Lima tahun cinta Shannara dan Sergio hancur karena penolakan lamaran dan kesalah pahaman fatal. Bertahun-tahun kemudian, takdir mempertemukan mereka kembali di atas kapal pesiar. Sebuah insiden tak terduga memaksa mereka berhubungan kembali. Masalahnya, Sergio kini sudah beristri, namun hatinya masih mencintai Shannara. Pertemuan di tengah laut lepas ini menguji batas janji pernikahan, cinta lama, dan dilema antara masa lalu dan kenyataan pahit.
Kisah tentang kesempatan kedua, cinta terlarang, dan perjuangan melawan takdir.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon RYN♉, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB : Pekerjaan yang Nggak Seharusnya
Di sisi lain kota, jauh dari aura dingin villa dan skema licik keluarga kaya, Shannara duduk di ruang tamu sederhana rumah sahabatnya, Lisa. Ruangan itu penuh dengan mainan anak-anak, mencerminkan kekacauan manis sebuah rumah tangga yang ramai.
Lisa, dengan mata sembap dan napas tersengal, baru saja selesai menangis histeris. Ia bukan menangisi kesedihan, melainkan... kebobolan.
"Gimana, Nar, kamu bisa bayangin?" ujar Lisa, frustrasi. "Anakku sudah tiga! Tiga, Nar! Dan ini... ini bakal jadi yang keempat!"
Shannara, yang selalu berusaha tenang, terkejut. "Kok bisa, Lis? Bukannya kamu sudah pakai KB suntik?"
Lisa menghela napas berat. "Itu dia! Kata dokter, memang tidak ada yang seratus persen aman. Mungkin karena jadwalnya sedikit bergeser, atau memang lagi sial banget aku."
Mendengar betapa mudahnya 'kebobolan' terjadi, tubuh Shannara menegang. Rasa panik yang tiba-tiba dan tak beralasan menyerang dadanya. Ia refleks memegang perutnya sendiri, seolah sedang mengecek sesuatu. Bayangan singkat tentang malam-malam di kapal pesiar bersama Sergio melintas cepat di benaknya.
"Jadi, yang pakai KB aja bisa kebobolan..." gumam Shannara, suaranya sedikit tercekat. Ia menelan ludah. "Lis, aku mau tanya serius. Kalau sesudah berhubungan, kapan sih kita bisa tahu kita hamil? Gejala awalnya apa?"
Lisa, yang sibuk mengelap air matanya, langsung menghentikan gerakan itu. Ia menatap Shannara dengan tatapan penuh selidik dan curiga. "Kenapa kamu tanya-tanya soal itu, Nar? Ada apa? Kamu ... ada masalah sama seseorang?"
Shannara, merasa gugup karena ketahuan, ia buru-buru menenangkan diri. Ia berusaha tersenyum, meski terasa kaku di wajahnya.
"Nggak, Lis! Santai. Aku cuma penasaran aja. Kan kamu habis cerita soal kebobolan. Jadi kepikiran, bagaimana kalau itu terjadi padaku."
Lisa tidak sepenuhnya percaya, tapi ia memilih untuk tidak mendesak.
"Oke, lupakan soal itu. Sebenarnya aku menyuruh kamu datang ke sini bukan cuma buat dengar aku mengeluh doang, Nar," kata Lisa, nadanya berubah serius. "Aku mau nawarin kamu kerjaan."
"Kerjaan apa?" tanya Shannara.
"Gantiin aku," jawab Lisa. "Aku kan Asisten Artis. Nah, artis yang aku pegang, Karina Kusuma, dia minta aku cuti. Katanya, dia nggak mau ambil risiko sama ibu hamil. Soalnya kerjaku ini harus gesit, lari-lari ambil properti, bawain barang. Nggak bisa kalau perutku makin besar."
Shannara tertegun, seluruh dirinya membeku. Karina Kusuma. Istri dari Sergio. Mantannya.
"Gimana, Nar?" Lisa memohon, menggenggam tangan Shannara erat-erat. "Mau, ya? Aku cuma percaya sama kamu buat pegang kerjaan pentingku ini. Aku lihat kamu cekatan, gesit, dan lagi pula kamu juga belum dapat kerjaan lagi kan, setelah dari kapal pesiar?"
Shannara menatap kosong ke lantai. Sungguh, hidup ini seperti lelucon yang buruk. Menjadi asisten istri dari pria yang baru saja membuatnya gelisah karena kemungkinan hamil?
"Tapi... aku kerja cuma sebatas di lokasi syuting, kan? Nggak akan sampai ikut ke rumah artisnya, kan?" tanya Shannara, mencari kepastian.
Lisa tertawa. "Nggak, dong. Ngapain juga kamu ikut ke rumah. Paling mentok kamu nemenin dia fitting baju atau meeting di luar. Tugas utama kamu ya di lokasi syuting."
Meskipun Lisa sudah memberi jaminan, Shannara tetap berpikir keras. Bagaimana kalau dia bertemu Sergio? Bagaimana kalau Sergio tahu? Tapi, ini hanya sementara. Dan dia benar-benar butuh pekerjaan.
Lisa terus merengek.
"Ayolah, Nar. Tolong aku. Sebentar aja."
Akhirnya, Shannara menyerah. Ia menghela napas pasrah. "Baiklah. Aku terima. Tapi ini kan cuma sementara. Bagaimana kalau artisnya nggak cocok sama aku atau kerjaanku?"
"Nggak akan," janji Lisa, wajahnya langsung cerah. "Karina itu orangnya baik, kok. Profesional. Dia pasti akan ajari kamu cara kerja yang benar. Tenang saja."
Setelah masalah pekerjaan beres, Lisa kembali ke topik lain, matanya tampak melunak. "Oh, iya. Dilan terus menanyakan kamu, Nar."
Mendengar nama Dilan, Shannara tersentak. Dilan. Pria baik-baik yang selalu hadir. Pria yang menyimpan rasa padanya.
"Aku tahu dia suka aku, Lis," kata Shannara pelan. "Tapi aku memilih pura-pura nggak tahu. Aku nggak mau merusak persahabatan di antara kami berdua."
"Iya, aku tahu," kata Lisa. "Dia terus tanya kabarmu, tapi dia nggak berani terus-terusan menghubungi. Dia takut kamu risih."
Shannara tersenyum tipis, rasa hangat menjalar di hatinya, kontras dengan kegelisahan yang ia rasakan beberapa menit yang lalu. Di tengah semua kekacauan hidupnya, ada Dilan yang sabar menanti. Tapi sekarang, ia harus bersiap menghadapi babak baru yang rumit: bekerja untuk Karina Kusuma, istri dari mantan kekasihnya. Sebuah takdir yang terasa sangat kejam.