NovelToon NovelToon
Dikutuk Jadi Tampan

Dikutuk Jadi Tampan

Status: sedang berlangsung
Genre:Berondong / Dikelilingi wanita cantik / Obsesi / Mengubah Takdir / Identitas Tersembunyi / Harem
Popularitas:3.4k
Nilai: 5
Nama Author: HegunP

Hidup Edo menderita dan penuh hinaan setiap hari hanya gara-gara wajahnya tidak tampan. Bahkan ibu dan adiknya tidak mau mengakuinya sebagai bagian dari keluarga.

Dengan hati sedih, Edo memutuskan pergi merantau ke ibu kota untuk mencari kehidupan baru. Tapi siapa sangka, dia malah bertemu orang asing yang membuat wajahnya berubah menjadi sangat tampan dalam sekejap.

Kabar buruknya, wajah tampan itu membuat umur Edo hanya menjadi 7 tahun saja. Setelah itu, Edo akan mati menjadi debu.

Bagaimana cara Edo menghabiskan sisah hidupnya yang cuma 7 tahun saja dengan wajah baru yang mampu membuat banyak wanita jatuh cinta?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon HegunP, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 17 Rasa Suka yang Dihindari

Edo terus panik sendiri. Miya mau diculik? Itu membuat Edo jadi teringat akan perkataan Dian.

“Tante Dian tadi pagi bilang akan terus ngejar sampai aku mau tidur sama dia, meski pakai cara apapun. Jangan-jangan ini ulahnya. Menculik Miya biar aku mau tidur dengannya. Gawat!” selidik Edo. Jadi makin cemas meski kebenaran itu belum pasti.

Ping!

Pesan berisi share lokasi Miya masuk ke HP-nya.

“Bagus. Tunggu Miya. Aku ke sana!”

Edo keluar rumah dan terus berlari cepat ke lokasi yang dikirim Miya tanpa berpamitan dengan Taufik karena saking buru-burunya. Dia tidak ingin Miya kenapa-napa. Jika cewek itu sampai terluka, Edo akan merasa sangat bersalah karena telah melihatkan orang lain yang tidak tahu apa-apa. Hal seperti ini tidak boleh terjadi.

Tempat yang dikirim Miya cuma butuh ditempuh beberapa menit berjalan kaki.

Sampai di lokasi, Edo malah berubah tercengang karena dia pikir lokasi yang dikirim Miya adalah tempat yang sepi, gelap, dan menyeramkan seperti rumah kosong atau gedung kosong. Nyatanya malah tempat yang ramai dengan orang-orang.

“Ini kan pasar malam. Memang penculikan bisa terjadi di tempat kaya gini?” gumam Edo, sambil terus mencari-cari keberadaan Miya.

Baru saja akan menelepon Miya agar cepat ketemu, tiba-tiba ada seseorang memeluk pinggangnya dari belakang.

“Pangeran!” panggil Miya dengan wajah ceria, orang yang memeluk pinggang Edo.

Edo terkesiap. Badannya cepat diubah menghadap ke cewek itu lalu meraba-raba tubuh Miya. Memeriksa apakah ada yang terluka.

“Kamu gak apa-apa? Mana orang-orang yang mau culik kamu?” cecar Edo sambil memegangi dua pundak Miya.

“Gak ada. Aku baik-baik aja.”

“Loh. Katanya mau diculik?”

“Aku bohong pangeranku, wkwk.” Miya terkekeh.

Edo mendengus kesal dan cepat menarik dua tangannya kembali. 

“Kenapa bohong kaya gitu? Bikin panik saja!”

“Aku sebenarnya pengen ke pasar malam sama Kakak.”

“Kenapa nggak jujur saja. Bikin cemas saja!” 

Melihat ekspresi Edo yang benar-benar terlihat marah, itu membuat Miya jadi tertunduk.

“Kalau jujur, Kak Pangeran pasti nolak,” ungkap Miya.

Memang benar. Edo tidak akan mau jika diajak jalan-jalan sama cewek ini. Takut Miya melakukan aksi nekat lagi.

Edo menghela napas berat, meredakan emosinya. Sejujurnya, meski dibuat kesal begini, tetap ada rasa syukur karena nyatanya Miya baik-baik saja.

“Yaudah. Syukurlah kamu gak kenapa-napa. Ayo pulang, udah malam!”

“Iih… tuh kan, pasti beneran gak mau!” Miya merajuk.

“Aku capek! Tadi di warung ramai lagi!”

“Bentar doang jalan-jalannya! Gak asik banget jadi cowok. Sebel deh!” 

Miya terus merengek. Bahkan sampai duduk selonjoran di tanah seperti anak kecil. 

