Setelah hubungannya tidak mendapat kejelasan dari sang kekasih. Kapten Prayoda, memutuskan untuk menyerah. Ia berlalu dengan kecewa. Empat tahun menunggu, hanyalah kekosongan yang ia dapatkan.
Lantas, ke dermaga mana akan ia labuhkan cinta yang selama ini sudah berusaha ia simpan dengan setia untuk sang kekasih yang lebih memilih karir.
Dalam pikiran yang kalut, Kapten Yoda tidak sengaja menciprat genangan air di bahu jalan pada seorang gadis yang sedang memarkirkan motornya di sana.
"Sialan," umpatnya. Ketika menoleh, gadis itu mendapati seorang pria dewasa tampan dan gagah bertubuh atletis memakai baret hijau, berdiri resah dan bersalah. Gadis itu melotot tidak senang.
Pertemuan tidak sengaja itu membuat hari-hari Kapten Prayoda tidak biasa, sebab bayang-bayang gadis itu selalu muncul di kepalanya.
Bagaimana kelanjutan kisahnya?
Ikuti juga ya FB Lina Zascia Amandia.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Deyulia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 17 Bertemu Lahat
Malam itu, Yoda duduk termenung di kamarnya. Lampu kamar hanya menyala redup, meninggalkan bayangan samar di dinding. Seragam dinasnya masih tergantung di kursi, belum sempat ia rapikan. Kepalanya berat, matanya terasa panas. Ia baru saja kembali dari tugas lapangan, namun bukannya lega, pikirannya justru semakin kacau.
Bayangan Amira terus datang silih berganti, seakan mengejek. Wajahnya yang polos, tatapan matanya yang teduh, dan senyum yang dulu selalu menyemangati Yoda kini hanya membuat dadanya sesak. Ia tidak habis pikir, kenapa Amira selalu menghindar. Kenapa setiap kali Yoda mencoba mendekat, ia justru mundur?
Ia meraih ponselnya dari meja. Layarnya sudah ia tatap entah berapa kali malam ini. Dengan hati berat, ia mengetik pesan.
"Dik, kamu belum tidur? Kakak ingin bertanya, kenapa kamu tidak mau menerima kakak? Kakak serius, tidak main-main. Kalau kamu memang tidak ada perasaan sedikit pun, katakan saja dengan jujur."
Jari Yoda berhenti sesaat sebelum menekan tombol kirim. Ia ragu. Namun kerinduan yang begitu kuat membuatnya nekat. Klik. Pesan itu meluncur.
Beberapa menit terasa seperti berjam-jam. Yoda menggenggam ponselnya erat, menatap layar seakan hidupnya bergantung pada balasan itu. Hingga akhirnya, layar ponselnya bergetar. Balasan dari Amira masuk.
"Kak Yoda, Amira minta maaf. Bukan maksud Amira menolak perasaan Kakak. Sepertinya Kak Yoda tahu sendiri kenapa alasannya. Kak Yoda masih mempunyai kekasih, yaitu Bu dokter cantik. Amira tidak mau jadi orang ketiga. Amira mohon Kak Yoda memahami Amira."
"Beberapa hari yang lalu Bu dokter cantik menemui Amira diam-diam, dia bilang dia masih kekasih Kak Yoda. Untuk itu, Amira tidak mau disebut orang ketiga di balik hubungan kalian. Daripada meminta Amira untuk jadi kekasih Kak Yoda, alangkah lebih baiknya Kak Yoda selesaikan masalah Kak Yoda dengan bu dokter,"
Pesan itu membuat Yoda terhenyak. Napasnya tercekat, dadanya berdegup keras. Ia membaca berulang kali, seakan tidak percaya. Dokter Serelia, nama itu kembali menusuk hatinya. Dokter Serelia, perempuan yang saat ini sudah ia putuskan untuk tidak lagi menunggunya, atau dengan kata lain mengakhiri sebuah hubungan, kini ternyata berani menemui Amira dan menebarkan sesuatu yang tidak benar.
Yoda merasakan amarah membuncah. Bukan hanya karena dokter Serelia masih mencoba masuk ke hidupnya, tetapi juga karena keberaniannya mengganggu Amira. Ia meletakkan ponsel di meja, lalu berdiri mondar-mandir di kamar.
"Apa maksudnya Serelia melakukan ini? Bukankah aku sudah jelas mengatakan untuk tidak menunggu lagi atau hubungan kami berakhir?" geramnya dalam hati.
Ia kembali meraih ponsel, mengetik dengan cepat.
"Dik, percayalah, aku sudah selesai dengan Serelia. Aku tidak akan kembali padanya. Dia memang bagian dari masa laluku, tapi bukan lagi masa depanku."
Namun Yoda terdiam. Ia menatap pesan itu lama sekali. Ada rasa takut bahwa kata-kata itu tidak akan cukup meyakinkan Amira. Ia akhirnya menghapus kembali kalimatnya. Tangannya gemetar, pikirannya kusut.
Malam itu Yoda hampir tidak tidur. Ia berbaring, menatap langit-langit kamar, berulang kali menghela napas. Amira adalah orang yang ia perjuangkan saat ini, bukan karena alasan sebagai pelarian atas keputusannya tidak lagi melanjutkan hubungan dengan dokter Serelia. Ia tidak rela kehilangan hanya karena masa lalu yang seharusnya sudah ia tutup.
