NovelToon NovelToon
Janda Melati

Janda Melati

Status: sedang berlangsung
Genre:Selingkuh / Ibu Mertua Kejam
Popularitas:5.7k
Nilai: 5
Nama Author: santi damayanti

sebuah cerita sederhana seorang melati wanita sebatang kara yang memilih menjadi janda ketimbang mempertahankan rumah tangga.

jangan lupa like dan komentar
salam autor

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon santi damayanti, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

jm 17

Arga masuk ke kamar mandi dengan langkah gontai, terasa tak bersemangat. Bajunya ia lempar begitu saja secara sembarangan, lalu tubuhnya segera disiram air. Busa sabun menempel di seluruh badan, namun baru ia sadari kalau tidak membawa handuk.

Hampir saja Arga berteriak memanggil Melati. Dalam hati ia bergumam, “Bahkan untuk hal kecil saja aku masih bergantung pada Melati.”

Akhirnya ia keluar kamar mandi dengan telanjang bulat. Pandangannya menyapu ke seluruh ruangan, tapi tetap tak menemukan handuk. Ia pun mengambil selimut dan menggosok-gosok tubuhnya dengan kain itu.

Sesudahnya, Arga mencari baju kerja. Hampir saja ia berteriak, “Melati, di mana baju kerjaku?” Tangannya mengepal, matanya memerah, giginya gemeretak. Lemari yang tadinya rapi kini berantakan oleh ulahnya.

“Tuhan, kenapa aku sangat bergantung pada Melati?” desahnya penuh frustrasi.

Namun, pandangannya kemudian tertuju pada meja kerja. Ternyata baju kerjanya sudah terlipat rapi di sana. Sedari tadi baju itu ada, hanya saja ia tidak menyadarinya.

“Astaga… Melati masih sempat menyiapkan bajuku sebelum pergi. Itu berarti… dia masih mencintaiku.”

Arga meraih baju itu, menghirupnya dalam-dalam seolah berharap kehangatan Melati masih tertinggal di kain. Ia mencium baju itu, lalu berbisik, “Kamu hanya marah sebentar, Melati. Kamu pasti kembali.”

Dengan tergesa ia mengenakan pakaian itu. Penampilannya kali ini agak berantakan, jauh dari biasanya yang selalu rapi.

Arga keluar dari kamar. Di meja makan, Ibu Mega sudah duduk dengan wajah masam.

“Arga, sarapan dulu,” ucapnya sambil menggeser kursi.

Arga duduk di sebelah ibunya. Ia menghela napas panjang. Biasanya Melati yang menyiapkan semua: menarik kursi, mengambilkan piring, mengelapnya dengan tisu, lalu menuangkan nasi.

“Kenapa diam saja, Ga?” tanya Ibu Mega heran.

“Sendoknya di dapur, ya, Bu?”

“Iya, Ibu lupa. Ambil saja sendiri,” jawab Ibu Mega.

Lalu, ia mengambil sendok bekas pakaiannya sendiri, mengelapnya dengan kain daster, dan menyodorkannya. “Pakai saja ini.”

Arga menelan ludah. Menerima sendok itu membuatnya jijik, tapi menolak bisa menyinggung perasaan ibunya. Akhirnya, dengan berat hati, ia mengambil sendok tersebut.

Arga menyendok nasi uduk yang dibeli ibunya secara online dengan sendok bekas yang baru saja dipakai ibunya. “Ternyata Melati yang tak bersekolah tinggi lebih paham kebersihan ketimbang Ibu, yang selalu mengagungkan pendidikan tinggi.” Ucapan itu hanya bergema dalam benaknya, tak mungkin ia keluarkan lewat mulut.

Selama dua tahun pernikahan, baru kali ini Arga sarapan bukan masakan Melati. Hampir tak pernah Melati absen menyiapkan makanan pagi. Mungkin terakhir kali sebelum perceraian, ketika Melati sempat sakit. Waktu itu Arga hanya bisa sarapan roti gosong buatan ibunya.

“Kesal sekali Ibu sama Tika,” keluh Ibu Mega tiba-tiba membuka pembicaraan.

“Kenapa, Bu?” tanya Arga sambil mengunyah nasi uduk.

“Harusnya kalau tidak ada Melati, dia yang membuat sarapan. Toh, dia juga menantu. Lagipula Indra itu tidak pernah menyumbang uang dapur.” Nada suara ibunya jelas penuh kejengkelan.

Ingin sekali Arga berkata, “Ternyata Melati lebih berguna daripada menantu yang selalu Ibu bangga-banggakan itu.” Tapi tentu saja, kata-kata itu hanya tinggal dalam pikirannya.

“Sudahlah, Bu. Mungkin Mbak Tika lelah. Mbak Tika kan tidak terbiasa kerja, beda dengan Melati yang sedari muda sudah akrab dengan urusan dapur dan rumah,” jawab Arga berusaha menenangkan.

“Ah, sama saja. Ibu dulu juga sejak muda sudah terbiasa dengan urusan dapur. Tapi sekarang anak-anak Ibu sudah besar dan punya pasangan masing-masing. Masa Ibu harus lelah lagi mengurus kalian?”

“Tenang saja, Bu. Nanti aku carikan pembantu,” ucap Arga pelan.