Itu membuat perhatian orang-orang di sekitar tertuju ke mereka berdua. Edo jadi malu banget.

“Kak Pangeran jahat. Aku nangis aja, deh!” ancamnya, lalu mulai mengeluarkan suara isakan tangis.

Edo yang makin merasa malu, terpaksa menuruti permintaan Miya.

“Tapi beneran sebentar, ya!” tegas Edo.

Miya secepat kilat berdiri dan merangkul lengan kekar Edo.

“Nah gitu dong. Yuk berangkat!” ajaknya dengan wajah yang berubah cepat menjadi ceria lagi.

“Cepet banget mood nih anak gonta-ganti,” heran Edo dalam hati.

Mereka berdua pun berjalan memasuki area dalam pasar malam yang ramai dan banyak wahana rakyat yang gemerlap.

Selama menyusuri tiap tempat di area pasar malam, Miya tak hentinya merangkul lengan Edo begitu eratnya sambil sibuk bersenandung ria, seolah tidak mau dilepas sedetik saja. Benar-benar seperti anak kecil yang bahagia karena diajak ke tempat ramai.

Meski lengannya terasa jadi berat sebelah karena ditarik-tarik dan dipeluk-peluk oleh cewek di sebelahnya, Edo nampak membiarkan saja dan bodo amat.

Tapi karena itu, Miya jadi makin berbuat ngelunjak. Cewek itu malah berani mengendus-ngendus aroma Edo. Terkadang lengan cowok itu malah ia gigit karena Miya gemas dengan otot-otot Edo yang kencang.

“Miya, jangan begini! Kita diliatin banyak orang, malu ini!” tegur Edo, berubah risih.

“Hehe. Habis aku senang sekali Pangeran mau diajak jalan-jalan, sampek mau gigi-gigit,” ungkap Miya yang sekarang beralih sibuk mencolek-colek hidung mancung Edo.

Edo menghela napas jengah. Miya ternyata memiliki perilaku aneh dan itu membuatnya heran. 

Mereka lanjut menyusuri setiap stand di pasar malam. Edo hanya bisa nurut dan pasrah mau dibawa kemanapun. Mulai ke stand penjual cemilan, stand penjual aksesoris, hingga stand jual baju-baju.

Puas mengunjungi hampir semua stand di pasar malam, Miya lanjut memaksa Edo menaiki wahana bianglala.

“Mau naik itu, Kak Pangeran, mau naik itu!” rengek Miya sambil menarik-narik Edo agar cepat sampai ke bianglala.

“Iya-iya, tapi jangan bertingkah begitu. Malu aku!” seru Edo yang sampai tidak berani menatap balik orang-orang yang menertawakan mereka berdua.

Mereka pun naik bianglala. Miya duduk sangat merapatkan diri ke badan Edo. Lebih tepatnya, memeluk Edo lantaran takut dengan ketinggian. Miya dari sejak kecil takut ketinggian. Bahkan hal yang paling ia benci adalah ketinggian.

“Seramnya. Takut banget. Aduuh!” pekik Miya sambil memeluk erat Edo.

“Kalau takut ketinggian kenapa maksa naik!?” sergah Edo, geram.

“Penasaran … ,” lirih Miya.

Edo geleng-geleng kepala. Merasa kesal campur heran.

Namun, semakin lama melihat raut wajah Miya yang ketakutan, Edo tanpa sadar dibuat tersenyum sendiri. Sebuah rasa muncul, lalu mengatakan Miya itu cewek lucu dan menggemaskan.

“Lho! Perasaan apa ini?” Edo jadi terkejut sendiri.

“Gak boleh! Aku gak boleh suka sama cewek ini!” Edo cepat-cepat buang muka.

Selesai naik bianglala, Miya ternyata masih belum puas untuk berkeliling. Sekarang dia malah memaksa Edo untuk menemaninya masuk ke wahana rumah hantu.

Untuk kali ini, Edo berusaha menolak keras lantaran ia ternyata tipe cowok yang takut dengan namanya hantu.

“Cowok kok takut hantu. Kalah sama cewek!” ledek Miya, sengaja biar Edo terpancing mau masuk.

“Si–siapa yang takut!” bantah Edo, tak mau harga dirinya dijatuhkan hanya gara-gara tidak berani masuk.

Cowok itu pun melangkahkan kaki masuk dengan PD-nya.

Miya menutup mulutnya, tertawa kecil. “Kak Pangeran gampang dipancing.”

Dan benar saja, akibat sok berani demi menjaga harga diri, Edo menanggung akibatnya dengan dibuat jantungan serta kejang-kejang tiap ada penampakan.

