Hati Nadia pecah berkeping-keping mendengar Asri, sang ibu mertua menyuruh Arkan untuk menikah lagi didepan matanya.
"Kamu kan, juga butuh penerus untuk usahamu. Kalau Bilqis kan, beda. tetap saja bukan darah dagingmu, keponakanmu ya selamanya begitu."
Percakapan di meja makan tiga minggu lalu itu masih jelas terpatri di benak Nadia.
Meski sang suami selalu membela dengan berkata bahwa pernikahan itu bukan tentang ada dan tidaknya keturunan didalamnya, melainkan tentang komitmen dua orang untuk selalu bersama dalam suka dan duka.
Hingga suatu malam Nadia menemukan sesuatu di dalam telepon genggam Arkan. Sesuatu yang membuat dunia Nadia runtuh seketika.
Apa yang Nadia temukan? Lalu bagaimana Nadia menyikapinya?
Lalu bagaimana dengan Dio, yang muncul tiba-tiba dengan segudang rahasia gelap dari masa lalu nya? Mungkinkah mereka saling menabur racun diatas hama? Atau justru saling jatuh cinta?
Ikuti kisah mereka, dalam Kau Berikan Madu, Maka Ku Berikan Racun. 🔥🔥🔥
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Jee Ulya, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Perempuan Polos Dari Desa
Sekilas siapapun akan mengira melihat gadis polos dan tampak penurut jika melihat Ayu saat ini. Padahal dibalik kepang dua rambutnya, ada masa lalu yang tak bisa dicuci bersih begitu saja. Bau alkohol, lampu temaram serta suara lelaki yang memanggil namanya dengan mesra.
Ia pergi diam-diam dari kampung halamannya berdalih untuk ikut keluarga Nadia. Nyatanya ia sedang dalam masa pencarian para debt collector untuk menagih utangnya selama menjadi pemandu karaoke di kota kabupaten dulu.
Ayahnya yang kabur, meninggalkan setumpuk kewajiban, memaksakannya harus tinggal seorang diri dengan ibunya yang sakit-sakitan dengan jerat hutang. Semasa SMA ia menghabiskan waktunya bukan hanya dengan belajar.
Melainkan dengan diam-diam bekerja di tempat karaoke remang-remang, bukan lain awalnya hanya berniat untuk membantu meringankan beban orangtuanya yang setiap hari didatangi para penagih. Hingga lingkungan kotor mempengaruhi gaya hidupnya, bukan hanya menemani bernyanyi, ia sudah mulai 'dibungkus' sana-sini.
Mengandalkan tubuh molek dan senyum indahnya untuk membius para lelaki hidung belang. Memaksakan diri agar terlihat mentereng, Ayu memberanikan dirinya untuk berhutang pada rentenir seperti Ayahnya dulu.
Wajar saja bila kulitnya bisa semulus salju, dia bukan gadis desa biasa. Wajahnya sudah biasa dipoles sedemikian rupa dengan berbagai krim-krim kecantikan. Bibir mungilnya yang tampak merah alami itu juga hasil dari sulam dari salon abal-abal kabupaten.
"Bajumu ada yang lain ngga, Yu?" selidik Nadia saat mereka sedang bersama di dapur.
"Maaf, Bu. Kalau yang lebih bagus ngga ada. Saya cuma bawa tiga setelan rok dan beberapa daster aja bu," Ayu menunjuk daster bunga-bunga sebetis yang dipakainya.
Sedikit longgar, agar tidak memperlihatkan bentuk asli tubuhnya.
"Begini," ujar Nadia, "semalem kamu udah saya bilangin ke mas Arkan, coba dulu kamu bekerja di kantor. Kebetulan, sekretaris lamanya baru resign, mau nikah katanya. Nanti kalau cocok lanjutin, kalau ngga cocok ya kamu kerja di cafe saya." panjang lebar Nadia menjelaskan kemauannya.
"T-tapi bu, saya kurang berpengalaman bekerja di kantor. Pakaian saya juga..."
"Beli aja dulu nanti," potong suara dibelakang, "biar dianter sama istriku sebelum berangkat ke kafe. Nanti anterin ke kantor ya, Sayang?" Suara bariton Arkan mendirikan bulu kuduk Ayu. Pipinya memanas tanpa sebab. Pikirannya mengacau mengambang ke kejadian tadi malam.
Seusai melihat bahu bidang majikan lelakinya. Ia tidak lagi bisa tidur nyenyak, sebelum akhirnya terlelap dengan mimpi yang tidak senonoh dan mewajibkannya keramas pagi tadi.
"Ah iya. Bisa, sayang." Nadia menyerahkan kotak bekal buatannya untuk sang suami.
"Aku berangkat dulu. Bilqis udah siap dimobil kan?" Arkan memeluk pinggang istrinya itu di hadapan Ayu.
Nadia hanya mengangguk lalu menerima kecupan singkat dan manis di bibirnya. Ayu yang tidak membalikkan badan itu hanya menggigit bibir bawahnya kuat-kuat menahan hasrat yang bergejolak di batinnya.
Ia telah terperangkap pada pesona majikannya, menumbuhkan niat terselubung untuk menanam duri pada rumah tangga orang yang berbaik hati menolongnya.
Ia tahu betul kapan harus bicara lembut, dan kapan hanya cukup menunduk manja. Godaannya bukan dengan kata, tapi dengan tatapan yang dibuat seolah tak sengaja.
