sedang terjadi di dalam sana.

Sementara itu, di dalam unit yang sama, suasana sudah jauh berbeda.

Andika semakin mendekat menarik rambut Lucy dengan kasar, menyeret kepalanya ke belakang sampai lehernya terulur.

“Cabut laporan itu sekarang!” desisnya, suaranya pecah oleh amarah. Tangan kirinya meraih sesuatu yang berkilat—pisau kecil yang mendongak di bawah sinar lampu, menambah ancaman di udara. “Sekarang! Atau wajah lo yang… gak seberapa cantik ini gue rusak!"

Sesaat kemudian,

BRAK!!

Suara pintu didobrak keras menggema di seluruh ruangan.

“JANGAN BERGERAK!”

Andika menoleh kaget—pisau masih tergenggam erat. Lucy tersentak, matanya melebar penuh takut.

Beberapa detik yang terasa seperti selamanya.

Suara napas, detak jantung, semuanya bercampur jadi satu.

Polisi menodongkan pistol, langkah mereka mantap mendekat.

“Andika Wijaya! Letakkan senjatanya!”

Tangan Andika bergetar… tapi bukannya menurunkan pisau, ia justru, menarik Lucy lebih dekat ke tubuhnya, pisau menempel di lehernya.

“SATU LANGKAH LAGI, GUE HABISIN DIA!” teriaknya dengan mata merah penuh amarah.

Lucy menahan napas, tubuhnya kaku.

Ujung pisau menekan kulit lehernya, meneteskan setitik darah.

Polisi bersiaga, jari di pelatuk.

Udara di ruangan membeku.

Dan tepat saat Andika hendak bergerak—

DOR!!

...----------------...

DOR! apa yang terjadi selanjutnya??!

Kemana Dewaaa, istrimu dalam bahaya wei 🥺

Pantengin terus kisah Dewa - Lucy, jangan bosen-bosen yaa ✨

Sertakan juga vote, like dan komentar biar neng author semangaat up tiap harinya yaw 🔥😍

See you! 💕

1
Alyanceyoumee
lu mau nyusul Andika ke penjara? sok atuh gas...
Alyanceyoumee
hamdalah aja hamdalah cy...
Alyanceyoumee
waduh ancaman mendekat wa
Alyanceyoumee
ga usah eling... nikmatin aja, halal inih...🤭
Muliana
bukan mikirin, tapi lebih karena takut, kejadian yg sama terulang lagi
Muliana
dari bertukar kabar, hingga nanti berubah, bertukar perasaan /Facepalm//Chuckle/
nuraeinieni
berarti tiap hari dong nih peneror ganti no;hanya ingin meneror dewa,habis di pake langsung di buang,jd nggak bisa di lacak siapa peneror nya.
Jemiiima__: se effort itu memang penerornya 🙄
total 1 replies
Iqueena
orang gak ngapa2in juga 😭. Tapi gppa lah, lebih baik bgtu🤣
Iqueena
kirain lu yang lepas 🤣
Jemiiima__: kali ini dewa msh suci /Facepalm/
total 1 replies
Iqueena
coba lanjut tidur udah mimpi indah itu 😭
Iqueena
Gayamu lucyyyy🤣
Iqueena
huhhhhh, syukur dewa datang tepat waktu
Nuri_cha
Dewa blm bilang sapa2 ya kalo dia dah nikah?
Nuri_cha
mulai berasa cemburu ya Luc?
Nuri_cha
ternyata dewa punya mata batin. bisa liat dgn mata tertutup. wkwkwkwk
Nuri_cha
Aaah, knp bilangnya pas Lucy pingsan. dia gak denger atuh Wa. nnt ulang ya kalo dah bangun
Xlyzy
Ahhh mati aja Lo di penjara situ
Xlyzy
ugh mantep
𝙋𝙚𝙣𝙖𝙥𝙞𝙖𝙣𝙤𝙝📝
semngat lucy ☺ semoga keadilan menyertaimu ya🫂
@pry😛
cp sih.... bs jlskn np bgt
Jemiiima__: siapaa yaaa 🙄😂
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!