Christian Edward, seorang yatim piatu yang baru saja menginjak usia 18 tahun, dia harus keluar dari panti asuhan tempat ia di besarkan dengan bekal Rp 10 juta. Dia bukan anak biasa; di balik sikapnya yang pendiam, tersimpan kejeniusan, kemandirian, dan hati yang tulus. Saat harapannya mulai tampak menipis, sebuah sistem misterius bernama 'Hidup Sempurna' terbangun, dan menawarkannya kekuatan untuk melipatgandakan setiap uang yang dibelanjakan.
Namun, Edward tidak terbuai oleh kekayaan instan. Baginya, sistem adalah alat, bukan tujuan. Dengan integritas yang tinggi dan kecerdasan di atas rata-rata, dia menggunakan kemampuan barunya secara strategis untuk membangun fondasi hidup yang kokoh, bukan hanya pamer kekayaan. Di tengah kehidupan barunya di SMA elit, dia harus menavigasi persahabatan dan persaingan.sambil tetap setia pada prinsipnya bahwa kehidupan sempurna bukanlah tentang seberapa banyak yang kamu miliki, tetapi tentang siapa kamu di balik semua itu.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon BlueFlame, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 17. Langkah pertama
Malam itu, apartemen Edward terasa lebih kecil dari biasanya. Misi "Membangun Kerajaan" terpampang di layar sistem, sebuah proyeksi yang terasa lebih berat daripada seluruh buku di perpustakaan sekolah. Rp 500 juta.
Sebuah kantor.
Sebuah startup.
Edward duduk di lantai, memandangi jalan-jalan kota yang berkilauan. Pikirannya yang logis menganalisis situasi dengan dingin. Dia adalah seorang jenius, ya dia cukup sadar akan hal itu. Tapi dia adalah seorang jenius tanpa pengalaman. Dia tahu cara memecahkan masalah, tapi dia tidak tahu cara membangun perusahaan dari nol. Dia tahu cara membuat kode, tapi dia tidak tahu cara mengelola tim, mencari investor, atau menavigasi hukum bisnis.
Felix dan Sarah? Mereka adalah sekutu yang hebat di medan perang kompetisi. Felix adalah seorang teknisi yang brilian, Sarah adalah seorang analis yang tajam. Tapi meminta mereka untuk membangun perusahaan sekarang akan seperti meminta tiga prajurit elit untuk memimpin seluruh perang. Mereka akan kewalahan. Ini tidak adil bagi mereka, dan berisiko bagi misinya.
Dia butuh seorang arsitek¹. Seseorang yang sudah membangun gedung pencakar langit. Edward butuh seseorang yang berpengalaman, cerdas, dan—yang paling penting—sudah terbakar oleh api dunia nyata.
Edward membuka laptop barunya. Dia tidak lagi mencari teman. Dia sedang berburu.
Selama tiga hari, Edward menghabiskan waktunya di luar sekolah. Dia menggunakan akses "Global Academic Archive" tidak untuk mencari jurnal ilmiah, tapi untuk mencari makalah konferensi teknologi yang gagal, laporan tahunan perusahaan startup yang bangkrut, dan diskusi di forum-forum developer yang sudah lama tidak aktif. Dia mencari jejak digital dari seorang jenius yang pernah gagal.
Dia menemukannya di sebuah arsip berita teknologi dari dua tahun lalu. Sebuah artikel berjudul "Nusantara Tech, Startup Lokal Berpotensi Unicorn, Gulung Tikar". Artikel itu menceritakan betapa canggihnya platform AI yang mereka kembangkan, tapi perusahaan itu runtuh karena manajemen yang buruk dan investor yang terlalu tamak.
Nama CTO-nya disebutkan sekali di paragraf terakhir: 'Hendra Wibowo'.
Disebutkan sebagai "otak di balik seluruh arsitektur teknis yang, sayangnya, tidak bisa menyelamatkan perusahaan dari keserakahan manusia."
Edward menggunakan skill `Traceroute Digital`-nya. Dia menelusuri nama itu, menemukan jejak-jejak lama: akun GitHub yang sudah tidak aktif selama bertahun-tahun, beberapa komentar di forum Stack Overflow yang sangat brilian, dan sebuah alamat email lama yang mungkin masih aktif.
Dia mengirim email singkat.
`Subjek: Konsultasi Masalah Teknis`
`Pak Hendra, saya menemukan nama Anda dari arsip lama. Saya memiliki masalah yang sangat spesifik dengan optimasi algoritma prediktif pada dataset yang tidak terstruktur. Saya bersedia membayar untuk waktunya. Terima kasih.`
Dia tidak menyebutkan bisnis atau investasi. Itu akan menakut-nakuti targetnya. Dia hanya memancing dengan satu-satunya hal yang bisa menarik seorang jenius sejati: sebuah masalah yang menarik.
Dua hari kemudian, dia mendapat balasan. Hanya satu kalimat.
`Datang ke "Kompuservice" di Jalan Kenanga no. 12. Jam 2 siang.`
"Kompuservice" adalah sebuah toko kecil dan kumuh di sebuah gang. Papan namanya pudar, dan dari dalam tercium bau solder dan debu. Di dalam, rak-rak penuh dengan komputer dan perangkat elektronik tua yang menunggu untuk diperbaiki.
Di belakang meja yang penuh dengan komponen elektronik, seorang pria paruh baya dengan kacamata resep dan baju kotor sedang asyik menyolder sebuah motherboard. Rambutnya acak-acakkan, dan jari-jemarinya hitam karena jelaga. Ini adalah Hendra.
"Punya masalah apa?" tanyanya tanpa menoleh, suaranya serak.
