NovelToon NovelToon
Bukan Sekedar Takdir

Bukan Sekedar Takdir

Status: sedang berlangsung
Genre:Diam-Diam Cinta / Cinta pada Pandangan Pertama / Cinta Seiring Waktu / Mengubah Takdir / Kehidupan di Sekolah/Kampus
Popularitas:628
Nilai: 5
Nama Author: xzava

Aku tak pernah percaya pada cinta pandangan pertama, apalagi dari arah yang tidak kusadari.
Tapi ketika seseorang berjuang mendekatiku dengan cara yang tidak biasa, dunia mulai berubah.
Tatapan yang dulu tak kuingat, kini hadir dalam bentuk perjuangan yang nyaris mustahil untuk diabaikan.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon xzava, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 17

Yura duduk di depan pintu rumahnya. Wajahnya menunduk, tangan menopang dagu, berharap Ardhan datang membawa kejutan seperti dalam bayangannya.

Ia terus menunggu satu jam, dua jam berlalu namun sosok yang dinanti tak juga muncul. Langit semakin gelap, angin malam terasa lebih dingin dari biasanya. Dengan lesu, Yura membuka ponselnya sebelum akhirnya memutuskan masuk ke dalam.

Notifikasi dari grup WhatsApp ‘Manusia’ membuatnya sedikit bersemangat. Hana mengirimkan sebuah foto. Yura membukanya tanpa curiga namun detik berikutnya, tubuhnya seketika membeku.

Foto itu memperlihatkan Ardhan di rumah sakit. Bukan sendiri. Di sisinya ada seorang perempuan yang memegang perutnya, jelas itu mengisyaratkan kehamilan. Yang membuat dada Yura makin sesak, tangan Ardhan menggenggam tangan perempuan itu dengan lembut.

Bagaikan petir menyambar di siang bolong, Yura tak sanggup berkata-kata. Air matanya jatuh dengan sendirinya. Ponselnya terlepas dari genggaman dan jatuh ke lantai.

“Ah… senyum itu cuma palsu,” gumam Yura getir. “Harusnya aku gak taruh hati.”

Dengan langkah lemas, Yura masuk ke kamar dan membenamkan wajahnya di bantal. Air matanya mengalir deras meski sudah berkali-kali ia seka. Tak ada amarah, hanya kecewa yang menggenang.

Malam itu, Yura tak tidur. Matanya sembab, namun pikirannya justru semakin tajam, mengingat tiap detail kemarin, pelukan hangat Ardhan, senyumnya, perhatian kecilnya.

"Bagaimana bisa dia meluk gue, kalau hatinya ternyata bukan buat gue?" ucapnya lirih, perih.

Pagi harinya, Yura bangkit lebih awal. Ia segera mandi, menyiapkan diri secepat mungkin. Jam dinding menunjukkan pukul 06.30 saat ia keluar rumah, jauh lebih awal dari biasanya.

Saat membuka pintu rumah, Yura melihat ponselnya yang tergeletak di lantai, mengingat foto semalam emosi kembali naik, ia mengambil ponselnya dan melemparnya ke dinding yang membuat ponselnya seketika pecah.

Sebelum berjalan membuka pagar rumahnya, matanya tak sengaja menoleh ke rumah Ardhan.

Yura hanya diam sejenak. Napasnya tercekat. Lalu ia segera membuka pagar, mengeluarkan mobilnya dengan buru-buru.

“Sepertinya gue harus ganti pagar,” gerutunya kesal, “Sungguh menyusahkan.”

Ia menginjak gas dan melaju ke arah tempat PKL. Dalam perjalanan, pikirannya kosong, matanya menerawang. Sampai-sampai ia nyaris menabrak kendaraan di depannya untung saja refleks kakinya masih bekerja dan ia segera menginjak rem.

Sesampainya di sekolah, beberapa guru rupanya sudah hadir.

“Wah, pagi banget datangnya dek,” sapa seorang guru dengan ramah.

“Iya Bu,” jawab Yura cepat. “Kemarin saya lupa memeriksa buku tugas. Saya mau kembalikan pagi ini.”

“Oh. Langsung aja.”

“Terima kasih Bu. Mari.”

Yura melangkah masuk ke ruangan, berusaha bersikap profesional. Meski hatinya belum pulih, ia tahu tugas harus tetap dijalankan.

...****************...

Sesampainya di sekolah, Aldin langsung menangkap sesuatu yang tidak biasa. Mobil Yura sudah terparkir di tempat biasanya. Ia cukup terkejut, hari ini Yura datang lebih awal.

Aldin menarik napas panjang lalu menghembuskannya dengan kasar.

“Yura datang pagi? ” gumamnya pelan.

Ia tahu betul bagaimana perasaan Yura saat ini. Dari grup semalam, ia sudah melihat foto yang dikirim Hana.

Sebelum masuk ke ruangan, Aldin sempat berdiri beberapa detik di depan pintu, mencoba merangkai kata yang tepat untuk menyapa Yura.

Lalu dengan sedikit semangat pura-pura, ia membuka pintu.

“Good morning... pagi juga lo datang,” sapa Aldin dengan ceria dibuat-buat.

