Heavenhell Athanasia Caventry pernah percaya bahwa cinta akan menyelamatkan hidupnya. Namun, lima tahun pernikahan hanya memberinya luka: suami yang mengkhianati, ibu yang menusuk dari belakang, dan kehilangan terbesar, bayi yang tak sempat ia peluk. Saat ia memilih mengakhiri segalanya, dunia ikut runtuh bersamanya.
Namun takdir memberinya kejutan. Heavenhell terbangun kembali di masa remajanya, sebelum semua penderitaan dimulai. Dengan ingatan masa depan yang penuh darah dan air mata, ia bertekad tidak lagi menjadi pion dalam permainan orang lain. Ia akan menjauh dari Jazlan, menantang Loreynzza ibu yang seharusnya melindungi, dan membangun kehidupannya sendiri.
Tapi kesempatan kedua ini bukan sekadar tentang mengubah masa lalu. Rahasia demi rahasia yang terkuak justru menggiring Heavenhell pada jalan yang lebih gelap… sebuah kebenaran yang dapat membalikkan segalanya.
Kesempatan kedua, apakah ini jalan menuju kebebasan, atau justru jebakan takdir yang lebih kejam?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Eireyynezkim, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Semoga Bukan Kejadian Buruk
Seperti biasa, Heavenhell menunggu supirnya dibangku halte bis. Salahnya juga yang berpesan kepada supirnya jika beliau harus berhati-hati dalam berkendara, biar lambat asal selamat. Dan yah disinilah dirinya berada menunggu dijemput. Mana udah 5 menit lagi, capek banget. Untungnya si Ale-ale itu tidak nongol didepannya karena latihan basket di lapangan sekolah sehingga ia bisa menghirup udara segar sekarang.
"Eh, ketemu lagi kita."
Seketika mood Heavenhell turun drastis. Mengapa ia bisa lupa jika selain Ale-ale, ada Alvarez yang kemungkinan muncul jika ia sendiri. Dengan senyum kaku ia menengokkan kepalanya menatap Alvarez yang duduk disampingnya. Ingin mengusir tapi itu tidak eling jika dilakukan kepada kakak kelas.
"Hai, kak Alvarez," sapa Heavenhell mencoba ramah.
"Lo keknya hampir setiap hari deh nungguin supir lo. Gue jadi heran, disini yang majikan lo atau supir lo," kekeh Alvarez membuat Heavenhell diam-diam membenarkan perkataan tersebut. Harusnya kan ia yang ditunggu kenapa malah sebaliknya. Sepertinya ada yang salah.
"Ya gitu deh, kak. Mau gimana lagi daripada gue jalan kaki kan pulangnya lebih berabe lagi, mau naik taksi tapi ongkosnya lumayan. Jadi yaudah dinikmatin aja, kakak sendiri belum balik?"
"Tadi gue abis kasih sedikit arahan sama tim basket yang baru untuk persiapan tanding minggu depan. Katanya sebagai mantan kapten tim basket gue mesti kasih sedikit arahan dan juga masukan."
Heavenhell menganggukan kepalanya mengerti.
Relevan juga sih, pengalaman Alvarez di lapangan memang perlu diperhitungkan. Skillnya hampir samalah dengan Jazlan, cuman si Jaz-lan-jaz-lan itu lebih tinggi dibanding Alvarez. Cuma beda 5 cm.
"Trus kenapa kakak belum balik?"
Alvarez menyandarkan bahunya ke bangku halte dan tersenyum kecil kearah Heavenhell. "Balik? Gimana bisa gue ngebiarin lo nunggu sendirian disini? Kalau lo kenapa-kenapa kan gue yang repot."
Heavenhell menautkan alisnya bingung.
" Maksudnya?"
"Iya repot, hati dan pikiran gue repot mikirin apa lo baik-baik aja disini. Apa ada yang gangguin lo kalo gue nggak temenin lo, dan masih banyak lagi. Jadi daripada gue ovt mending gue mastiin lo benar-benar pulang dengan selamat baru gue bisa tenang," jelas Alvarez membuat Heavenhell mengerjapkan matanya. Berusaha mencerna ucapan Alvarez barusan.
Maklum di kehidupan masa lalunya, ia jarang diberikan asupan keuwuan oleh Jazlan makanya ia lemot dalam masalah beginian.
"Eh, nggak usah gitu juga kali kak. Gue baik-baik aja kok, gue nggak mau membebani orang lain."
Alvarez mencondongkan kepalanya kearah Heavenhell. "Kalau gitu buat gue berhenti mikirin lo."
Heavenhell menelan ludahnya gugup dengan situasi ini. Pipinya otomatis memerah karena ucapan Alvarez. Sial, ia diserang tepat di hatinya sehingga ia tidak bisa bersuara. Heavenhell memalingkan wajahnya untuk mencegah Alvarez semakin dekat dengannya, ia harus ingat kalau pria didepannya ini adalah masa depan Aretha. Entah itu masa sekarang maupun masa lalu. Jodoh adalah misteri begitupun dengan kematian.
"Lo suka bunga, nggak?" tanya Alvarez kembali kepada posisinya tadi.
"Emm.. Suka," jawab Heavenhell.
"Bunga apa?"
"Bunga mawar merah."
Alvarez menengok kearah Heavenhell yang fokus menatap kearah depan. "Mawar merah, yah?"