Edward meletakkan laptopnya di meja. "Saya mencoba membuat model prediksi untuk rantai pasokan, tapi algoritma saya terlalu lambat saat menghadapi variabel acak yang masuk secara real-time. Saya sudah coba menggunakan beberapa metode clustering, tapi hasilnya masih tidak optimal."
Hendra akhirnya menoleh, matanya yang tajam di balik kacamata itu menganalisis Edward. "Anak SMA, ya? Dari mana kamu belajar soal model prediksi?"
Edward tidak menjawab. "Bisakah Anda membantu?"
Hendra menghela napas, seolah-olah sedang diganggu. Tapi matanya menunjukkan sedikit rasa ingin tahu. Dia mengambil laptop Edward, membuka kode yang Edward persiapkan sebelumnya. Matanya bergerak cepat, menyapu baris demi baris kode yang ditulis Edward.
"Hrmph," gumamnya setelah beberapa menit. "Struktur datamu berantakan. Kamu menggunakan pendekatan brute force di sini. Ini membuang sumber daya." Jari-jemarinya yang hitam menari di atas keyboard, mengubah beberapa baris kode, menambahkan fungsi baru, dan mengoptimalkan alur logikanya.
Dia menekan Enter. Kode yang tadinya membutuhkan waktu 30 detik untuk dijalankan, kini selesai dalam kurang dari dua detik.
Edward menatap hasilnya, terkesan. Pria ini benar-benar jenius.
"Bayarnya 500 ribu," kata Hendra singkat, lalu kembali ke motherboardnya.
Edward membayarnya. Saat Hendra akan mengembalikan laptopnya, Edward berkata, "Itu bukan masalah yang sebenarnya."
Hendra berhenti. "Apa maksudmu?"
"Masalah sebenarnya adalah bagaimana cara menjual program ini kepada orang yang tidak memahami dan tidak tau cara membuatnya," kata Edward dengan tenang.
Hendra menatapnya lagi, kali ini dengan tatapan yang lebih fokus. Edward melanjutkan, "Saya punya ide. Sebuah platform yang disebut Catalyst AI. Sebuah asisten AI yang dirancang untuk UKM. Mereka memasukkan data kotor, dan kami memberikan mereka wawasan bersih. Contohnya 'Promo di hari Rabu tidak efektif.' 'Pelanggan A kemungkinan besar akan menyukai produk B.' Kami menjual kejelasan, bukan kode."
Edward berhenti, membiarkan idenya melayang di ruangan yang berantakan itu. "Saya punya modal. Tapi modal tanpa arsitek yang tepat hanyalah tumpukan batu bata. Saya membaca tentang Nusantara Tech. Itu bukan kesalahan teknologi. Itu kesalahan manajemen. Saya bukan mereka. Saya tidak akan pernah mengorbankan visi teknis untuk keuntungan jangka pendek."
Tepat saat itu, sebuah notifikasi muncul di layar sistem Edward, dipicu oleh komitmennya pada misi.
**Hadiah Misi 'Membangun Kerajaan' (Tahap 1) Terpicu!**
**Hadiah: Bakat: [Visi Bisnis Intuitif] (Aktif)**
Skill itu langsung memberinya dorongan. Dia melihat ke mata Hendra, bukan hanya seorang teknisi yang frustrasi, tapi seorang visioner yang patah semangat.
"Saya tidak meminta Anda untuk bekerja untuk saya," kata Edward, suaranya penuh keyakinan. "Saya meminta Anda untuk membangun kembali visi Anda. Bersama saya. Saya akan menjadi CEO, Anda akan menjadi CTO. Anda akan memiliki kebebasan penuh di sisi teknis. Saya akan menangani sisanya."
Hendra diam untuk waktu yang sangat lama. Dia menatap Edward, lalu ke laptopnya, lalu kembali ke Edward. Ada perang antara sinisme dan percikan harapan di matanya.
"Anak muda yang berbicara besar," akhirnya Hendra berkata, suaranya rendah. "Aku sudah mendengar itu sebelumnya."
"Kalau begitu, beri saya sebuah tes," tantang Edward. "Uji saya. Beri saya masalah yang tidak bisa diselesaikan oleh uang atau apapun itu."
Hendra tersenyum tipis, senyum pertama yang muncul di wajahnya. "Baik. Kamu datang ke sini dengan ide. Itu Bagus. Tapi ide itu tidak ada artinya tanpa eksekusi. Kembali ke sini dalam satu minggu. Bawakan aku prototype dari algoritma inti Catalyst AI. Bukan konsep, bukan juga presentasi. Tapi Kode yang bisa berjalan. Jika kamu bisa melakukannya, kita akan bicara."
Dia mengembalikan laptop Edward. "Sekarang, pergi. Aku punya motherboard yang harus disembuhkan."
Edward mengangguk, mengerti tantangannya. Ini bukan jalan pintas. Ini adalah apa yang dia inginkan. Dia harus membuktikan dirinya, bukan dengan uang, tapi dengan kemampuan.
Saat dia keluar dari toko kumuh itu dan kembali ke bawah sinar matahari, ponselnya bergetar. Sebuah pesan dari nomor tidak dikenang.
"Performa yang mengesankan di Decathlon, Tuan Edward. Tapi beberapa permainan dimainkan di papan yang berbeda. Berhati-hatilah di mana pun Anda meletakkan bidak Anda."
Edward membaca pesan itu, lalu menatap ke arah kota. Dia punya satu minggu untuk membangun prototype. Dan di luar sana, seekor anjing garang sedang mempersiapkan diri untuk menggigit kapan saja.
Tekanannya semakin besar, tapi Edward merasa lebih hidup dari sebelumnya.
***
**Catatan**
¹Arsitek di dunia bisnis teknologi adalah orang yang merancang berbagai hal supaya teknologi dan bisnis bisa berjalan lancar.