“Morning,” jawab Yura singkat, suaranya datar, tanpa semangat.

Aldin menatapnya sejenak. Biasanya Yura cerewet, selalu pamer hal-hal kecil bahkan sekadar dapat permen dari ibunya pun bisa jadi bahan pamernya. Tapi hari ini? Diam. Datar. Sepi. Padahal ia bisa saja pamer datang lebih awal dari biasanya.

“Lo oke Yur?” tanya Aldin hati-hati.

“Hmmm,” gumam Yura, bahkan tanpa menoleh.

Aldin memilih diam. Ia paham, ini bukan saat yang tepat untuk memaksa Yura bicara. Diam-diam, ia mengirim pesan ke grup mereka, memberi tahu kondisi Yura pagi ini.

Tak lama, Hana, Febi, dan Rizki pun datang. Namun tak seperti biasanya, ruangan yang biasanya riuh oleh tawa dan celotehan, kini sunyi. Mereka semua merasa canggung, enggan membuat suasana makin kikuk.

Saat bel pelajaran pertama berbunyi, Yura segera berdiri dan melangkah keluar tanpa mengucapkan sepatah kata pun.

Sebelum masuk ke kelas, ia berdiri sejenak di depan pintu. Menarik napas dalam-dalam.

"This is my job, must be professional."

“Morning class...” sapanya dengan senyum kecil.

“Morning Miss...” sahut para siswa kompak.

Yura memang bukan dari jurusan pendidikan Bahasa Inggris, ia menempuh pendidikan di jurusan Seni Rupa. Tapi ia suka menyapa murid-muridnya dalam bahasa Inggris, entah karena kebiasaan atau sekadar iseng.

“Hari ini pertemuan terakhir kita ya?” ucap Yura, suaranya mulai lebih lembut.

“Yaaah...” Sontak terdengar teriakan kecewa dari siswa-siswanya.

“Bu ngajar di sini aja terus!” teriak salah satu anak di pojok.

Kelas pun ricuh. Mereka menunjukkan rasa sayangnya dengan cara khas remaja, ribut tapi tulus.

Yura mengangkat tangannya memberi isyarat agar mereka tenang.

“Diam dulu semuanya. Minggu depan kalian ujian akhir semester, jadi mulai belajar yang giat ya.”

“Kisi-kisinya Bu...!” teriak serempak.

Yura tersenyum tipis. “Tenang, sesuai janji, hari ini saya akan kasih poin-poin penting yang kemungkinan besar keluar di soal, ini dari Bu Anet.” Bu Anet nama guru seni di sekolah.

Setelah itu, pelajaran berlangsung seperti biasa. Yura mampu menyembunyikan luka hatinya di balik peran sebagai guru. Meski hatinya belum pulih, wajahnya tetap ramah, tutur katanya tetap tertata.

Setelah selesai mengajar, Yura kembali ke ruangan. Di dalam ruangan, teman-temannya lengkap tak ada satu pun yang sedang mengajar karena memang Minggu terakhir ini guru mapel yang masuk mengajar. Seharusnya Bu Anet yang mengisi kelas pagi itu, tapi karena ada urusan mendadak, Yura diminta menggantikannya.

Mereka berlima kini mulai masuk ke fase persiapan akhir. Hari Senin depan, akan datang dosen pendamping lapangan bersama guru mata pelajaran untuk melakukan penilaian akhir PKL mereka.

Begitu Yura duduk, Febi langsung bertanya, “HP lo kok gak aktif Yur? Dari semalam gue teleponin.”

Yura terdiam sejenak, mengingat ponselnya yang ia lempar tadi.

“Rusak,” jawabnya singkat, datar, tanpa ekspresi.

Hening sejenak sebelum Hana memberanikan diri bicara.

“Yura... gue minta maaf soal foto itu. Gue beneran gak bermaksud bu...”

Yura menghela napas pelan.

“Bukan salah lo. Gue ngerti...”

Hana menggigit bibirnya, sedikit lega tapi tetap gelisah.

“Lo gak marah kan sama kita?”

Yura menatap satu per satu wajah temannya, matanya mulai berkaca, tapi ia tahan.

“Emangnya kalian salah apa?” ucapnya lirih. “Sorry kalau gue gak dewasa ngadepin semua ini. Gue cuma kecewa.”

Ia lalu menunduk, mengalihkan pandangan ke bawah meja. Hening menyelimuti ruangan beberapa saat. Yang lain hanya bisa saling pandang, tak tega melihat Yura seperti ini.

Tak ingin suasana makin murung, Hana mencoba mengalihkan.

“Nanti pulang, kita ke mall yuk? Cuci mata, makan enak, belanja. Please?”

Yura melirik Hana, tak langsung menjawab.

“HP lo rusak juga kan? Sekalian aja beli yang baru,” sambung Febi.

Setelah berpikir sejenak, Yura akhirnya mengangguk pelan.

“Yesss!” Aldin langsung bersorak kecil, membuat semuanya tertawa tipis untuk pertama kalinya hari itu.

Mereka tahu luka Yura belum benar-benar sembuh, tapi langkah kecil ini adalah awal. Setidaknya, ia tidak merasa sendiri.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!