Edo tak hentinya berteriak melengking, sampai sekujur tubuh berkeringat hebat tiap kali ada tim rumah hantu cosplay pocong, kuntilanak, genderuwo, dan sebagainya.

Lain halnya dengan Miya. Cewek yang satu ini malah tertawa kencang tiap kali melihat penampakan. Dia juga makin terbahak-bahak setiap melihat Edo ketakutan setengah mati di belakang tubuhnya.

“Kak Pangeran lucu banget kalau takut!” ucapnya, senang.

“Lucu kepalamu!” bentak Edo, jengkel.

Selama berada di rumah hantu itu, ternyata ada perbuatan reflek Edo yang selalu membuat Miya spontan mengeluarkan suara des-sahand. Jelas ini diluar perkiraan.

Suara-suara itu keluar dari mulut Miya lantaran Edo yang ketakutan selalu tidak sengaja (alias reflek) memegangi bagian tubuh depan Miya yang besar dan kenyal itu dari belakang.

Akan tetapi, Miya hanya membiarkan saja, karena sebenarnya ia juga menikmatinya.

Beberapa menit pun berlalu. Mereka keluar dari tempat itu.

“Aku berjanji, sampai mati gak akan masuk ke tempat kaya gitu lagi!” sesal Edo sambil menyeka dahinya yang berkeringat deras.

Mereka sekarang duduk di kursi kayu panjang area luar pasar malam. Suasananya cukup sepi di sana.

Lain halnya Edo yang masih sibuk menenangkan diri, Miya justru tak henti tertawa kecil.

“Kak Pangeran ko bisa takut hantu sih. Aku aja yang cewek biasa saja,” ledek Miya.

Edo mendengus kesal. “Aku memang dari kecil takut sama hantu.”

Miya tersenyum miring. Sebuah ide dengan cepat mendarat di kepalanya. “Masa sih? Ko aku ragu, ya.”

“Kamu, kan, dah lihat daritadi aku ketakutan setengah mati!” bantah Edo.

“Iya sih. Tapi bisa aja itu cuma akting alias pura-pura ketakutan.”

“Pura-pura? Buat apa aku begitu?”

“Ya, biar bisa terus pegang-pegang punyaku ini. Kak Pangeran ternyata pura-pura polos, ya. Padahal aslinya cowok mesum. Di sana saja tadi gak berhenti megang-megang.”

Glek!

Kegugupan langsung menghantam Edo. Pasalnya, selain merasa bersalah, dia juga tak bisa mengingkari kalau jiwanya sepintas menikmati meski itu dilakukan secara reflek.

Dan sekarang, Miya malah membahasnya, sampai-sampai menunduh Edo cowok mesum yang pura-pura polos.

Edo jelas tidak terima dituduh begitu. Dia cepat menghadapkan tubuhnya ke Miya di sampingnya.

“Miya, soal itu aku beneran reflek. Gak ada niat sedikitpun. Sumpah! Megang-megang kaya gitu baru pertama kali dalam hidupku. Dan juga —” 

“Hahahaha!”

Kata-kata cecar Edo terputus karena Miya malah tertawa riang sampai mengusap sudut matanya.

Edo mengernyitkan dahi. Bingung dengan reaksi Miya yang malah tertawa begini.

“Kamu gak apa-apa, Miya. Kamu kesurupan ya?” tanya Edo, cemas.

“Enggak. Aku ketawa karena lucu aja dengerin omongan kaka. Aku percaya Kaka berkata jujur. Itu yang bikin aku makin cinta sama Kakak.”

Miya lalu memberikan tatapan intens. Seolah-olah ada harapan terpancar yang ingin ia dapatkan segera. Malam ini juga.

Edo salting tapi ia tidak mau rasa suka di hatinya muncul ke Miya.

“Miya. Aku sudah bilang. Aku gak mau jadi pacarmu. Sejujurnya, aku sudah punya—”

Ucapan Edo terhenti cepat lantaran Miya menempelkan jari telunjuknya di bibir Edo.

“Aku gak pernah keberatan jika Kaka pegang punyaku berkali-kali. Bahkan beribu-ribu kalipun aku izinkan. Nih, kalau mau pegang-pegang lagi!” tawar Miya dengan tatapan manja nan menggoda.

Edo jadi langsung tegang, terutama di balik celananya. Pasalnya, Miya malah mulai membusungkan badannya ke depan.

1
Sharon Dorantes Vivanco
Gak akan kecewa deh kalau baca cerita ini, benar-benar favorite saya sekarang!👍
HegunP: makasih. ikutin terus ceritanya, ya. karena akan makin seru 👍
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!