NovelToon NovelToon
Mencari Suami Untuk Mama

Mencari Suami Untuk Mama

Status: sedang berlangsung
Genre:One Night Stand / Single Mom / Anak Genius / Hamil di luar nikah / Anak Kembar / Crazy Rich/Konglomerat
Popularitas:3.1k
Nilai: 5
Nama Author: Alesha Aqira

Alia adalah gadis sederhana yang hidup bersama ibu kandungnya. Ia terjebak dalam kondisi putus asa saat ibunya jatuh koma dan membutuhkan operasi seharga 140 juta rupiah.

Di tengah keputusasaan itu, Mery, sang kakak tiri, menawarkan jalan keluar:

"Kalau kamu nggak ada uang buat operasi ibu, dia bakal mati di jalanan... Gantikan aku tidur dengan pria kaya itu. Aku kasih kamu 140 juta. Deal?"

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Alesha Aqira, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 17 MSUM

"Akhirnya anak-anak tidur juga," ucap Alia sambil menghela napas lega. Ia berjalan perlahan ke ruang tamu dengan rambut sedikit berantakan dan mata yang tampak lelah.

Meila, yang duduk di sofa sambil memainkan ponselnya, langsung menoleh dan berkata dengan nada sedikit kesal, "Iya, padahal aku tunggu kamu. Tapi kamu menidurkan anak-anak sampai satu jam. Astaga, sudah jam segini! Aku harus pulang sekarang."

Alia tersenyum lemah sambil duduk di samping Meila. "Maaf ya, Mei. Arel dan Alya tadi rewel banget. Mereka minta peluk terus, lalu minta dibacain cerita… baru bisa tidur setelah itu."

Meila hanya menggeleng pelan, tapi senyumnya mengendur. "Nggak apa-apa, aku ngerti kok. Anak-anak memang kadang butuh perhatian ekstra. Aku cuma kaget udah malam aja."

____ 

"Aku pulang sekarang ya, Al. Ibuku menyuruh aku pulang," ucap Meila sambil berdiri dan merapikan tasnya.

Alia yang masih duduk di ruang tamu menoleh dengan heran. "Kenapa? Ibumu menyuruh pulang? Tumben sekali."

Meila mengangguk pelan. "Iya. Ibuku selalu begitu. Kalau aku pulang larut malam, pasti dia akan marah. Kalau tahu aku masih di sini jam segini, bisa-bisa aku diceramahi semalaman."

Ia tertawa kecil, mencoba mencairkan suasana. "Kadang aku iri sama kamu, Al. Punya apartemen sendiri, lebih nyaman, bebas… nggak perlu takut dimarahi siapa-siapa."

"Tapi kan kamu masih bisa lihat ibumu setiap hari," sahut Alia pelan, matanya menerawang sejenak. "Kalau saja ibuku tidak sedang dirawat di luar negeri, aku pasti sudah membawanya tinggal bersamaku di sini."

Meila menatap sahabatnya penuh empati. "Nggak apa-apa, Al. Kondisi ibumu juga kan sudah makin membaik, kan? Aku yakin, nggak lama lagi dia bisa pulang dan kalian bisa tinggal bareng lagi."

Alia tersenyum lembut. "Iya, aku juga harap begitu."

Meila berdiri, melangkah ke pintu. "Ayo, antar aku ke luar. Aku benar-benar harus pulang sekarang sebelum ibuku telepon terus-terusan."

Alia ikut berdiri. "Ayo."

____ 

Sesampainya di depan pintu, Alia menatap Meila dengan hangat. "Baiklah, hati-hati di jalan ya, Mei."

"Iya, kamu juga. Sana masuk, nanti anak-anakmu bangun dan nyariin kamu," jawab Meila sambil melambaikan tangan.

"Hati-hati ya... Dadah."

"Dadah!"

Namun belum sempat Alia menutup pintu, tiba-tiba terdengar suara aneh dari arah lorong apartemen.

"Huek… Huek… Huek…"

Alia menegang seketika. Wajahnya berubah khawatir. "Astaga… suara apa itu? Seperti… seperti ada orang yang sedang muntah."

Dengan rasa penasaran yang bercampur cemas, Alia melangkah pelan ke arah sumber suara. Lorong itu sepi, hanya terdengar suara seseorang yang seolah sedang kesakitan.

"Huek… Huek…"

Di sudut lorong, Alia melihat seorang pria sedang berjongkok, tubuhnya goyah, dan sambil memuntahkan isi perutnya di kotak sampah. Alia memberanikan diri untuk mendekat.

"Hei, Tuan… Anda baik-baik saja?" tanyanya hati-hati sambil menepuk bahu pria itu.

Pria itu masih memegangi perutnya, tubuhnya gemetar. Ia perlahan membalikkan badan.

Mata Alia membelalak. "Pak Leonardo? Astaga… kenapa Anda bisa ada di sini? Dan… Anda terlihat seperti sedang mabuk!"

Pria itu mengerjap, matanya setengah terbuka. "Siapa… kamu?"

"Saya Alia, Pak. Desainer baru di Global Holdings."

Leonardo mengerutkan kening, berusaha mengingat. "Kamu… Alia?"

"Iya, Pak. Saya."

"Ah… kepala ku… sakit sekali…" gumam Leonardo sambil memegangi pelipisnya.