Heavenhell mengangguk pelan. Ingatannya kembali berputar saat ia kecil dulu sering bermain di taman bunga mawar milik kakek dan neneknya. Saking sukanya ia selalu memetiknya ketika bunga mawar itu mekar dan membuat flower crown. Berharap ia bisa menghadiahkannya pada Loreynzza jika ia berkunjung lalu ia diperbolehkan untuk kembali tinggal bersamanya.
Tapi sudah ratusan purnama berlalu, Loreynzza hanya datang berkunjung sesekali dan itupun hanya beberapa hari tidak pernah sampai seminggu karena Aretha akan menelfon dan menyuruh Loreynzza pulang. Sehingga belum sempat Heavenhell memberikan flower crown itu, Loreynzza sudah pulang tanpa berpamitan dengannya. Dan anehnya semua anggota keluarga seolah tidak keberatan dengan hal itu dan menganggap itu hal yang lumrah karena Loreynzza sudah memiliki kehidupan baru. Tanpa dirinya tentu saja.
Heavenhell hampir menitikkan air matanya ketika mengingat masa kecilnya yang pahit. Inner childnya yang malang. Disaat anak-anak lain bisa bermain sepuasnya, Heavenhell hanya bisa berpuas diri dengan membantu nenek dan kakeknya di ladang untuk mengais rezeki. Mau bagaimana lagi, jika ia tidak melakukannya maka ia tidak bisa makan. Urusan perut tidak bisa diganggu gugat bukan.
Tinn...
Tinn..
Akhirnya mobil jemputan Heavenhell tiba dan terparkir dengan mulus didepannya. Untungnya pak supirnya datang tepat waktu, hampir saja ia mewek disamping Alvarez karena mengingat kenangan masa lalunya. Kan tidak lucu juga nanti dikiranya ia sedang sawan.
"Emm.. Kak, gue duluan yah," pamit Heavenhell sembari berdiri dari kursi halte dan bersiap berjalan kearah mobil jemputannya.
Grepp..
Alvarez meraih tangan Heavenhell dan mencegahnya berjalan lebih jauh. Gadis itupun berbalik menatap Alvarez yang menatapnya intens.
"Lo pacaran sama Jazlan?" tanya Alvarez tiba-tiba membuat Heavenhell tersentak kaget. Ia refleks menggeleng. Pacaran sih tidak tapi nikah iya, yah walaupun itu di kehidupan lalu mereka sih tapi kan sama aja.
"Oh, bagus deh. Gue juga nggak minat suka sama punya orang. Sana gih pulang, muka lo udah kusut banget pengen langsung rebahan," ucap Alvarez melepaskan cekalan tangannya dari Heavenhell.
Gadis itu mengerjapkan matanya sejenak sebelum akhirnya mengangguk lalu bergegas kearah mobil jemputannya. Kenapa semakin hari Heavenhell merasa jika Alvarez bertingkah aneh padanya bikin merinding.
......................
Heavenhell menguap sesaat ketika dirinya tengah belajar bersama Kaneeisha di perpustakaan sekolah. Salahnya juga yang mengiyakan ajakan Kaneeisha tadi untuk belajar Fisika bersama. Kalau begini ia rasanya seperti di nina bobokan oleh semua rumus-rumus di depannya matanya ini. Mana Kaneeisha terlihat sangat bersemangat lagi membuatnya ia semakin merasa menjadi manusia bodoh sekarang.
Brak!!!
Suara pintu perpustakaan yang dibuka dengan agak keras mengagetkan Heavenhell dan Kaneeisha yang kebetulan hanya mereka penghuni ruangan itu. Terlihat dua orang siswa tengah menatap mereka yang kalau dilihat dari seragamnya sih sepertinya mereka berdua adalah kakel. Tapi apa urusannya dengan mereka?
"Diantara lo berdua yang namanya Heavenhell yang mana?" tanya salah satu dari mereka. Sontak kedua gadis itu saling menunjuk satu sama lain. Kaneeisha membulatkan matanya ketika mendapati Heavenhell menunjuk dirinya.
"Jadi yang bener yang mana, kita nggak ada maksud buat ngebully cewek yang namanya Heavenhell."
Heavenhell menatap keduanya berniat untuk melihat kesungguhan di mata mereka. Tapi tampaknya mereka tidak bercanda deh karena tampang mereka bukan tampang pembully. Apa dia ngaku aja kali yah?
"Emmm.. Gue kak," jawab Heavenhell kikuk.
Keduanya menatap Heavenhell sejenak lalu mengangguk. "Lo lagi sibuk belajar buat ulangan atau gimana?"
"Eh.. Anu.. Cuma belajar biasa doang sih kak, nemenin temen gue," jawab Heavenhell.
"Kalau gitu bisa ikut kita sebentar ke lapangan sekolah nggak? Ada sesuatu yang penting. Lo ajak aja temen lo itu kalau lo takut diapa-apain," kata salah satu dari mereka lagi.
Heavenhell menahan ludahnya kasar, ada apa ini? Kenapa tiba-tiba seperti ini? Apa yang menunggunya? Apa ia akan dibully? Tapi salahnya apa? Ia tidak mengganggu siapapun kecuali ehem Aretha? Apa ini ada hubungannya dengan gadis itu? Tapi kenapa? Ia kan tidak melakukan apapun? Sial.
"Bisa cepet dikit nggak, bentar lagi bel masuk."
Kaneeisha menyenggol tangan Heavenhell yang berada diatas meja membuat gadis itu tersentak. Dengan pelan Heavenhell mengangguk dan mulai membereskan bukunya disusul oleh Kaneeisha. Kedua gadis itu berjalan dengan kikuk dibelakang kedua kakel tersebut. Moga-moga bukan kejadian buruk.