“Ya, carilah yang pekerjaannya seperti Melati,” sahut Ibu Mega. Entah sadar atau tidak, ia justru menyebut nama Melati dengan nada rindu, padahal selama ini ia selalu merendahkan menantunya itu. Seolah apa pun yang Melati lakukan adalah salah, bahkan mungkin cara bernapasnya sekalipun.

“Bu, aku berangkat dulu,” ucap Arga sambil bangkit, lalu mencium punggung tangan ibunya.

Melati menatap langit-langit kamar setelah semalaman ia bersihkan. Kamar itu begitu berdebu, penuh sarang laba-laba karena lama tak terurus. Selama dua tahun terakhir, ia hampir tak pernah menempati rumah peninggalan orang tuanya. Rumah sederhana itu mungil, berdinding tembok kusam, namun selalu terasa hangat. Sejak kecil, Melati memang terbiasa hidup dalam lingkungan bersih, karena ayah dan ibunya sangat menekankan arti kebersihan—meski sang ayah hanya seorang pemulung.

“Kontras sekali,” gumam Melati dalam hati. “Ayah pemulung, tapi selalu mengajarkan kebersihan.”

Ia menghela napas panjang. Kenangan lama menyeruak, membawa pikirannya jauh ke masa kecil. Melati hanya lulusan SMP. Ia memang berhenti sekolah bukan karena malas, melainkan karena pengalaman pahit. Hampir setiap hari ia dibully teman-temannya. Mereka mengejek karena ia anak seorang pemulung. Setiap aduan yang ia sampaikan kepada guru selalu diabaikan. Tak ada yang peduli, tak ada yang membela.

Pengalaman itu menanamkan luka mendalam di hatinya. Ia tumbuh dengan kebencian terhadap sekolah. “Lebih baik ikut ayah mengepul sampah, setidaknya di sana aku dihargai,” batinnya. Ia lebih suka bercengkrama dengan para pemulung, membantu ayah menghitung hasil barang bekas yang akan dijual.

“Beginikah nasib orang miskin? Dari dulu selalu dihina,” gumamnya lirih.

Melati bangkit dari tempat tidur, lalu melangkah ke dapur. Kini ia merasa tenang. Tak ada lagi kewajiban menyiapkan sarapan untuk banyak orang. Tak ada lagi rasa takut dimarahi hanya karena kesalahan kecil di dapur. Ia menikmati kebebasan baru ini. Aroma kopi hangat menyeruak memenuhi ruangan, berpadu dengan wangi roti panggang yang ia buat sendiri.

Sambil menyeruput kopi, Melati meraih ponsel. Selama satu tahun terakhir, ia hanya bisa membuka ponsel sebentar—antara pukul sebelas sampai dua belas siang—karena terlalu banyak pekerjaan rumah yang harus ia kerjakan di rumah mertua. Kini, ia bebas membuka kapan saja.

Matanya tertuju pada sebuah artikel tentang sunnah bagi wanita yang bercerai. Ia membaca pelan, “Disunnahkan untuk tinggal di rumah selama masa iddah, kecuali ada kebutuhan mendesak seperti mencari nafkah.”

Ia kemudian membuka aplikasi m-banking. Saldo di rekening menunjukkan angka sebelas juta rupiah. Melati tertegun. “Ternyata ada uang masuk lagi,” gumamnya.

Segera ia meraih bolpoin dan menuliskan rencana-rencana selama masa iddah. Di kertas lusuh itu, ia menuliskan: ikut kursus menulis online, belajar bisnis daring, dan beberapa rencana kecil lain. Ia ingin mengisi hari-harinya dengan sesuatu yang bermanfaat.

“Dengan uang ini, aku akan tinggal di rumah. Biar tidak ada fitnah,” ucapnya mantap.

Ia kembali membuka artikel lain, kali ini tentang kewajiban suami setelah bercerai. Matanya bergerak mengikuti tulisan: “Suami wajib memberi nafkah berupa sandang, pangan, dan papan. Memberi mut’ah. Menafkahi anak hingga dewasa. Memberi bagian harta gono-gini jika ada.”

Melati tersenyum miring, ada getir yang menelusup di balik senyumnya. “Bercerai saja sudah untung. Kalau aku menuntut ini dan itu, pasti aku dianggap mengada-ngada. Padahal jelas itu sudah sesuai hukum Islam dan undang-undang.”

Ia menarik napas panjang, lalu menatap kosong ke arah jendela. “Karena aku hanya anak miskin, tak sekolah tinggi, siapa yang mau mendengarkan suaraku?”

1
partini
ini bisa ujungnya main 🐴🐴 ma kakak iparnya
partini
sehhh langsung aja 100jt ,,jodoh ini
partini
busehhhh kaka ipar nasfu bungtt,,hemmmm bisa kena ini kena jebakan KK ipar obat perangsang biasanya di pakai
Isranjono Jono
mati aja bu jangan lama2 hidup nanti dosanya segunung 😄😄
Isranjono Jono
wanita bodoh kau lapar tapi makanan mu kau kasih mertua sungguh bodoh maaf thor aku jadi setan hari ini🤭
Isranjono Jono
lawan2 kalau aku iparku gak ada yang berani sama aku coba kalau berani aku hancurkan dapur menyala kan aku thor🤭🤭
Desi Belitong
balas jangan bodoh hanya diam ujung2nya nangis
partini
good story
partini
👍👍👍👍👍
santi damayanti
ini harusnya rumah Risma
santi damayanti
ini harusnya rumah risma
SOPYAN KAMALGrab
ini. saya ga ngertii
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!