Prank!!
Ayu sengaja menjatuhkan cangkir dengan kopi panas didalamnya untuk menarik perhatian Arkan. Sedangkan yang menjadi target hanya melirik dingin sekilas, lalu kembali berpaling pada dokumen yang harus dia setujui.
Beling keramik itu coba diambilnya perlahan, hingga sedikit menggores jarinya. "Ah!" Ayu menyesap jarinya penuh sandiwara. Surai panjangnya yang kini digerai berhamburan dramatis ke samping badannya.
"Sudah panggil OB saja, Yu. Bajumu basah. Ada baju ganti?" Arkan yang merasa fokusnya terganggu akhirnya menanggapi.
"Maaf, Pak" sesal ayu penuh kepalsuan.
Ia berniat ke toilet khusus karyawan, namun kali ini ia benar-benar tidak tau harus pergi ke arah mana.
"Ma-af pak, harus kemana ya arahnya kalau ke toilet?"
"Ganti disana aja" tunjuk Arkan pada pintu di pojok ruangan.
Tentu saja Ayu kegirangan, Ia tidak perlu memancing tetapi ikan mendatangi umpannya. Ia bergegas keluar mengambil baju ganti yang sengaja ia siapkan diluar.
Atasan putih dengan kancing yang seharusnya bisa untuk menutup hingga bagian dada, namun dengan sengaja Ayu melepas dua kancing teratas nya. Ia padukan dengan rok hitam ketat sedikit diatas lutut.
Ia sengaja membeli beberapa setelah pagi tadi, sesuai permintaan Nadia. Namun yang tidak Nadia ketahui justru Ayu memilih pakaian yang sedikit terbuka tanpa menunjukkannya pada sang majikan.
"Maaf, Ayu. Tolong lain kali kancingnya dipasang dengan benar, ya. Saya agak terganggu." Pinta Arkan saat Ayu memberikan dokumen untuk ditandatangani.
"Oh, baik pak. Maaf" buru-buru Ayu mengancingkan kemejanya di depan Arkan. Tentu saja dengan pura-pura canggung. Yes!! lagi-lagi umpan Ayu termakan.
Dering dari smartphone tipis di saku Arkan mengalihkan kecanggungan diantara mereka. Tertulis dari My World ❤️ sebuah panggilan video masuk.
"Papa gimana hari ini?" suara renyah dari seberang memantik senyum lebar pria matang itu.
"Baik dong, kalau Bilqis gimana hari ini?" sapanya pada gadis mungil di layar.
"Seneng banget, Bilqis lagi makan kue di cafe nya Mama. Enyaak bang-eet. Papa mau?" tampaknya gadis kecil itu berbicara sambil makan.
"Mau doong, Aaa" sang Ayah pura-pura membuka mulut menerima suapan. "eh Mama mana? Kok pakai hp nya Mama?" Arkan mencari sang istri.
"Lagi ada orang beli. Papa kangen ya?" ledek Bilqis untuk Ayahnya.
"Iya niih, sampein doong salam ciuum dari Papa yaa?"
Di tempat lain seorang laki-laki kisaran 30 tahunan sedang duduk di hadapan jendela besar, mengulum senyum mengamati tingkah lucu bocah berbando beruang yang sedang menciumi manja pipi ibunya.
Es dalam gelas kopinya yang mulai mencair menyatu dengan minuman hitam di sekelilingnya. Menandakan ia sudah cukup lama berada disana. Ia meneguk pelan minumannya yang tinggal sedikit itu. Kemudian berdiri menyampirkan sneli putih di tangannya bergerak menuju pintu kaca sebelum menghilang keluar.
Nadia menatapnya sekilas, mengangguk lalu tersenyum tipis saat bertemu mata dengannya. Sekadar ucapan terima kasih sebagai pemilik tempat usaha kepada pelanggan barunya yang tampak terasa familiar.
...****************...
"Ayu! Kesini!" tatapan tidak bersahabat dari Arkan seakan menghunus jantung manusia yang dipanggilnya itu.
Ayu tergopoh-gopoh menghampiri bos nya itu kearah toilet. Aura penuh amarah menyertai panggilan itu.
"Apa ini?!" tunjuk Arkan pada benda yang menggantung di kapstok toilet khusus miliknya. Sebuah bra berenda warna hitam menumpuk dengan turtleneck knit yang ketumpahan kopi milik Ayu tadi pagi.
Sang empunya hanya menunduk tak berani bersuara. Berbeda dengan hatinya yang bersorak gembira. Tentu ada niat terselubung dari semua ini.
"Ini hari pertama kamu kerja, jika kamu berniat bekerja sama dengan saya tolong bersikap profesional. Jika niat terselubung kamu untuk menggoda saya? Maaf saya punya anak dan istri! Dan silakan pergi dari kehidupan keluarga saya! Catat itu!"
Ayu tetap diam. Tangannya mengepal di sisi tubuh. Perlahan ia mengangkat wajahnya, menatap Arkan. Tatapannya bukan milih seorang korban. Melainkan milik pemburu yang baru saja menemukan jalannya.
jangnlah dulu di matiin itu si ayunya Thor..Lom terkuak Lo itu kebusukan dia ..biar tmbh kejang2 itu si asri sama Arkan kalo tau belang ayu..
dengan itu sudah membuktikan..kalo ternyata ayu bukan hamil anak arkah..hahahahahahahaha..sakno Kowe..