"Apa Bapak butuh bantuan? Mau saya panggilkan dokter atau—"

"Tidak perlu!" potong Leonardo cepat. Ia berusaha berdiri, namun tubuhnya oleng.

"Aku bisa sendiri… kamarku… di sana…" katanya sambil menunjuk ke salah satu pintu apartemen.

Alia menoleh ke arah yang ditunjuk. "Yang itu, Pak?"

"Iya…" Leonardo mengangguk lemah.

Alia tersenyum tipis. "Wah, kalau begitu kita tetanggaan, Pak. Saya tinggal di unit seberang."

Leonardo tertawa pelan, lalu tiba-tiba kembali menunduk. "Huek…"

"Astaga… Bapak benar-benar kacau. Ayo, sini saya bantu. Biar saya antar ke kamar, ya."

___ 

Dengan hati-hati, Alia menuntun Leonardo yang masih setengah mabuk menuju pintu apartemennya.

"Pak, pelan-pelan saja. Jangan dipaksakan."

"Aku bisa… sendiri kok… hehe…"

"Iya, iya… tapi tetap saya bantu. Bapak bisa pingsan kalau terus dipaksakan."

Dengan susah payah, Alia membuka pintu apartemen Leonardo sambil menopangnya agar tidak jatuh. Aroma parfum maskulin bercampur samar dengan bau alkohol langsung menyeruak dari dalam ruangan.

"Mari, Pak… pelan-pelan," ucap Alia sembari memapah Leonardo ke arah sofa.

Leonardo hanya mengangguk lemah, sesekali mengerang kecil karena kepalanya yang masih berdenyut. Ketika mereka sampai di dekat sofa, Alia mencoba menurunkannya perlahan.

"Ayo, duduk di sini, Pak. Biar Bapak bisa istirahat sebentar."

Namun saat Alia hendak memiringkan tubuh Leonardo agar lebih nyaman, tiba-tiba pria itu kehilangan keseimbangan. Berat tubuhnya tak bisa ditahan, dan dalam sekejap…

Bruk!

Alia jatuh tepat di atas tubuh Leonardo.

____ 

"Ah!" seru Alia kaget, kedua tangannya bertumpu pada dada Leonardo yang keras dan hangat. Wajah mereka begitu dekat. Napas Leonardo masih tercium bau alkohol, namun sorot matanya yang sendu justru membuat dada Alia berdebar.

Maaf! Saya nggak sengaja!" Alia langsung bangkit dengan panik, wajahnya memerah. "Tadi Bapak kehilangan keseimbangan, jadi—jadi saya jatuh—"

Leonardo menghela napas, lalu menutup matanya sambil menyandarkan kepala di sandaran sofa. "Nggak apa-apa tidak perlu minta maaf.

Alia melirik ke sekeliling apartemen Leonardo sambil menahan napas. Ruangannya luas dan tertata dengan sangat rapi, berbalut nuansa monokrom yang dingin namun elegan. Di tengah keheningan yang agak canggung, ia mencoba membuka percakapan.

"Wah, apartemen Bapak terlihat baru dan rapi apa bapak baru membeli unit apartment ini ," ucapnya sambil tersenyum tipis, mencoba mencairkan suasana.

Leonardo hanya menatap kosong ke depan, lalu menjawab dengan suara pelan, "Bukan baru. Aku sudah beli unit ini dari lama."

Alia mengangguk pelan, mencoba menyambung. "Oh begitu… jadi, Bapak memang jarang datang ke sini ya?"

"Iya. Sudah lama tidak kutempati," jawab Leonardo sambil menyandarkan kepalanya di sofa, matanya masih tampak berat.

Alia menggigit bibir bawahnya, mencari kata yang tepat. "Kalau boleh tahu… kenapa malam ini Bapak memilih ke sini? Apa Bapak berencana bermalam di sini?"

Leonardo diam sejenak, seolah berpikir. Lalu ia mengangguk pelan. "Hem, iya… aku butuh tempat yang sepi. Di rumah utama terlalu banyak kenangan."

Suasana kembali sunyi. Alia meremas ujung bajunya, merasa bingung harus berbuat apa. Ia lalu memberanikan diri untuk berbicara lagi.

"Emm… Pak Leonardo, saya buatkan wedang jahe sebentar ya? Biar Bapak lebih enakan. Bisa bantu menghangatkan tubuh juga."

Leonardo melirik ke arahnya, lalu mengangguk singkat. "Hem, iya… terima kasih."

Alia segera berjalan ke dapur kecil di pojok ruangan. Ia membuka lemari gantung dan menemukan beberapa bahan. Tangannya bergerak cekatan menyiapkan wedang jahe hangat, sementara pikirannya masih berputar tentang apa yang sebenarnya sedang dirasakan pria itu.

Dalam hatinya, Alia bisa merasakan bahwa Leonardo bukan hanya mabuk karena alkohol, tapi juga oleh beban hidup yang tak terlihat. Seperti Ada luka yang belum sembuh, dan malam itu, ia menjadi saksi dari rapuhnya seorang pria yang selama ini dikenal sebagai sosok dingin dan tak tergoyahkan.

1
Evi Lusiana
giliran nengok muka ke duany mirip
Mericy Setyaningrum
Ya Allah ada nama aku hehe
Ermintrude
Gak bisa berhenti!
Mashiro Shiina
Terharu, ada momen-momen yang bikin aku ngerasa dekat banget dengan tokoh-tokohnya.
filzah
Sumpah baper! 😭
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!