***
Beberapa hari kemudian, Amira baru saja pulang dari kampus. Matahari sore sudah mulai meredup, meninggalkan semburat jingga di langit. Ia menjalankan motornya pelan sambil dengan tas di punggungnya. Pikirannya masih dipenuhi kebimbangan. Ponselnya beberapa kali bergetar oleh pesan Yoda yang tidak sempat ia balas.
Di tengah perjalanan pulang, sebuah mobil berhenti mendahului motor Amira dan membunyikan klakson. Dari dalamnya keluar Lahat, seorang pria dewasa yang sudah ia anggap om sendiri. Lahat sudah tidak ragu-ragu lagi, karena ia sudah menganggap Amira adik atau keponakan sendiri,
"Amira, kamu baru pulang kuliah, Dik?” panggilnya dengan ramah.
Amira tersenyum gembira. “Eh, Om Lahat, kebetulan banget.”
“Kamu sendiri?” tanya Lahat, menoleh ke kanan dan kiri.
"Iya, sendiri. Dengan siapa lagi dong Amira. Amira mau langsung pulang ke rumah."
"Kalau begitu, mampir sebentar ke rumah. Kak Aika pasti senang ketemu kamu. Si kembar juga pasti sudah kangen sama Amira," bujuk Lahat mengajak Amira mampir.
Amira sempat ragu, namun ketika mendengar nama Aika dan si kembar disebut, wajah Amira berbinar. Apalagi dia juga memang sudah kangen sama Aika dan dua bocah kembar yang sudah ia anggap adik sendiri.
“Baiklah, Om.”
Mereka pun meluncur menuju rumah Lahat dengan kendaraannya masing-masing. Sesampainya di sana, Aika langsung menyambut hangat.
"Amira! Ya ampun, akhirnya ketemu lagi.” Ia memeluk Amira erat, membuat suasana begitu hangat.
Tidak lama, dua bocah kembar milik Lahat dan Aika berlari kecil menghampiri. “Kak Amiraaa." Dua bocah itu berteriak menyebut nama Amira bersamaan dengan riang gembira.
Aika melihat keakraban kedua bocah kembarnya bersama Amira dengan senyum bahagia.
Kedua bocah itu pun langsung berbaur dan memeluk Amira akrab, membuat Amira senang. Kehangatan rumah itu begitu terasa, ramai dan tidak ada perasaan canggung.
Hari menanjak senja, namun Amira belum juga beranjak pulang. Mereka duduk di ruang keluarga, berbincang ringan ditemani teh hangat. Sampai akhirnya, Amira tak tahan lagi. Ia menghela napas panjang, lalu berkata dengan suara lirih.
"Om Lahat, Kak Aika, sebenarnya aku lagi bingung. Aku butuh tempat bercerita," celoteh Amira serius.
Lahat dan Aika mengangguk dan senang hati bisa mendengar cerita Amira si gadis yang dikenal Lahat sebagai gadis yang ceria. “Ceritakan saja, Amira. Jangan ragu. Bukankah om dan Kak Aika adalah orang yang sudah sangat dekat dengan Amira."
Amira menunduk, menatap cangkir tehnya. "Amira saat ini sedang bingung. Amira ingin curhat," ujarnya lagi. Wajahnya mendadak muram.
*****
"Ceritalah! Kami berdua sudah tidak sabar mendengar cerita Amira," ujar Aika tidak sabar.
"Baiklah."
Amira mulai cerita. "Saat ini ada dua orang pria mapan dan matang yang mengungkapkan sukanya pada Amira. Lalu, Amira harus pilih siapa?"
Aika membelalakkan mata, lalu saling pandang dengan suaminya. “Dua-duanya serius sama kamu?” tanyanya hati-hati.
Amira mengangguk pelan. “Amira bingung harus memilih siapa. Yang satu TNI yang satunya Polisi. Mereka dua-duanya terus berusaha mendekati Amira. Tapi, sampai saat ini Amira berusaha menghindari mereka," tutur Amira.
"Kenapa Amira menghindarinya, alasannya apa? Coba katakan satu per satu alasan dari mereka kenapa sampai Amira masih menghindari keduanya?" tanya Aika ingin kejelasan.
Amira melanjutkan ceritanya. Suaranya bergetar saat melanjutkan, “Amira takut salah pilih. Amira tidak ingin menyakiti siapapun. Tapi Amira juga takut, kalau Amira memilih salah satu, Amira justru takut kehilangan keduanya.”
Ruangan itu mendadak hening. Hanya suara detak jam dinding yang terdengar jelas. Aika menatap Amira penuh iba, sementara Lahat duduk bersandar, wajahnya tenang namun dalam.
sabar bang Yoda..cinta emang perlu perjuangan.
hmm..Amira ujianmu marai koe kwareken mangan.aku seng Moco Karo mbayangke melok warek pisan mir.🤭
kk othor akuh kasih kopi biar melek bab selanjutnya 😁.
iqbal gk cocok
rnak yg lebih tua iya kan ehhh mapan buka n tua ding🤣😁😁☺️